Sejak saat Alice mengusir Aerin, Keadaan perasaannya mulai terguncang. Ada tersilap di hatinya sebuah pemikiran tentang dendam pada Alice. Memang sudah sejak lama, ia merasa dunia itu tak berpihak padanya. Hidup Alice sangatlah beruntung.
Alice gadis yang tak hanya cantik, tetapi juga baik hati dan suka menolong orang, walaupun Alice tak sesempurna itu. Alice itu terlalu polos bahkan terlalu baik, hingga mudah percaya dengan orang lain. Alice selalu di kelilingi oleh keluarga yang selalu menyayanginya, beda dengan dirinya.
Diam-diam Aerin menyembunyikan rahasia besar. Yang Tak semua orang mengetahuinya. Sebenarnya ia bukanlah anak kandung dari konglomerat saingan dari orang tua Alice. Ia hanya anak adopsi dari panti asuhan. Yang mana tak ada yang mengetahui tentang hal itu.
Aerin benci dengan kehidupan aslinya, karena orang tua asuhnya tak pernah menyayanginya dengan tulus. Ia merasa iri terhadap Alice. Tiba-tiba terbesit di hatinya untuk merebut segala nya dari Alice.
Sementara itu, Alice siang itu tengah asyik berberes di ruang manager di Caffetaria sebuah caffe yang mana ia dan Andrew bekerja sama mendirikan caffe tersebut. Ia mencari surat perjanjian kontrak yang di tanda tangani oleh Andrew sendiri. Dan Sejumlah nominal uang milik Andrew.
Rencananya jika, Andrew dan Aerin berani menemuinya di caffe itu. Maka ia akan melontarkan sebuah surat perjanjian dan segera membatalkannya. Semua uang Andrew akan di kembalikannya.
Setelah itu ia menyimpan surat perjanjian itu beserta semua uang milik Andrew di laci meja kerja nya. Saat nya telah tiba, Andrew dan Aerin yang merupakan pasangan fenomenal yang viral sejagad maya telah datang tanpa di undang.
Pasangan viral itu mendatangi caffetaria dan berniat untuk mengambil alih caffe itu secara paksa. Walaupun ia tak memiliki surat yang asli, tapi kali ini ia mengambil paksa untuk memiliki caffe itu. Ia sudah tak mau lagi bekerja sama dengan Alice.
Sebuah mobil mewah datang di depan caffe. Keluarlah Andrew dan Aerin dari mobil. Andrew mengulurkan tangannya untuk menggandeng Aerin sang kekasih pujaan hatinya itu. Aerin pun mengulurkan tangannya dan tangannya mulai menggandeng tangan Andrew. Mereka berdua datang dengan pakaian rapi dan warna yang sama, warna hitam.
Security caffe itu menghalangi mereka masuk. Mereka tak bisa masuk karena tak ada izin dari pemilik asli yaitu Alice Yunchi. Hal itu memicu kemarahan dari Andrew. Andrew terlihat sangat marah. Iaingin sekali menghajar security itu, karena tengah lancang menghentikannya untuk masuk ke dalam caffe itu.
"Eits...kamu mau kemana? Kalian sudah ada izin dari pemilik caffe ini?" tanya Security mencegah mereka.
"Kami tidak perlu izin untuk masuk ke dalam," sahit Andrew mulai marah.
Andrew dam Aerin memaksa tetap ingin masuk ke dalam caffe itu. Tetapi tetap saja security mencegah mereka. Hal itu memicu kemarahan dari Andrew. Andrew menarik kerah baju security itu dan mulai berkata kasar.
"Heh..baru juga menjabat sebagai security sudah belagu banget! Lo harus tahu..Gue itu juga pemilik caffe ini! Karena sebagian sahamnya juga milik gue. Jadi gue bebas dong, datang dan masuk kapan aja di caffe ini!" ujar Andrew sambil mengangkat kerah baju security itu.
Pelayan caffe menyaksikan kejadian itu pun ikut berlari menemui Alice dan mulai melaporkan perilaku Andrew pada security.
Pelayan itu berlari menuju ruangan Alice. Pelayan itu bernama Nies. Nies mengetuk pintu.
Tok..tok..tok..
"Siapa?" tanya Alice di dalam ruangan.
"Saya Nies, bu!" sahut pelayan itu.
"Iya, silahkan masuk!" balas Alice.
Pelanyan itu pun mulai masuk ke dalam ruangan manager. Alice pun bertanya perihal pelayan itu menemuinya.
"Duduklah, ada apa? Apa ada masalah?" tanya Alice.
Pelayan itu pun mulai duduk. Dan ia mulai bercerita.
"Begini bu. Tadi baru saja saya melihat Pak Andrew dan Mba Aerin datang bersamaan. Mereka berdua terlihat bergandengan mesra sedang di depan pintu caffe. Tapi karena perintah dari ibu, yang tidak memperbolehkan Pak Andrew masuk ke sini. Maka dari itu security mencengahnya. Namun Pak Security mau di hajar sama Pak Andrew, bu." jelas Nies si pelayan caffe.
Mendengar hal itu Alice menjadi yakin akan keputusannya itu. Dengan lembutnya, ia menyuruh pelayan itu memperbolehkan Andrew dan Aerin masuk menemuinya di ruangan Manager.
"Ya..sudah, biarkan lah mereka masuk. Dan suruh mereka berdua menemuiku!" perintah Alice.
"Baik, bu." sahut Nies si pelayan caffe itu.
Nies si pelayan caffe itu pun mulai berjalan menemui Andrew dan Aerin dj depan pintu masuk. Sesampainya di sana, ia memerintahkan security untuk memperbolehkan mereka masuk atas perintah boss.
"Pak, kata boss. Biarkanlah mereka masuk dan boss sudah menunggu mereka di sana." ucap pelayan itu berbisik.
"Baiklah, kalian boleh masuk. Kalian sudah di tunggu boss di ruangannya." kata security.
"Nah..gitu dong!" sahut Andrew.
Andrew dan Aerin pun mulai masuk dan menghampiri Alice. Di depan pintu, tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Andrew malah langsung masuk ke dalam ruangan itu di ikuti oleh Aerin.
Kreeeekk
Pintu mulai terbuka. Baru saja pintu terbuka, Andrew pun masuk ke dalam bersama Aerin. Aerin langsung melontarkan sebuah pertanyaan.
"Loh, kami di cegah masuk sih. Bukan kah Andrew juga pemilik caffe ini?" tanya Aerin sambil melipat tangannya.
"Silahkan duduk dulu," sambut Alice pada mereka.
"Ahh...tak usah basa basi deh! cepat serahkan kepemilikan caffe ini padaku!" gertak Andrew pada Alice.
Alice mulai terkejut dengan perkataan Andrew.
"Ow..ow..memangnya kamu siapa bisa perintahkan aku seperti itu?" tanya Alice.
"Aku juga pemilik saham di sini! Aku juga berhak atas caffe ini!" lanjut Andrew.
"Sampai kapanpun, aku tidak akan menyerahkan caffe ini padamu!" balas Alice.
"Alice! Kau wanita yang keras kepala, ya!" bentak Andrew.
"Kenapa? Tidak suka?" ucap Alice.
Alice pun mulai mengeluarkan selembar kertas perjanjian kontrak dan sejumlah uang dan menaruhnya di atas meja.
Srek srek srek..
Alice menyobek kertas perjanjian kontrak itu menjadi potongan kecil dan menghamburkannya ke arah keduanya.
"Perjanjian kontrak kerja sama kita, resmi di batalkan! dan ini semua uangmu. Ambil lah!" kata Alice.
Andrew terlihat sangat marah. Ia mengepal kedua tangannya, muka nya mulai memarah dan mimik muka nya pun berubah. Di mata Andrew hanyalah kemarahan saat itu. Alice telah berani memutuskan kontrak kerja sama bersamanya.
Andrew terdiam dalam kemarahannya. Kemudian Alice mulai menyodorkan sejumlah uang di dalam amplop coklat.
"Nah..Ambil lah uangmu dan segera pergi dari sini! Caffe ini bukan milik kita berdua lagi. Caffe ini milikku seorang. Akulah pemilik asli dari caffe ini!" kata Alice sambil jarinya menunjuk ke arah pintu.
"Sayang...bagaimana dengan ini?" tanya Aerin menyerahkan surat sertifikat kepemilikan yang palsu pada Andrew.
"Kalian lupa? Ini yang asli! Dan itu yang palsu!" sahut Alice sambil memperlihatkan surat sertifikat kepemilikan caffetaria yang asli.
"O..o..rupanya kau pandai sekali Alice Yunchi! Kau penipu! Kau manipulasi kami dengan penyakit mentalmu!" ketus Andrew.
Alice pun tertawa.
Ha..ha..ha..
"Kaulah penipu sebenarnya! Kau tipu aku dengan mulut manis dan rayuan mautmu! Kau jebak aku di cinta sandiwaramu! Padahal saat itu kamu adalah kekasihnya." geram Alice sambil menunjuk ke arah Andrew dan Aerin.
Mereka berdua pun terkejut dengan perkataan Alice.
"Ba..bagaimana kau tahu semuanya?" tanya Aerin mulai kebingungan.
"Lo jahat Aerin! Jahat! Lo tih sahabat munafik yang pernah gue temui! Lo dan lo mulai kotori kamar gue dengan kejadian waktu itu! Lo tuh sadar lo itu sahabat gue! Lo juga kan yang sering menantikan kematian gue! berulang kali Lo merencanakan pembunuhan terhadap gue, tapi tuhan masih sayang sama gue! " murka Alice kepada keduanya.
"Dan untuk sekarang, silahkan kalian keluar dari sini dan pergi dari sini!" usir Alice pada mereka berdua.
Andrew pun mengambil semua uang miliknya dan menyimpannya di tas ransel nya. Andrew mulai berbalik arah dan menggenggam tangan Aerin sembari pergi meninggalkan Alice yang sendiri di ruangan itu.
"Oke! Kami akan pergi dari sini! Ayo Aerin,kita pergi dari sini!" ucap Andrew dengan sangat marah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments