Di kamar Kamelia.
Tok... Tok... Tok....
Hampir sedari tadi Ramdani mengetuk pintu kamar adiknya.
"Kamelia sayang.... Dek... Ini Abung..." Sesekali dia juga memanggil-manggil.
Namun hampir sepuluh menit memanggil sambil mengetuk pintu kamar, Kamelia tak kunjung menyahuti kakaknya itu. Ramdani mulai merasa panik dan cemas. Bahkan dia menggedor pintu kamar Kamelia dengan keras.
"Adan... Bagaimana?" Tanya papanya yang berhamburan datang ke tempatnya bersama dengan mama dan sahabat papanya itu. Mereka begitu panik karena mendengar panggilan dan ketukan Ramdani yang semakin mengeras sampai ke ruangan tempat mereka asik mengobrol.
"Kamelia tidak menyahuti sama sekali, Pa... Ma..." Ujarnya panik. "Pintu kamarnya pun dikuncinya dari dalam..."
Papa dan mamanya juga panik. Mereka ikut menggedor pintu dan masih saja terus memanggil putri mereka. Sedangkan Idris hanya menonton saja meski raut wajahnya juga terlihat kepanikan.
"Bagaimana kalau Adan dobrak saja pintunya, Pa?" Tanya Ramdani kehabisan akal.
"Sepertinya memang harus begitu, Dan..." Sahut Agung. Rahma hanya menganggukkan kepalanya menyetujui dan menangis karena begitu khawatir.
Ramdani mencoba mendobrak pintu kamar Kamelia beberapa kali dengan sekuat tenaga. Dan pada keempat kalinya, Ramdani berhasil merusak pintu kamar adiknya hingga pintu itu terbuka.
Mata mereka menyapu ke seluruh ruangan, namun alangkah terkejutnya mereka ketika mendapati Kamelia tergeletak tidak sadarkan diri di depan pintu kamar mandi.
"Kamelia...." Seru mereka bersamaan.
Ramdani segera berlari mengejar tubuh adiknya itu dan mengangkatnya ke atas tempat tidur. Wajah Kamelia terlihat memucat dan terdapat lingkaran mata panda di bawah pelipis matanya.
Maya menangis karena begitu mengkhawatirkan putrinya itu. Dia terlihat mengutarakan perasaannya sebagai seorang ibu melihat keadaan Kamelia.
"Adan, adikmu kenapa, nak? Tolong panggilkan dokter Azis segera, sayang." Perintah Maya sambil terus mengusap punggung tangan Kamelia yang berada dalam genggamannya. Dia menatap wajah sendu dan pucat Kamelia yang terbaring lemah di sisi tempat tidurnya itu dengan rasa cemas dan air mata yang berderai.
Ramdani merogoh ponsel yang berada dalam kantong celananya, dan segera menelpon dokter Aziz.
Agung mencoba menenangkan istrinya, padahal dia jauh lebih mencemaskan Kamelia saat itu.
Ya, begitulah hati seorang ayah. Kasih sayangnya, rasa khawatirnya, rasa bangganya tidak akan pernah terlihat di mata siapa pun. Dan do'a-do'a untuk anak dan istrinya tidak akan terdengar oleh siapa pun juga kecuali yang maha Kuasa. Hanya kemarahannya yang terkadang terlihat untuk menampakkan sedikit sikap tegasnya. Dan hanya seorang anak yang dapat mengerti itu.
Terimakasih ayah... You are our hero...
Idris sahabat Agung yang sedari tadi masih berada disana terlihat dengan wajah yang sangat sulit diartikan.
Di atas nakas samping tempat tidur Kamelia terdapat makanan yang sama sekali belum disentuhnya.
"Pa, ada apa dengan putri kita?" Tanya Maya lagi kepada Agung yang masih mendekapnya itu dengan berlinang air mata. Agung tidak menjawab apa pun pertanyaan istrinya. Dia hanya semakin mempererat dekapannya dan memandangi wajah pucat Kamelia.
Selang beberapa saat, dokter yang ditelpon Ramdani datang. Dia masuk ke kamar Kamelia dengan diantar pelayan rumah itu.
"Dokter Aziz... Tolong Kamelia, dok... Ada apa dengan putri kami..?" Agung segera menghampiri dokter yang baru mencapai pintu kamar itu.
"Baik, pak Agung... Bapak tenang ya... Saya akan coba periksa Kamelia dulu." Ujar dokter itu menenangkan Agung yang mulai menampakkan kekhawatirannya.
Dokter Aziz memeriksa Kamelia dengan teliti. Sedangkan mereka menunggu di samping tempat tidur itu dengan harap-harap cemas dan memerhatikan pekerjaan sang dokter.
"Bagaimana, dok?" Tanya Maya tidak sabaran mengetahui keadaan Kamelia ketika dokter itu menyelesaikan pekerjaannya.
"Tadinya saya pikir Kamelia hanya sekedar Dehidrasi, stresh dan kurang tidur. Tetapi sepertinya sudah terjadi proses Implantasi di dalam rahimnya." Tutur dokter paruh baya itu.
"Maksud dokter?" Maya terbelalak tak percaya.
"Iya... Biasanya dalam waktu dua minggu mungkin belum dapat diketahui, tapi ini sudah memasuki waktu ke tiga minggu. Saat ini janin sudah tumbuh dan berkembang di dalam kandungannya." Tutur dokter itu lagi.
"Maksud dokter, Kamelia kecilku hamil?" Tanya Ramdani setengah berteriak karena ketidakpercayaannya terhadap penuturan sang dokter.
"Sepertinya begitu, Dan... Biar lebih jelas, coba periksakan ke dokter kandungan." Ujar dokter itu lagi.
Dokter itu sebenarnya dokter pribadi keluarga Effendi. Dia tahu betul bahwa Agung belum memiliki menantu. Tapi dia berusaha sedatar dan sebiasa mungkin menyikapinya.
"Tidak mungkin..." Agung terhuyung dan terduduk di tepi tempat tidur Kamelia.
"Maaf, pak... Sepertinya Anda coba ikuti saja saran saya. Tapi untuk kondisinya saat ini, saya akan tinggalkan beberapa vitamin." Ujar dokter itu lagi sambil mengemasi peralatannya dan meletakkan vitamin yang dikeluarkannya dari ransel miliknya ke atas nakas samping tempat tidur Kamelia. "Saya rasa tugas saya sudah selesai, saya pamit terlebih dahulu, Pak... Bu Maya... Adan..." Pamitnya, lalu menoleh ke arah Idris sambil menundukkan kepalanya sedikit seolah hendak berpamitan pula kepada Idris yang asing baginya.
Idris menyahuti dengan melakukan hal yang sama dan segera mendekat ke arah Agung yang saat itu sedang terpukul.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
siel(*_*)
sapa yg hamilin Thor masa kemil Thor berarti kemil preman dong Thor...
kek apa seeeh Thor
2021-06-26
1
Tian Siregar
tokcer benwr tu bibit kecebong premannya . sekali aja langsung jd 🤭🤭
2021-04-17
1
Sartini Cilacap
Ternyata Kamelia hamil karena perkosaan
2021-03-24
2