BAB 2

Di rumah sakit pusat jantung, seorang pria kini baru saja membuka kedua matanya setelah melewati operasi transplantasi jantung.

"Calvin, akhirnya kamu sadar."

Nama dia Calvin, seorang aktor yang cukup terkenal. Sejak kecil dia mempunyai penyakit jantung bawaan dan sempat sembuh tapi setelah dia menjadi aktor dan bekerja siang hingga malam, penyakit jantungnya kambuh lagi. Semakin hari semakin parah dan akhirnya harus melakukan tranplantasi jantung.

Calvin tak menyangka dia berhasil lolos dari maut. Sebelumnya dia sudah pasrah dengan kondisinya yang semakin terpuruk.

Perlahan Calvin memegang dadanya dan merasakan jantung yang berdetak itu.

Siapapun kamu, terima kasih sudah memberikan aku kehidupan yang kedua.

Tiba-tiba ada seorang pria yang muncul di dekatnya dan tersenyum ke arahnya.

"Hai, kamu Calvin seorang aktor itu kan?”

Calvin mengernyitkan dahinya lalu dia melihat Mamanya yang masih mengusap rambutnya dan Papanya yang sedang berbicara dengan Dokter.

"Ma, dia siapa?" tanya Calvin dengan lemah.

"Siapa? Itu Dokter yang menangani kamu."

Calvin menggelengkan kepalanya. "Bukan, ini yang ada di samping aku."

"Calvin gak ada siapa-siapa."

Calvin terus menatap sosok pria itu. Dia masih terlihat muda dan tampan. Sepertinya dia seumuran dengannya.

Calvin memejamkan matanya karena tubuhnya masih terasa sangat lemas. Ya, mungkin saja dia hanyalah seorang perawat atau cleaning service yang tidak dianggap oleh Mamanya.

Calvin kembali tertidur. Di ruangan VIP itu terasa sunyi saat kedua orang tuanya keluar dan hanya ada bodyguard yang menjaga di depan pintu.

Beberapa saat kemudian Calvin membuka kedua matanya. Dia melihat lagi sosok pria yang tersenyum ke arahnya.

"Hai..."

Calvin memejamkan matanya lagi lalu membuka lagi. Pria itu semakin mendekat.

"Siapa kamu? Keluar dari sini!" Calvin merasa takut. Jangan-jangan dia punya niat buruk padanya.

"Tenang dulu. Aku gak akan nyakitin kamu. Jangan banyak gerak, bekas operasi kamu masih sakit."

Calvin memegang dadanya yang terasa sangat sakit walau hanya sedikit dia gerakkan.

"Kamu siapa?" tanya Calvin lagi. "Kenapa Mama gak bisa lihat kamu?"

Tiba-tiba wajah sosok pria itu menjadi sedih. "Aku juga tidak tahu, tiba-tiba aku ada di rumah sakit ini dan semua orang tidak bisa melihat aku. Cuma kamu yang bisa, dan setelah aku menguping pembicaraan Dokter, kamu baru saja melakukan transplantasi jantung. Apa jantung yang berada di tubuh kamu itu adalah jantung aku?"

Calvin memijat pelipisnya yang terasa pusing. Jika pria itu sudah meninggal, berarti dia adalah hantu. "Jadi kamu itu hantu?"

Sosok pria itu melebarkan matanya lalu dia berusaha memegang barang yang berada di dekatnya tapi tidak bisa. "Iya, kamu benar, aku hantu. Astaga, mengapa bisa seperti ini?"

Calvin menarik napas panjang. Baru kali ini dia melihat hantu dan berkata konyol seperti itu. "Itu berarti ini bukan tempat kamu. Kamu pergi saja. Tempat kamu bukan di alam ini."

"Aku pergi kemana ya? Aku gak tahu. Iya juga, tempat aku bukan di sini. Mengapa aku jadi arwah penasaran begini?" Sosok pria itu menggaruk rambutnya. Dia memang terlihat konyol.

Beberapa saat kemudian Bu Ina datang sambil membawa makanan untuk Calvin. "Kamu makan dulu ya?" Bu Ina menaikkan brankar Calvin agar dia setengah terduduk lalu menyuapinya.

"Mama beneran tidak bisa melihat dia?" Calvin menunjuk sosok pria yang ada di sampingnya.

"Calvin, jangan mengada-ada. Tidak ada siapa-siapa sedari tadi. Di depan juga ada bodyguard, tidak mungkin ada yang bisa masuk." Kemudian Bu Ina mulai menyuapi Calvin.

Calvin menerima suapan demi suapan itu hingga semangkok bubur itu hampir habis.

"Ma, yang mendonorkan jantung buat aku siapa? Aku mau berterima kasih padanya, eh, maksudnya pada keluarganya."

Bu Ina menggelengkan kepalanya. "Identitas pendonor biasanya disembunyikan oleh pihak rumah sakit. Udah, kamu jangan memikirkan apapun. Fokus sama kesembuhan kamu dulu. Untuk sementara kamu juga tidak usah memikirkan pekerjaan, apalagi meladeni fans. Selama masa penyembuhan, kamu harus anteng di rumah saja."

Calvin hanya menganggukkan kepalanya sambil melirik sosok pria yang masih saja berdiri di dekatnya.

Selesai makan, Calvin meminum obat lalu kembali beristirahat.

"Sebentar, Mama keluar dulu." Bu Ina mengangkat panggilan teleponnya yang berbunyi dan keluar dari ruangan Calvin.

"Siapa nama kamu?" tanya Calvin. Dia kini sudah merebahkan dirinya.

"Rifki."

"Aku Calvin."

"Iya, aku sudah tahu. Kamu aktor kan?"

Calvin menganggukkan kepalanya. "Apa kamu gak bisa pergi dari sini?"

Rifki menggelengkan kepalanya. "Apa kamu bisa membantu aku?"

"Kamu lihat, aku masih gak bisa ngapa-ngapain. Kamu mau ambil jantung kamu lagi?"

"Nggaklah. Buat apa aku ambil jantung yang udah ada di tubuh kamu, jasad aku saja sudah tidak ada. Tapi, dimana ya jasad aku? Aku ingat, malam itu aku lembur di pabrik lalu ada orang yang memukulku dari belakang. Setelah itu aku gak ingat apa-apa."

"Itu berarti kamu bukan korban kecelakaan. Ini disengaja, lalu organ kamu dijual."

Rifki mengangkat kedua bahunya. "Aku gak tahu selanjutnya. Tiba-tiba saja semalam aku ada di sini setelah operasi kamu berhasil."

"Jadi kamu mau minta aku usut kasus penjualan organ ini?"

Rifki menggelengkan kepalanya. "Ada yang jauh lebih penting yang harus kamu lakukan terlebih dahulu. Aku ingin kamu menemui Fani."

"Fani? Jangan bilang kamu suruh aku untuk jadi pengganti kamu seperti di film-film yang pernah aku mainkan. Aku gak mau."

"Sebelum aku meninggal, aku udah buat janji sama dia." Rifki kini duduk di sebelah Calvin. "Dia pasti nungguin aku seharian karena sudah sepuluh tahun kita tidak bertemu. Dia adalah cinta masa kecil aku. Aku ingin kamu menemui dia dan bilang kalau aku tidak bisa menemui dia karena ada tugas keluar kota."

"Kamu mau bohongi dia?"

Rifki berdiri dan mengalihkan pandangannya. "Aku gak mau dia sedih. Aku pernah berjanji sama dia, aku akan selalu bersama dia sampai jantung ini berhenti berdetak, dan jantung itu sekarang berdetak di tubuh kamu."

Mendengar cerita Rifki, Calvin merasa kasihan. Dia juga sudah berhutang satu kehidupan pada Rifki.

"Kalau kamu mau, aku ingin kamu meneruskan janjiku untuk selalu bersamanya,” kata Rifki.

"Tapi cinta itu gak bisa dipaksa."

"Untuk selalu bersama itu tidak harus dalam ikatan cinta."

Calvin kini terdiam. Ya, tentu saja dia mengerti maksud Rifki.

.

💕💕💕

Like dan komen ya...

Terpopuler

Comments

Esih Mulyasih

Esih Mulyasih

kasian Rifki... 😭

2024-02-27

0

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

kasian Rifki....dia meninggal karna di pukul orang.... sedih nya

2024-01-26

0

Eika

Eika

Calvin punya cenayang

2023-08-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!