Bab 5

“Uuh!” suara dari mulut Erick membuyarkan lamunan Shafira, tentang kejadian di mana ia menerima ikatan janji suci yang diucapkan pria itu kepadanya.

Erick terlihat kurang nyaman berbaring di sofa. Shafira segera mengambil selimut, untuk menutupi tubuh polos suaminya itu dengan langkah tertatih-tatih.

“Mas! Tidurlah di kasur sana!” Shafira berkata sambil menyelimuti Erick yang setelah puas menyiksanya, langsung tertidur di sofa.

Erick membuka mata dengan raut wajah kesal, karena menganggap Shafira sudah mengganggu tidurnya. Wajahnya cemberut. Ia pun menarik selimut itu secara kasar dan melangkah gontai ke tempat tidur, lalu berbaring dalam posisi telungkup di sana.

Sementara Safira mengabaikan rasa sakitnya, untuk membersihkan diri dan mengobati beberapa lebam di sekujur tubuhnya. Dahulu, ia adalah wanita yang sangat hati-hati dalam merawat kulit nya. Sang ibu sudah mengajarkan berbagai cara baik tradisional maupun perawatan modern pada umumnya. Namun, kulit mulus itu sekarang sudah penuh dengan bekas luka. Ia tidak tahu apakah bekas lukanya bisa segera hilang, ataupun akan menetap secara permanen di kulit putihnya.

Baru saja ia selesai mengoleskan salep, tiba-tiba Safira mendengar suara pintu kamar itu dibuka. Ia pun menolehkan kepalanya.

Tampaklah Wulan berdiri di sana dengan wajah garangnya menatap tidak suka dan penuh permusuhan pada dirinya. Untung saja ia sudah selesai memakai pakaiannya kembali.

“Kenapa kamu di sini?” tanya Wulan ketus, kedua tangannya tampak terkepal menahan geram.  

“Tidak ada!” jawab Safira datar, ia tahu kalau saat itu Wulan sedang kesal.  

“Apa baru saja kamu lakukan?”

“Sudah kubilang, kan? Tidak ada!”

Jawaban Safira semakin membuat Wulan marah. Bagaimana tidak marah, ia terkejut ketika melihat Shafira duduk di depan meja rias, di kamar yang ia tempati bersama Erick. Padahal sejak dia tinggal di rumah itu dirinya lah yang tidur di sana.

Apalagi saat ia melihat Erik yang tertidur telungkup dalam keadaan nyaris tanpa busana. Hanya selembar selimut yang menutupi bagian pinggang sampai kakinya. Sebagai seorang wanita, tentu ia tahu apa yang baru saja dilakukan pria itu dengan Safira.

Dendamnya semakin kuat tersulut, seperti api yang disiram bensin saja. Hatinya semakin panas, kebencian pada Safira melebihi kebijakan Erik pada istrinya itu.

Sementara Shafira sadar kalau kamar itu adalah kamar nya sebagai istri sah. Tentu ia lebih berhak daripada wanita simpanan suaminya itu.  

Shafira pun berjalan keluar, dengan menahan sakit di bagian pangkal pahanya. Ekspresi wajahnya acuh tak acuh seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Ia tidak akan menunjukkan kelemahan sedikitpun di depan Wulan. Apa pun yang dilakukannya, atau semua yang dikerjakan di rumah itu, semata-mata hanya untuk suaminya. Ia masih punya harapan, sebab batu yang keras saja bisa berlubang hanya dengan tetesan air yang terus-menerus. Bagaimana dengan hati manusia yang lebih lembut, pasti akan luluh juga.

Ia melewati Wulan begitu saja seolah-olah wanita itu tidak ada di sana. Lalu, berjalan ke kamarnya sendiri meninggalkan bulan yang sibuk menenangkan diri.

Wulan tidak menyangka kalau Erik masih mau melakukan hubungan suami istri dengan Safira. Ia pikir selama ini cukup dirinya saja yang dijadikan pelampiasan, curahan hasrat kelelakian kekasihnya. Namun, apa yang dilihatnya kali ini begitu menyakitkan.  

Perbuatan Erick itu seolah-olah tidak menghargainya sebagai kekasih. Walaupun, perbuatan Erik kepada Wulan pun sama saja tidak menghormati Safira sebagai istri sahnya.  

Namun, Shafira tetap bertahan demi kepercayaannya jika suatu saat nanti, Erik akan berubah. Selain itu ia tidak mau mempermainkan pernikahannya dan menghargai wasiat ibunya sebelum tiada.

Sedangkan Wulan sama saja, ia bertahan demi cintanya pada Erick, yang sudah terpatri di dalam hatinya. Ia pun percaya jika pria itu pasti mempertahankan dirinya, dan suatu saat nanti akan menceraikan Shafira.  

Saat jam kerja sudah habis tadi, ia sempat mencari Erik di kantor, tapi dilihatnya ruang pribadi kekasihnya itu sudah sepi. Ia pun langsung pulang, karena telepon Erik pun susah dihubungi. Ia tidak menyangka jika laki-laki itu sudah berada di rumahnya. Itu artinya Erick sudah pulang padahal masih jam kerja.

“Eh, tunggu!” kata Wulan sebelum Safira sempat keluar.

“Jangan berisik, nanti suamiku bangun. Dia baru saja tidur karena kelelahan!”

“Dasar lancang!”

Plak!

Lagi-lagi Wulan berhasil menampar pipi Safira sebelum ia mampu mengelak.

“Jangan ulangi lagi perbuatanmu, sebentar lagi Erik akan menikahiku jadi, kamu tidak berhak lagi untuk masuk ke kamar ini, tahu?”

“Terserah!” jawab Safira ketus ia tidak peduli dengan wanita itu. Walaupun kesal dan marah, tapi ia tidak melampiaskannya pada Wulan, karena baginya itu tidak elegan. Biarlah Tuhan saja yang akan membalas perbuatan mereka berdua.

Di mana pun manusia berada, perselingkuhan tidak akan pernah dibenarkan apa pun alasannya. Jadi, pasti ada karma suatu saat nanti yang akan membalas segala macam perbuatan kejam. Apalagi, perbuatan seseorang yang tidak bisa menghargai sebuah ikatan suci.

Safira pergi ke kamarnya sendiri, ia menutup pintunya rapat-rapat. Lalu, menyandarkan tubuhnya di sana dan luruh ke lantai, sambil menangis. Sedari tadi ia menahan tangisannya sekuat mungkin, tapi sekarang ia sudah tidak bisa mempertahankan air matanya. Buliran bening itu pun meluncur deras di pipinya tanpa bisa dicegah.  

Cukup lama ia menumpahkan tangisan sambil memeluk lututnya. Berharap rasa sesak di dadanya bisa berkurang, tapi nyatanya rasa terhimpit itu masih bercokol di sana. Entah apa yang ada di hatinya itu. Antara benci dan cinta, ingin pergi dan bertahan bercampur aduk menjadi satu.  

Semalaman Shafira tidak keluar dari kamar karena terus menangis dan kemudian, tertidur setelah kelelahan.  

Keesokan paginya, Shafira terbangun dengan wajah yang sembab karena terlalu lama menangis. Lalu, ia pergi ke dapur karena perutnya merasa lapar. Ia ingin memasak sesuatu untuk dirinya sendiri.

Selain itu, sebagai istri yang baik ia pun membuat sarapan untuk Erik. Semua yang dilakukannya itu semata-mata hanyalah, karena tidak ingin membuat ibunya yang berada di nirwana kecewa. Sang ibu tidak ingin anaknya menjadi istri pembangkang bagi suaminya.  

Ia masih ingat bagaimana ekspresi ibunya, ketika ia memakai gaun pengantin yang diberikan ibu mertuanya, di rumah sakit itu waktu itu. Wanita paruh baya itu terlihat begitu bahagia, padahal baju yang ia kenakan sangat-sangat sederhana. Jauh dari gaun pengantin seperti dalam bayangannya.  

Oleh karena itu, senyuman sang ibu adalah kekuatan bagi dirinya untuk terus bertahan dalam pernikahan walaupun sangat menyakitkan.

Shafira masih menyediakan beberapa makanan di atas meja, ketika Erick dan Wulan turun dari kamarnya di lantai dua. Mereka berjalan perlahan sambil bergandengan tangan, seperti sengaja menunjukkan kemesraan mereka di depan Safira.

Sepasang kekasih itu terlihat sangat bahagia, bahkan sesekali Erik tampak mencium pipi Wulan dan wanita itu pun melingkarkan tangan dengan erat di pinggangnya. Ia seolah takut kehilangan jika pria itu direbut oleh Shafira.

Mereka berjalan ke arah meja makan masih dengan saling berangkulan.

“Sayang, ayo sarapan!” kata Erick sambil menarik kursi untuk diduduki oleh Wulan.

“Terima kasih Sayang!” kata Wulan serasa melepaskan pelukannya.

Safira mengabaikan perbuatan mereka berdua dan menganggap jika ia sedang menonton sinetron di televisi tentang adegan mesra. Ia duduk sambil menikmati sarapannya karena perutnya sudah keroncongan minta diisi.

“Hai! Mana sarapan untuk Wulan?” Erick membentak Safira dengan keras, membuat wanita itu menghentikan mengunyah roti panggang yang sudah dilapisi selai.

Shafira melihat ke arah Erick dan Wulan secara bergantian. Ia merasa dirinya tidak salah, karena sengaja hanya menyiapkan dua piring makanan saja. Di meja itu hanya ada sarapan untuk dirinya dan suaminya.

Wulan bukan bagian dari keluarganya, saudaranya pun bukan. Dia hanya seorang tamu yang tidak diundang, apalagi kerjaannya hanya menyakitinya. Jadi, untuk apa dia menyiapkan sarapan untuk wanita itu sekarang.  

“Apa kamu tidak bisa membuat roti panggang?” tanya Shafira datar, sambil mengunyah makanannya.

Terpopuler

Comments

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

jangan takut Shafira....lawan terus si Wulan gila

2024-08-21

0

🤎ℛᵉˣ𝐀⃝🥀MD.HIAT💜⃞⃟𝓛

🤎ℛᵉˣ𝐀⃝🥀MD.HIAT💜⃞⃟𝓛

perlu perlawanan 🔥🔥🔥kesel

2023-10-22

3

🍁Naura❣️💋👻ᴸᴷ

🍁Naura❣️💋👻ᴸᴷ

ih mit amit kelakuan erick kaya binatang

2023-09-22

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!