Bab 15

“Ma, semua sudah selesai, silakan kalau Mama mau makan ...!” kata Shafira sambil melepaskan celemek dari lehernya.

Mirna meliriknya sambil meletakkan ponsel di atas sofa, ia selalu memperhatikan Shafira ketika bekerja. Saat ini ia melihat sudah ada beberapa hidangan lezat di atas meja. Ia tersenyum puas karena sebentar lagi anak dan menantu kesayangannya akan segera tiba, dan makan malam sudah tersedia.

“Beneran semua kerjaan sudah selesai?” Mirna berkata sambil berkeliling ke dapur dan ruang pakaian yang sudah rapi.

“Sudah, Ma!”

“Ya, sudah sana! Kamu ke kamar lagi, awas ya, kalau kamu mau kabur, tidak akan aku kasih makan lagi nanti!”

“Iya, Ma!”

Hari sudah hampir sore dan Shafira baru saja menyelesaikan seluruh pekerjaan yang dibebankan Mirna padanya. Ia sudah sangat lelah, terlebih lagi ia muntah beberapa kali. Meskipun ibu mertuanya tidak tahu hal itu, tapi ia masih saja takut kalau-kalau akan dituduh berbohong lagi.

Ia berjalan dengan langkah berat sampai di kamarnya. Untung saja ia sempat makan nasi di sela-sela mencuci pakaian Wulan dan suaminya. Walaupun, makanan itu ia muntah kan kembali, setidaknya ia sudah mengisi perutnya yang kosong tadi.

Tubuhnya sangat berharga demi kedua orang tuanya yang sangat menyayangi dirinya. Ayah dan ibu sudah membesarkan dengan penuh cinta, namun ada orang yang seenaknya saja menjadikan dirinya pembantu, tanpa uang sepeser pun.

Oleh karena itu, ia tidak boleh mati kelaparan. Ia harus kuat walau ada orang yang lebih kuat sedang menindasnya.

Shafira tidak tahu kalau Mirna mengikuti langkah kakinya. Setelah ia masuk ke kamar dan menutup pintunya, ibu mertuanya kembali menguncinya dari luar.

Shafira segera ke pintu dan mencoba membukanya kembali, ternyata sudah terkunci.  

“Mama! Apa aku di kurung lagi?”

“Ya! Dari pada kalau kabur nanti!”

“Tidak, Ma! Aku tidak akan kabur, percayalah!”

“Ah! Sudahlah, kamu istirahat saja di sana, dari pada Erick marah padaku nanti, jadi, lebih baik kamu di kurung lagi!”

Mirna kembali ke sofa dan menyibukkan diri dengan ponselnya, setelah yakin pintu sudah terkunci.

Sementara Shafira menangis karena sadar jika Mirna tidak percaya padanya dan kembali mengurungnya di sana.

Hari terlihat mulai gelap dan Shafira sudah berhenti dengan tangisan serta kesedihannya. Ia mengambil tas dan memasukkan beberapa helai pakaian ke dalamnya. Hati dan tekadnya sudah bulat, ia akan mencoba pergi dari rumah, yang lebih mirip neraka dari pada tempat tinggal untuk dirinya.  

Shafira sudah menyerah untuk memahami dan memaklumi semua perbuatan orang-orang di sekitarnya.

Suami yang tidak punya perasaan cinta padanya, ibu mertua yang selalu menyiksa, atau seorang madu yang tidak punya pikiran di otaknya. Semua perbuatan mereka membuat kesehatan dan jiwanya tertekan habis-habisan.  

Shafira mencoba membuka jendela yang sepertinya terlihat kuat, ada teralis jendela yang menempel di sana. Ia mengamati semua keadaan dan sudah membawa alat untuk melepaskan baut, dari teralis besi itu dari dapur tadi.

Teralis berhasil dibuka dengan sedikit usaha. Lalu, Shafira mengambil beberapa tumpukan batu taman yang tidak jauh dari jendela. Ia gunakan untuk pijakan saat akan melompat melalui dinding pembatas yang kebetulan tidak terlalu tinggi. Semua sudah ia persiapkan saat menjemur pakaian tadi.  

Rencananya berhasil dan Shafira bisa lolos dengan mudah, tanpa diketahui ibu mertua dan suaminya. Pria itu kemungkinan belum pulang dari kantornya.

Lewat jam delapan malam, Erick dan Wulan baru saja pulang, mereka tampak senang karena ada Miran di rumah.  

“Mama?” sapa Wulan girang sambil mendekati Mirna.

“Kalian baru pulang? Pasti kalian capek, ayo makan!” kata Mirna saat Wulan menyalami dan memeluknya.

“Aku senang Mama ada di rumah, apa Mama yang masak?” Wulan bertanya sambil berjalan ke meja makan, ia melihat beberapa hidangan enak tersedia dengan rapi di sana.

“Iya, dong! Mama yang masak! Kan, Shafira masih di kurung di kamarnya!” kata Miran sambil ikut duduk di meja makan.

“Mama boleh, kok, suruh Shafira buat masak dan mengurus rumah, kalau sudah selesai, dia bisa di kurung lagi! Jadi, Mama tidak perlu repot-repot begini!” kata Erick, sambil duduk dan melepas dasinya. Ia meneguk segelas air mineral sampai habis.

“Oh, takutnya nanti dia kabur, gimana?” kata Mirna.

“Iya juga, ya sudah, ayo makan!” sahut Erick.

Setelah mereka selesai makan, Erick bergegas ke kamar Shafira dengan wajah cemas. Ia berjalan sambil mengepalkan tinjunya karena geram mengingat gadis itu saat bersama dengan Ardan.

Ceklek!

Erick membuka pintu kamar istrinya itu dan terkejut.

“Shafira!” pekiknya cukup keras, mengagetkan Wulan dan Mirna yang tengah bercengkerama di ruang tengah.

“Mama, Shafira di mana, Ma!” pekiknya lagi.

Kemarahan Erick kembali memuncak saat tidak menemukan keberadaan Shafira di kamarnya.

Pada dasarnya pria itu sudah mulai tertarik dengan Shafira tapi ia gengsi untuk mengakuinya. Ia tidak tahu harus bagaimana menghadapi perasaannya. Sementara Wulan juga masih sangat dicintainya.

Wulan dan Mirna segera berjalan dengan cepat ke kamar Shafira. Mereka mendapati ruangan yang tidak begitu besar itu kosong melompong. Baik di kamar mandi, ruang ganti dan ruang mana pun, Shafira tidak ada. Memang wanita yang mereka benci itu tidak berarti, tapi ia cukup bermanfaat untuk menjadi pembantu yang gratis.

“Kenapa dia bisa pergi?” tanya Mirna heran.

“Mama tidak membebaskan Shafira, kan?” tanya Erick dengan panik.

“Tidak! Pintu kamarnya masih terkunci, waktu kamu buka tadi gimana, tidak mungkin terbuka sendiri, kan?” tanya Mirna, seraya menutupi kebohongan, padahal ia sempat membebaskan Shafira hanya untuk memanfaatkannya saja.

Erick mengusap wajahnya dengan kasar lalu mengangguk yakin, kalau pintunya memang masih terkunci. Ia memeriksa jendela dan ia mendapatkan teralis besi yang sudah rusak. Lalu, ada setumpuk batu taman yang tersusun di dekat tembok pembatas.

“Ahk! Siaal!” pekik Erick lagi sambil mengguyar kepalanya. Ia sudah bisa menyimpulkan kalau Shafira kabur melalui jendela dan melompati dinding pembatas rumah. Ia tidak menyangka kalau istri pertamanya itu cukup cerdik juga.

Tiba-tiba ada rasa sakit yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ada rasa bersalah, kecewa, dendam, cemburu dan marah, tumpah ruah jadi satu dalam benaknya. Kepergian Shafira seolah sudah memorak-porandakan hatinya.

Erick berlari dengan cepat ke ruang makan di mana ia meletakkan smartphone - nya di sana.  

Erick segera membuka aplikasi chat dan menghubungi seseorang. Ia terlihat serius saat meminta beberapa orang kepercayaannya untuk segera mencari Shafira.

Orang kepercayaannya itu pun langsung mengerahkan bawahannya untuk mencari keberadaan Shafira, sesuai perintah Bos mereka.

“Sayang! Apa yang akan kamu lakukan? Apa kamu mau mencari Shafira?” tanya Wulan yang sudah berdiri di sisi suaminya. Wanita itu terlihat panik juga saat melihat Erick yang marah karena hilangnya Shafira.

“Ya!” jawab Erick tanpa mengalihkan pandangannya dari telepon genggam.  

“Katakan jujur padaku, apa kamu mencintainya?”

Terpopuler

Comments

ꪶꫝMAK DEVI ♉

ꪶꫝMAK DEVI ♉

wk wk cinta setelah penyiksaan

2023-10-23

3

🍁Naura❣️💋

🍁Naura❣️💋

iya benar

2023-09-23

3

🍁Naura❣️💋

🍁Naura❣️💋

kan ada pelayan lain d rumah itu kemana dia apa cuma d suruh belanja aja pelayan itu

2023-09-23

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!