Bab 10 Bertemu kembali.

“Ardan, aku tahu maksudmu, tapi aku tetap tidak bisa. Lagi pula aku tidak sakit apa-apa, kok! Aku mau pulang! Dan percayalah, aku baik-baik saja ....”

“Shafira! Biar aku antar!”

“Jangan!” Shafira dengan cepat membantah ajakan Ardan.

Ia tidak ingin hal yang sama seperti dulu terulang kembali, sebenarnya tidak enak menolak kebaikan pria itu, kali ini. Namun, di lain sisi ia juga tidak ingin kalau Erick salah sangka, dengan hubungan mereka. Ia masih ingat kemarahan suaminya terakhir kali yang luar biasa. Bisa dibayangkan kalau kemarahannya kali ini akan lebih besar lagi.

Hal itu membuat Shafira bertanya-tanya, kalau memang Erick tidak mencintainya, kenapa ia begitu cemburu melihat kebersamaan dirinya dengan Ardan.  

Shafira mengabaikan pikirannya sendiri sambil mengeluarkan smartphone, dari balik saku jaketnya dan langsung mengetik beberapa pesan.

“Maafkan aku, Ardan! Mungkin kamu heran atau terluka, tapi untuk sementara aku tidak bisa mengatakan tentang apa pun yang sebenarnya,” lirih Shafira, sambil berlalu dengan cepat.  

Ardan tidak sempat menahannya, tapi gadis itu langsung masuk ke dalam taxi yang sudah la pesan sebelumnya. Kendaraan itu membawa Shafira sampai ke rumah, dalam keadaan lelah jiwa dan raga. Namun, ada hal yang ia syukuri bahwa, ia berhasil menyembunyikan beberapa luka di tubuhnya meskipun Ardan berulang kali mencoba menelisik ke dirinya.

Sampai di dalam rumahnya, Shafira menyiapkan beberapa hidangan di atas meja, untuk semua penghuni rumah. Ia belanja makanan langsung dari restoran, ketika di perjalanan karena malas memasak. Tubuhnya sudah lelah dan lemas karena itu ia ingin langsung istirahat dan tidur.  

Wanita itu tidak sanggup kalau harus memasak lagi, sedangkan ibu mertua dan Erick akan lebih senang mengerjainya kalau ia terlihat oleh mereka.  

Oleh karena itu ia lebih baik mengurung diri di kamar.

Shafira merasa tubuhnya bermasalah. Selain karena mual dan pusing yang terus-menerus, ia juga merasakan beberapa memar dan luka lebam semakin berdenyut nyeri.

Ia ingat kata dokter yang memberinya nasehat untuk ibu  menjaga diri agar tidak terjatuh lagi—seperti pengakuannya selama ini. Luka akan menjadi infeksi jika terus terjadi. Satu hal lagi yang ia pikirkan tentang ucapan dokter yang menyatakan perihal kehamilan.

Keesokan harinya, Shafira merasakan pusing dan juga mualnya semakin menjadi-jadi. Namun, mertua dan juga Wulan terus saja menyuruhnya melakukan ini dan itu. Bahkan, suaminya pun tidak peduli ketika Shafira mengatakan bahwa, dirinya tidak sehat. Pria itu malah mengatakan agar ia jangan menjadi istri yang manja.

“Shafira! Ke sini kamu! Cepat bawakan air hangat untuk merendam kaki Ibu!” teriak Mirna dengan suara yang sangat keras. Wanita itu bertahan di rumah Erick hanya untuk melakukan kesenangan, menyiksa Shafira.

Shafira mendekat dan bertanya dengan wajah kuyu serta langkah gontai.

“Ibu mau rendaman airnya di mana, di kamar atau di sini saja?”  

“Di sini saja!” kata Mirna sambil menengok ke sekitar sofa ruang tengah yang luas dan ada layar televisi besar di sana. Ia berniat untuk bersantai dan menikmati acara di layar kaca.

“Oh, ya! Siapkan dua baskom air ya, satu lagi buat Wulan, panggil dia sana!”

Perintah Mirna seperti cambuk yang melukai hati Shafira. Bagaimana ibu mertuanya itu tega melakukan hal yang di luar batas hati nurani seorang wanita. Shafira bagai makan buah simalakama, jika dilakukan maka ia akan sangat sedih, tapi kalau tidak dilakukan maka Mirna akan marah.

“Baik, Ma!” kata Shafira sambil memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam sebelum melangkah naik ke lantai dua, di mana kamar suaminya yang dulu menjadi kamarnya berada.

Benar saja, saat ia mendekati pintu dan hendak mengetuk pintu yang tertutup rapat itu, Shafira mendengar suara-suara tawa renyah dan sekaligus erangan dari candaan dua insan di dalamnya. Entah apa yang mereka lakukan di sana.  

Shafira tahu bahwa, mereka memang berhak melakukan apa pun karena sudah sah menjadi suami istri. Namun, semua yang ia rasakan sekarang pun sah-sah saja sebagai istri yang disakiti.

Tangannya tergantung di udara, antara akan mengetuk atau tidak, tapi justru pintu sudah terbuka dari dalam.

“Ngapain kamu di sini!” seru Wulan seraya melotot dan dan mendorong Shafira hingga hampir saja terjengkang ke belakang karena kerasnya dorongannya.

“Eh, itu,itu, Ibu—“ kata Shafira terbata-bata, sambil berusaha menyeimbangkan tubuh dan menenangkan deburan jantungnya. Ia benar-benar tidak dihargai sebagai seorang istri.

Erick menatap istri pertamanya itu dengan alis yang berkerut dalam, wajahnya pucat dan sorot matanya sayu yang tidak biasa. Pria itu memperhatikan juga tubuh Shafira semakin kurus saja.  

Erick dan Wulan sudah berpakaian rapi dan belum berniat kembali ke kantornya, mengingat masih cuti untuk hari perkawinan. Mereka turun karena ingin makan, perut mereka lapar setelah bertempur hampir semalaman.

“Kamu mau ganggu kami? Tidak sopan! Kami ini pengantin baru!” kata Wulan lagi hendak mendorong kembali, tapi Erick mencegah dengan merentangkan tangannya di antara dua istrinya.

Wulan melihat Erick dengan heran, karena ia pikir Erick sudah mulai simpati pada istri pertamanya.

“Kamu mau belain dia?” tanyanya.

“Bukan begitu, tanyakan saja apa keperluannya, kalau kamu mendorong dia dan jatuh, dia bisa mengadukan kamu atas tuduhan penganiayaan, gimana? Tapi, kalau aku yang melakukannya tidak apa-apa!” kata Erick datar sambil mengamati Shafira dari ujung rambut sampai ujung kakinya.

“Kamu sendiri memangnya tidak takut kalau diadukan dia atas tuduhan KDRT?” ucap Wulan tanpa melepaskan genggaman tangannya dari Erick.

“Dia mana berani?” Erick berbisik di telinga Wulan, “Dia tidak takut sama kamu, soalnya kamu saingannya!”

“Eh iya, bener juga! Sayang, kamu memang yang terbaik!” Wulan berkata dengan manja ia mengalihkan pegangan tangannya ke leher Erick, lalu mencium bibir serta kedua pipi suaminya itu dengan penuh semangat. Namun, sudut matanya melirik pada Shafira.

Begitu juga dengan Erick, saat Wulan menciumnya, sudut matanya pun menetap istri pertamanya yang tertunduk. Tentu saja Shafira tidak ingin melihat pemandangan menyakitkan itu di hadapannya.

“Ya sudah, ayo kita turun! Biarkan saja dia!” kata Erick setelah bulan selesai mencium wajahnya. Mereka bergandengan tangan saat menuruni tangga.

“Hallo, Ma! Sudah sarapan?” tanya Erick dan Wulan kompak.

“Sudah, dong! Tinggal kalian yang belum makan! Jangan telat sarapan pagi ya? Ingat sarapan itu penting untuk kesehatan kalian!” kata Miran.

“Mama kayak nggak tahu aja kita kan pengantin baru, jadi lupa mau sarapan ... habis Erick minta terus sih!” kata Wulan sambil duduk di meja makan. Ia mengambilkan piring juga makanan yang sudah dimasak oleh Safira untuk suaminya.

Sementara Shafira berjalan ke belakang dengan kepala yang tetap tertunduk, untuk menghindari hal-hal yang tidak ingin dilihatnya lagi. Lalu, ia pergi ke dapur untuk mengambil air rendaman kaki yang diminta oleh Mirna.

Shafira kembali ke ruang tengah sambil membawa baskom berisi air untuk merendam kaki Miran.  

“Ini, Ma!” kata Safira sambil meletakkan baskom air itu di hadapan Ibu mertuanya. Setelah itu ia pun beranjak berdiri ingin kembali ke kamarnya, dia sudah kelelahan setelah selesai membuat sarapan pagi.

“Eh, mau ke mana kamu! Pijitin juga kakiku!” kata Mirna mencegah keinginan Shafira yang akan beristirahat.

Shafira pun mengikuti keinginan Ibu mertuanya dan mulai memijat, tapi ia terus bolak-balik ke dalam kamar mandi. Ia yakin kalau ada yang tidak beres dengan tubuhnya. Berkali-kali ia memuntahkan seluruh isi dalam perutnya. Ia kembali mengingat jadwal ia menstruasi, Safira tiba-tiba merinding saat menyadari jika kemungkinan ia hamil.  

Saat itu juga terlintas pertanyaan di benaknya, apakah dengan kehamilannya ini suaminya akan berubah dan bersikap baik kepadanya?

Terpopuler

Comments

ꪶꫝMAK DEVI ♉

ꪶꫝMAK DEVI ♉

, malah hamil

2023-10-22

3

ᵘᵄᵟᵘᵎᵓᵄᵓ🍭ͪ ͩ♕👏ɴᴏʟᴀɴ

ᵘᵄᵟᵘᵎᵓᵄᵓ🍭ͪ ͩ♕👏ɴᴏʟᴀɴ

makin gk bener

2023-08-30

3

🍀⃟𝙼𝙾𝙼_𝙵𝙴𝙽𝙸𝐙⃝🦜

🍀⃟𝙼𝙾𝙼_𝙵𝙴𝙽𝙸𝐙⃝🦜

Kalau sikap erik mungkin iya dia akan sedikit berubah, itu pun hanya sedikit ya, tpi ga yakin sama sikap mirna apalagi si wulan.

justru yg ku takutin klo safira jujur akan kehamilan di dpn erik, mirna dan wulan, bakalan jd celah buat si wulan nanti nya bikin safira kenapa² dalam artian aku takut klo wulan punya rencana mau mencelakai safira dan calon bayi nya, karna wulan merasa tersaingi.

2023-08-28

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!