Bab 6 Kedatangan ibu mertua.

“Sayang, lihat perempuan itu menyuruhku bikin makanan sendiri, masa sih kamu tega? Aku, kan capek habis melakukan itu semalaman!” kata Wulan dengan gaya yang manja ia menyandarkan kepala di bahu kekasihnya, sambil melotot pada Safira. Ia sengaja bersikap manja seperti itu untuk membuat nya cemburu.  

Walaupun sepanjang siang tadi Erick sudah melakukannya dengan Shafira, tapi tadi malam ia yang sudah berhasil menguasai pria itu dan memuaskan dirinya sendiri.

Namun, Safira menahan diri dengan sekuat hati. Jikalau ia berbuat gegabah, maka Erik akan dengan senang hati memiliki alasan untuk menceraikannya. Ia tidak boleh berbuat kesalahan sedikit saja, dengan menunjukkan sisi lemahnya.

“Hai! Cepat buatkan sarapan untuk Wulan sekarang juga!” Erik memerintah dengan mengabaikan hati nuraninya.

Safira hanya diam sambil terus mengunyah makanannya.

“Apa kamu mencoba membantahku, hah?” Erik berkata sambil berdiri ia menunjukkan kemarahan yang jelas di wajahnya.

“Sayang! Sayang, jangan marah, ya?” kata wulan dengan terus memanja.

Ia melingkarkan tangannya di leher Erik sambil menciumi pipinya, dengan maksud menenangkan sang kekasih, juga memanasi Shafira.

Erick pun tanpa segan-segan membalas ******* bibir Wulan penuh semangat. Akhirnya mereka berciuman cukup lama di hadapan Safira.  

Sementara Shafira sama sekali tidak menggubris mereka. Ia masih asyik menikmati makanannya. Walaupun begitu, tidak dipungkiri kalau sebenarnya ia menahan sakitnya ribuan duri, yang sengaja ditancapkan sang suami di bagian dalam relung hatinya, saat itu juga.

“Inilah yang aku sukai darimu, Wulan ... kamu selalu lembut dan juga pengertian, padahal Safira wanita yang tidak tahu balas Budi!” kata Erik setelah melepaskan pagutan bibirnya.

Siapa yang tidak tahu balas budi menurut Erick itu sebenarnya adalah dirinya sendiri. Namun, karena Wulan mata hati nya menjadi buta.

Wulan tersenyum puas sambil melirik sinis pada Safira penuh kemenangan.

Shafira merasa muak dan jijik hingga ia berdiri dan melangkah ke dapur untuk membuatkan makanan bagi Wulan. Ia dengan cekatan kembali memanggang beberapa roti, lalu dioles selai. Ia juga membuat segelas jus dan beberapa potong buah segar dalam satu piring. Sama persis seperti yang ia buatkan untuk suaminya.  

Setelah selesai, Shafira pun menyajikannya di meja, dan ingin segera menghabiskan makanannya.

“Itu sarapanmu!” kata Shafira pelan, suaranya nyaris tertahan di tenggorokan. Sebab saat ia keluar dapur, lagi-lagi ia tengah melihat kedua insan itu tengah bermesraan.

“Apa kalian tidak bisa melakukannya di tempat lain?” tanya Shafira.

“Apa maksudmu?” tanya Wulan.

“Maksudku jelas, ini meja makan, ya untuk makan, bukan untuk bermesraan!” sahut Shafira.

“Terserah akulah!” sela Wulan sambil merapikan duduknya.

“Ya, sudah! Ayo makan!” kata Erick, sambil menyuapkan makananan ke mulutnya.

“Sayang, ambilin, dong!” kata Wulan dengan suara manjanya.

Erick menuruti permintaan Wulan sambil melirik Shafira, berharap wanita itu cemburu dan marah.

“Ayo sini, aaa ... buka mulutmu!” kata Erick lagi sambil menyodorkan sepotong roti pada sang kekasih hati.

Adegan saling suap menyuapi pun terjadi. Sungguh sebuah hal yang tidak pernah dilakukan Erick pada sang istri.

Ia muak, tapi kalau tidak membuat makanan untuk Wulan, maka adegan mesra itu akan terus berlangsung di sana. Perbuatan dua orang itu semakin membuat Safira mual saja. Bahkan, bisa jadi mengurangi kewarasannya.

Sebagai istri sah, tentu ia jijik jika melihat suaminya melakukan hal yang sama pada wanita lain selain dirinya.  

Kualitas seseorang menjadi suami atau istri, benar-benar ditunjukkan bagaimana sikapnya menghargai pasangannya. Namun, Erik sama sekali tidak menghargai istrinya, haruskah Shafira tetap menghargai Erik sebagai suaminya.  

Setelah Safira selesai makan, ia pun meninggalkan sepasang kekasih yang terus saja menunjukkan kemesraan di depannya. Hal itu sangat menggelikan sekaligus menjijikkan. Namun, lagi-lagi Safira tak berdaya, dengan apa yang dilakukan suaminya.

Shafira kembali ke kamarnya untuk membuat sketsa terbaru untuk menuangkan ide-idenya. Ia menggunakan cara itu sebagai penghibur sekaligus mengasah kemampuannya. Ia punya kepandaian dan tak ingin hilang begitu saja hanya karena pernikahan yang salah dan tengah dijalaninya.

Satu sketsa gaun malam dengan model kekinian telah selesai ia buat. Shafira puas dengan hasilnya sendiri, dan ia yakin kalau suatu saat nanti ia punya kesempatan untuk membuat rancangan itu, maka akan banyak orang yang berminat untuk membeli.  

Setelah cukup lama memandangi sketsanya, Shafira mulai merasa haus dan ia segera pergi ke dapur untuk minum. Ia juga berniat untuk membersihkan meja makan yang tadi ia tinggalkan begitu saja. Ternyata benar, ruang dapur dan mejanya masih berantakan.

Mana mau Wulan membersihkannya.  

Akhirnya Shafira mulai mengerjakan semua tugas ibu rumah tangga seperti biasanya. Mencuci, membersihkan rumah dan memasak untuk makan siang nanti serta ia berniat membuat beberapa camilan juga.

Namun, saat ia mulai menyapu di ruangan atas di mana kamar suaminya berada, ia dibuat heran dengan suara-suara erangan kenikmatan yang terdengar dari sana. Ia pun menduga jika kemungkinan besar Erick tidak pergi ke kantor, ia justru menghabiskan waktunya untuk memuaskan hasratnya di kamar, dengan wanita simpanannya itu.

“Ahk! Erick, kamu sungguh luar biasa! Ayo teruskan, Erick!”

“Baiklah kalau itu maumu, Sayang!”

“Sayang, apa tidak bisa lebih cepat lagi?”

“Kamu juga hebat, apa aku masih kurang cepat?”

Jelas sekali suara yang Shafira dengar itu berasal dari mulut Wulan dan suaminya.

Ini benar-benar gila, perbuatan mereka sudah di luar kewajaran menurut Shafira, tidaklah pantas seorang pimpinan meninggalkan tugas hanya karena ingin memuaskan napsunya.

“Tidak! Tidak! Tidak!” Shafira berteriak dalam hatinya. Ia mengurungkan niat membersihkan tempat itu dan memilih pergi ke area bagian lain dari rumah. Ia tidak kuat untuk mendengarkan suara berisik dari dua orang yang berbuat mesum.

Shafira memutuskan untuk menyapu di halaman sekaligus merelaksasi, pendengaran dan penglihatannya yang sudah tercemar oleh perbuatan suaminya sendiri. Pria itu merasa terhormat dan ingin dihormati, tapi ia justru menghancurkan harga dirinya sendiri. Perbuatannya di kamar itu jelas tidak terpuji.

Namun, saat Shafira baru saja sampai di halaman dan memejamkan mata, ia dikejutkan oleh kedatangan ibu mertuanya. Shafira adalah perempuan baik-baik, jadi ia juga harus bersikap sopan dan hormat pada orang yang lebih tua, walaupun orang tua itu akan menyakiti hatinya.

Shafira melihat perempuan itu melangkah ke arah teras dengan elegan tapi angkuh. Kedatangannya seolah pengingat bahwa, sebentar lagi, akan tercipta neraka dunia di rumahnya.

Shafira menarik napas dalam-dalam, lalu mengukir senyum manis, seraya menyambut kedatangan Mirna—ibunda suaminya. Wanita itu melepas kaca mata hitamnya untuk melihat Shafira dengan tatapan sinis di matanya.

“Apa kamu kurang kerjaan, berdiri di sini?” kata Mirna ketus sambil menyelipkan kaca mata di kepalanya.

Belum juga Shafira menyapa, tapi kata-kata kasar sudah lebih dulu terlontar dari mulut pedasnya.  

“Tidak, Ma, saya baru saja mau menyapu halaman rumah sekalian mencari udara segar!”

“Alasan saja, padahal kamu ketahuan sedang bermalas-malasan di sini, kan?” kata Mirna menuduh Shafira sembarangan.

Kalau saja bukan karena terpaksa, sebenarnya ia tak sudi menikahkan anak kesayangannya dengan Shafira.  

Waktu pernikahan anaknya di rumah sakit dahulu, ia sengaja memilihkan gaun sederhana yang murah untuk Shafira. Buat apa membeli pakaian mahal-mahal kalau hanya dikenakan oleh, wanita kampung kelas rendahan. Pikirnya. Apalagi ia terpaksa menikahkan Erick di rumah sakit, tempat yang sangat menyedihkan untuk sebuah acara sakral.

Mirna pernah berharap kalau ibu Shafira lebih baik mati saja, sebelum hari pernikahan anaknya. Dengan begitu, ia bisa membatalkan pernikahan mereka. Kalau masalah anaknya di kepolisian, ia bisa dengan mudah menggunakan uang untuk menutup kasus kecelakaan, yang disebabkan oleh Erick. Namun, suaminya menjadi penghalang, pria itu justru ingin agar putranya bertanggung jawab dengan baik pada perbuatannya.

“Silakan masuk, Ma! Erick kebetulan ada di dalam, dia lagi tidak masuk kerja hari ini ...!” sapa Shafira dengan lembut dan sopan.

“Aku tahu dia ada di rumah, pasti ada Wulan juga, kan? Oh ya! Anakku mau ke kantor atau tidak, itu bukan urusanmu! Tahu?”

“Tapi, Ma, aku—“

Terpopuler

Comments

@ꪶꫝ༄༅⃟𝐐MD♉⒋ⷨ͢⚤☠️⃝⃟𝑽hiatus

@ꪶꫝ༄༅⃟𝐐MD♉⒋ⷨ͢⚤☠️⃝⃟𝑽hiatus

buah tak jauh dari batang nya astaga keturunan

2023-10-22

3

🍭ͪ ͩ♕👏ɴᴏʟᴀɴ🍟

🍭ͪ ͩ♕👏ɴᴏʟᴀɴ🍟

oalah... rupanya sifat buruk Erick turunan dr ibunya

2023-08-28

5

𝐙⃝🦜しÏA ιиɑ͜͡✦ᵉ𝆯⃟🚀ʰⁱᵃᵗᵘˢ

𝐙⃝🦜しÏA ιиɑ͜͡✦ᵉ𝆯⃟🚀ʰⁱᵃᵗᵘˢ

ibu mertua yg tdk tau di untung...bukannya mengasihi menantunya malah mendukung kelakuan jahat Erick dan Wulan...hadeehh

2023-08-23

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!