Bab 14

“Mas! Kenapa kamu kunci pintunya? Lepaskan aku, Mas!” Shafira berteriak sambil memukul daun pintu dengan keras, tapi Erick mengabaikannya.  

“Apa salahku, kenapa aku di kurung di sini!” seru Shafira lagi, ia menangis karena kecewa dan marah pada Erick.  

“Aku tahu alasanmu pergi ke makam ibumu karena mau bertemu selingkuhan mu itu, kan?”  

Dua manusia itu saling bersahutan dari balik sisi pintu. Sementara Wulan terus saja menahan tawa dengan menutup mulutnya. Ia senang karena reaksi Erick sungguh di luar dugaan. Ia pikir suaminya, hanya akan melarang Shafira tapi ternyata Erick justru mengurungnya.

Rencananya berhasil dengan gemilang. Ia memutuskan untuk pergi mengambil belanjaannya yang masih ada dihalaman. Ia segera membongkar hasil belanjanya di kamar dan tertawa sepuasnya di sana.

Shafira berpikir sejenak, lalu mengusap dadanya dan menggelengkan kepalanya.

“Apa kamu tidak percaya padaku, Mas? Aku tidak selingkuh!”

“Kamu bohong, siapa laki-laki itu kalau bukan selingkuhanmu?”

“Apa maksudmu Ardan, mas? Dia bukan selingkuhan! Dia cuma teman, Mas!”

Ternyata ucapan Shafira yang menyebutkan nama seorang pria, justru semakin membuat Erick kesal dan marah, ia menendang pintu dan berteriak cukup keras!

“Kalau soal laki-laki, jangan harap aku akan percaya padamu Shafira!”

Erick pergi setelah puas menendang pintu sekali lagi, ia mengabaikan hati nurani dan menutup mata jika Shafira adalah istrinya sendiri.

Sementara Shafira terus menangis dan memohon agar Erick mengizinkannya pergi. Ia hanya ingin mengunjungi ibunya, apa itu salah?

Keadaan itu berlangsung hingga keesokan hari, semalaman Shafira tidak berhenti menangis dan memanggil nama sang suami, tapi usahanya sia-sia. Kelelahan dan kelaparan mendera, sebab mulai pagi itu ia kembali mengalami morning sick les. Akibatnya, ia muntah beberapa kali.

Shafira sudah hampir menyerah dengan kekerasan yang selalu di lakukan oleh suaminya. Akhirnya, ia diam dan memilih untuk meringkuk di tempat tidur. Lalu, Ia melakukan ibadah dan berdoa untuk kebaikan dirinya sendiri. Selain itu, ia mendoakan ayah dan ibunya. Melepas rindu dengan tangis dan menghadirkan bayangan mereka di kamarnya.

Saat siang hari, keadaan rumah mulai sepi, karena Wulan dan Erick tentu saja sudah pergi bekerja seperti biasa. Sementara Shafira hanya melihat pemandangan dari balik jendela.  

Kebetulan jendela kamarnya tidak menghadap ke jalanan atau taman, hingga ia tidak bisa melihat apa-apa dari sana. Namun, dalam hati ia mulai mengamati keadaan sekitar, dan melihat tembok sebelah kamarnya yang tidak terlalu tinggi. Terkadang, ia mendengar suara-suara ramai orang di balik tembok pembatas itu.

Shafira baru beberapa bulan tinggal di rumah besar kediaman Erick. Jadi, ia belum begitu hapal lingkungan sekitar. Namun, ia bisa menduga beberapa hal kalau sekitar rumah besar itu, merupakan pemukiman warga biasa.

“Shafira! Shafira!”  

Tiba-tiba Shafira mendengar suara seorang wanita memanggil namanya dari luar. Ia pun segera beranjak ke dekat pintu dan memukulnya dengan keras. Sebagai isyarat kalau dirinya terkurung di sana.

“Mama! Aku di sini, Ma!” teriak Shafira yang hapal suara itu adalah Mirna yang kebetulan datang lagi ke rumah anaknya.

“Shafira? Kamu di kamar?” tanya Mirna setelah tahu kalau yang berteriak di kamar itu adalah Shafira.

“Ya, Ma! Saya di kurung sama Erick di sini, Ma!”

Miran celingukan ke sana kemari mencari kunci, ia yakin Erick nyimpannya di sekitar tempat itu. Lagi pula anaknya itu pasti punya alasan saat mengurung istrinya.

Setelah menemukan kunci, ia pun membuka pintu kamar Shafira. Ia menemukan keadaan wanita muda itu dalam keadaan yang mengenaskan.

“Kenapa Erick mengurungmu di sini?” tanya Miran tanpa memberi kesempatan kepada Shafira untuk melewatinya.

Ia berdiri menahan pintu agar tidak sepenuhnya terbuka.

“Tidak ada, Ma. Erick cuma mau aku diam di kamar sendirian.”

“Bohong! Kamu pikir anakku bodoh, mengurung orang tanpa alasan?”

Sesaat kemudian, Mirna mendapatkan telepon dari Erick, ia menerima panggilan itu sambil bersandar di sisi pintu kamar Shafira tanpa mengalihkan tatapannya dari menantunya itu.

“Hallo! Erick!” katanya.

“Ma! Apa Mama ada di rumah?” terdengar suara Erick dari balik telepon.

“Iya, kan Mama sudah kirim pesan sama kamu kalau Mama mau mampir! Eh, kenapa Shafira kamu kurung di kamar?”

“Nah, maksud Erick itu mau bilang sama Mama, jangan lepaskan Shafira ya, Ma?”

“Kenapa? Dia salah apa?”

“Dia selingkuh, Ma! Dan kemarin, dia mau pergi ke kampungnya, dan aku yakin dia mau bertemu selingkuhannya itu di sana!”

“Oh, ya? Kalau begitu, jangan kuatir! Mama tidak akan melepaskannya!”

“Terima kasih, Ma! Aku kerja dulu, mau ada rapat sebentar lagi!”

“Ya, ya, Mama tunggu di rumah!”

Erick menutup telepon lebih dulu, setelah selesai bicara.

Mirna langsung melotot ke arah Shafira, setelah panggilan berakhir. Lalu, ia memasukkan kembali telepon genggam ke dalam tasnya.

Ia mendekati Shafira yang duduk diam di dekat jendela, lalu menjambak rambutnya.

“Jadi, kamu selingkuh dari anakku, hah? Kurang ajar, kamu ya!”

“Ma! Tolong lepaskan rambut saya, Ma! Sakit!” Shafira berkata sambil memiringkan kepala mengikuti arah jambakan rambutnya di tangan sang ibu Mertua.

“Enak saja, lepaskan? Sakit, hah! Kamu pikir, anakku tidak sakit karena kamu selingkuhi?” kata Mirna sambil menarik rambut panjang Shafira lebih kuat lagi.

“Ma! Aku tidak selingkuh!” Shafira berkata sambil meringis, ia memegangi kepalanya yang sakit karena di tarik oleh Miran hingga ia terduduk di lantai.

“Bagus! Mana ada maling yang ngaku! Sekarang, cepat bersihkan rumah dan masak makanan yang enak buat aku dan anakku, oh ya, buat Wulan juga!”

Mirna berkata sambil melepaskan rambut Shafira secara kasar, hingga beberapa helai rambut panjang itu rontok di tangannya.

“Ingat! Jangan coba-coba untuk kabur sekarang! Kalau kamu ketahuan kabur, aku tidak akan sungkan-sungkan lagi!”

“Baik, Ma!”

Shafira mengikuti perintah Mirna dengan lemas jiwa dan raganya. Ia melangkah ke dapur untuk mulai memasak dan membersihkan rumahnya. Ia abaikan rasa lapar, sedih dan kesalnya.  

Shafira harus membayar rasa cinta dan setia pada suaminya dengan rasa sakit. Ia harus menebus kesetiaan pada Erick dengan rasa putus asa.

Ibu mertuanya, yang awalnya  terlihat baik, tapi nyatanya tidak seperti yang di bayangkan. Sikap dan kelakuannya tidak beda jauh dengan suaminya. Bahkan, ia juga tega membiarkan perempuan lain berada di dalam rumahnya, padahal seharusnya hal itu tidak manusiawi. Apalagi kalau memikirkan kesehatan jiwa dan mental, serta rasa kemanusiaan seseorang. Hal ini sudah di luar batas toleransi dan fitrah suci seorang perempuan. Bukankah wanita yang sudah menjadi seorang istri seharusnya mendapatkan kasih sayang dan cinta dari suaminya.

Akhirnya, Shafira berencana akan melahirkan diri dari rumah itu, melewati jendela.  

Terpopuler

Comments

@ꪶꫝ༄༅⃟𝐐MD♉⒋ⷨ͢⚤☠️⃝⃟𝑽hiatus

@ꪶꫝ༄༅⃟𝐐MD♉⒋ⷨ͢⚤☠️⃝⃟𝑽hiatus

galpok ni melahirkan diri 🤭
🙏🏻🙏🏻
ayo Safirah Mak bantu kamu jgn mau di tindas

2023-10-23

3

NasyafaAurelia🐧

NasyafaAurelia🐧

ayokkk kaburrr shafira ngapaiii tinggal sm suamikkk bangkeee kek gitu

2023-09-16

4

🍭ͪ ͩ♕👏ɴᴏʟᴀɴ🍟

🍭ͪ ͩ♕👏ɴᴏʟᴀɴ🍟

semoga ya

2023-08-30

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!