Sejak hari itu Nathan jadi sering datang ke restoran tempat Rianti bekerja, berdalih ada urusan dengan Riki sang manajer restoran dia selalu punya alasan untuk menjahili Rianti.
Nathan merasa nyaman dengan gadis itu, namun sebaliknya tidak bagi Rianti. Setiap kali Nathan datang dia selalu berusaha untuk menghindar, menyibukkan diri dengan pekerjaan di dapur bahkan tidak jarang dia kembali ke pekerjaan awalnya yaitu mencuci piring, padahal sekarang tugasnya sudah bukan di sana.
Namun sayangnya, Nathan selalu punya cara untuk membuat Rianti menemuinya, ingin mengetahui tentang Tiara selalu dijadikan alasan Nathan untuk membuat Rianti menemuinya. Hingga keakraban mereka pun mulai terjalin.
Hingga suatu hari, saat Nathan datang ke restoran untuk mengajak gadis itu makan malam dia dikejutkan dengan berita jika Rianti sudah pulang lebih dulu karena ibunya meninggal dunia.
Tanpa sungkan, Nathan pin mencari tahu alamat Rianti dari data pegawai yang ada di restoran. Dengan segera dia meluncur ke alamat rumah Rianti yang sudah dikantonginya itu.
Kurang dari satu jam akhirnya Nathan menemukan alamat yang dicarinya. Sebuah pemandangan yang menyayat hati membuat hati Nathan mencelos. Sebuah rumah kontrakan yang sangat sederhana, di pemukiman yang cukup padat kini dipenuhi orang- orang. Sebuah bendera kuning pun berkibar di dalamnya.
Nathan memilih untuk menunggu orang-orang yang berada di rumah itu keluar, keadaan gang sempit membuat mereka hanya sekedar menyapa dan menyalami Rianti dan ketiga adiknya sambil menyampaikan ucapan bela sungkawa. Setelahnya merekapun segera keluar dan bergiliran dengan yang lain.
Kumandang adzan magrib terdengar dari mesjid yang ada di area pemukiman itu. Dua orang anak laki-laki keluar dengan baju koko dan kain sarung, di tangannya menenteng sejadah, mereka bersiap untuk ke mesjid.
Tok...tok...tok...
Setelah hari mulai gelap dan rumah itu tampak sepi, Nathan memberanikan diri mengetuk pintu rumah itu. Alangkah kagetnya Nathan saat yang membuka pintu adalah Rianti dengan wajah pucat dan mata yang sembab, gadis yang dia sedang cari. Keadaannya kembali membuat hati Nathan mencelos, gadis yang berbalut mukena itu pun tampak kaget, menatap lekat laki-laki yang sedang berdiri di hadapannya itu dengan tatapan tidak percaya.
"Pak Nathan? Dari mana bapak tahu alamat rumah saya? Ada keperluan apa Bapak ke rumah saya?" bukannya mempersilahkan tamunya masuk, Rianti justru menyambut Nathan dengan beberapa pertanyaan.
"Aku mencarimu ke restoran, aku mendapat alamatmu dari rekan kerjamu di restoran" jawab Nathan dengan pandangan masih tertuju pada gadis berbalut mukena itu.
"Maaf Pak unyuk apa Bapak mencari saya?"
"Kak, ada tamu?" kedua adik Rianti pun datang dan menghentikan obrolan mereka.
Nathan memperkenalkan dirinya dan mau tidak mau akhirnya Rianti membiarkan laki-laki itu untuk masuk ke dalam rumah kontrakan sederhana yang dihuninya.
"Maaf, tempatnya berantakan" ujar Rianti setelah mempersilahkan Nathan duduk dengan alas karpet karena di rumahnya itu memang tidak memiliki kursi tamu.
"Tidak apa-apa" Nathan pun duduk dan mengedarkan pandangannya ke setiap sudut rumah yang langsung terlihat dengan sekali lirikan karena memang tidak terlalu luas. Tanpa sengaja matanya menangkap sebuah lemari kaca yang berada di sudut ruangan. Lemari itu berisi beberapa piala dan juga piagam penghargaan.
"Saya turut berduka cita atas meninggalnya ibu kalian" Nathan memulai obrolan, dia menatap lekat Rianti dan sesekali pandangannya beralih pada kedua adik Rianti yang masih kecil.
"Kalian sekolah kelas berapa?" Nathan mengalihkan pembahasan setelah mendapat respon tentang ucapan bela sungkawanya walau hanya dengan anggukan kepala daei ketiga bersaudara yang duduk di hadapannya itu.
"Saya kelas delapan sekolah menengah pertama dan ini adik saya baru kelas enam sekolah dasar" Andhika, adik pertama Rianti menjawab pertanyaan Nathan.
Ada rasa iba sekaligus peduli di hati Nathan setelah melihat langsung keadaan Rianti dengan kedua adiknya. Kepedulian Nathan bahkan bertambah dengan rasa kagum saat mengetahui jika Rianti ternyata gadis yang berprestasi, bahkan dia sempat berkuliah di jurusan keperawatan namun memilih cuti selama satu tahun ini karena harus bekerja untuk membiayai ibunya yang sakit-sakitan dan kedua adiknya yang masih bersekolah.
Sejak saat itu perhatian Nathan bukan hanya pada Rianty tapi juga kedua adiknya. Dia menawari Rianti untuk kembali kuliah, Nathan pun berjanji akan membantu membiayai sekolah kedua adik Rianti.
Awalnya Rianti menolak, dia merasa tidak punya cukup alasan untuk menerima kebaikan yang begitu besar dari laki-laki yang belum satu bulan ini dikenalnya. Jika itupun dianggap hutang, Rianti yakin tidak akan sanggup untuk membayarnya.
"Aku tulus membantumu dan kedua adikmu, jangan halangi aku untuk mendapat pahala dari kebaikan yang kamu tolak. Bisa jadi ini yang akan menjadi jalanku untuk mendapat Surga-Nya" ujar Nathan setelah berkali-kali dia menerima penolakan dari Rianti saat menawari beasiswa untuk mereka bertiga.
Tak mampu lagi menolak, ditambah lagi keadaan mereka memang sangat membutuhkan. Rianti akhirnya menerima niat baik Nathan untuk membiayai kuliahnya dan juga sekolah kedua adiknya.
Sejak saat itu hari-hari Rianti disibukkan dengan berkuliah dan bekerja. Walaupun Nathan sudah menanggung penuh biaya perkuliahannya tapi dia tidak mau berpangku tangan, Rianti tetap bekerja di restoran sebagai pelayan setelah selesai dengan perkuliahannya.
"Terima kasih orang baik, sudah hadir di saat kami terpuruk. Sampai kapanpun aku tidak akan melupakan kebaikan Pak Nathan untukku dan kedua adikku. Semoga Pak Nathan selalu bahagia" ungkapan yang selalu dikatakan Rianti setiap kali Nathan datang menemuinya, baik di rumah maupun di restoran tempatnya bekerja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Patrish
Nathan... baik...
2024-04-11
0