Tahanan Sang MAFIA
Manila-ITALI
——————-
Sphora Restaurant.
Ada sesuatu yang berbeda dari tempat makan yang mendapat predikat sebagai restaurant terbaik dikota Manila, pada malam hari ini. Jika di hari biasanya lobby hingga area parkirnya dipenuhi jejeran mobil mewah pun mahal, kali ini nampak sepi pengunjung. Anehnya lagi, setiap pengunjung yang hendak mampir untuk mengisi perut, diminta agar datang dilain hari. Tentu hal ini mengundang rasa penasaran bagi setiap orang yang ingin masuk ke dalam sana.
“Maaf, restaurant ini sudah di reservasi untuk pertemuan penting”
Hanya kalimat itu yang mereka dengar ketika bertanya alasan dibalik penolakan para pria berbadan besar dengan setelan hitamnya. Sangar-sangar meminta mereka agar mengurungkan niatnya terkhusus malam ini saja.
Sebagian dari mereka menebak-nebak, pejabat atau orang penting mana yang meresvasi restaurant mewah ini. Sebab terasa sedikit mengerikan kala mendapati beberapa bodyguard tengah berjaga dengan mata waspada dibalik kacamata hitamnya. Namun jika saja mereka mendengar nama sang tamu utamanya, pastinya tidak akan merasa heran. Mungkin saja, mereka akan mundur dengan sendirinya tanpa harus diminta.
Sama halnya dengan para staff restaurant yang tengah berjuang keras mempersiapkan segala sesuatunya, demi memberikan pelayanan yang terbaik untuk sang tamu penting malam ini.
“10 menit lagi, tuan LUZ akan sampai”
kalimat ini sontak membuat sang manager restaurant, berlari kocar kacir demi memastikan segala sesuatu benar-benar tersiapkan dengan baik. Panik pun khawatir terlukis jelas diwajah pria bernama Richard. Di cek kembali satu persatu anak buahnya demi memastikan semua berjalan lancar, tak mau jika tamu istimewanya merasa kecewa.
“Lucia, ingat baik-baik apa yang aku ajarkan padamu selama 1 minggu ini. Jangan sampai kau membuat kesalahan” begitu serius mimik wajah Richard, memberi peringatan terakhirnya kepada gadis yang ia tugasnya sebagai waiters utama.
“Aku mengerti tuan Richard, kau sudah mengucapkan kalimat yang sama sebanyak lima kali” dengan santainya sang karyawan berucap tepat didepan cermin sembari mengunyah permen karet, sedangkan Richard hampir frustasi. Entah mengapa ia masih saja merasa khawatir padahal gadis ini merupakan waiters terbaik ditempat ini.
“Jika sampai kau membuat kesalahan, akan aku kuliti kau hidup-hidup” ancamnya lagi, benar-benar ia hampir gila dibuatnya.
Javier Luz Thiago, pria yang menyandang status sebagai orang kaya kedua di itali, datang dan melakukan jamuan makan di restaurant yang Richard pimpin. Siapa yang tidak tahu pria kejam ini, sosok Ceo muda dengan bisnis gelapnya yang tersebar di berbagai negara. Tersohor namanya, tampan tak tersentuh oleh mereka para kaum hawa. Teliti dan begitu terperinci setiap tindakannya, tidak akan memberi toleransi apapun kepada mereka yang berbuat ceroboh.
Pantaslah keringat Richard tak henti mengucur, sebab satu kesalahan yang diperbuat maka kehancuran akan didapat dalam hitungan detik. Bagi seorang Javier, restaurant ini hanyalah bangunan kecil yang bisa dihancurkan dalam satu jentikan jari.
“Oh Tuhanku..” pekik Richard, ketika benda yang tertempel ditelinganya memberi sebuah sinyal.
“Lucia! Lucia! Cepatlah bersiap! Dia sudah sampai! Tuhanku, tolong lindungi aku” Richard berlari keluar, meninggalkan gadis yang masih sibuk menilik parasnya melalui cermin besar.
Lucia Cataline, ialah waiters terbaik di restaurant ini. Kemampuannya dalam melakukan tugas tidak perlu diragukan lagi. Parasnya yang cantik dengan tubuh bak model, senyuman manis seolah membius mereka serta penguasaan bahasa asing, menjadi point plus untuk dirinya. Beberapa pengunjung bahkan mengingat nama gadis itu dengan sangat baik dan meminta agar dilayani olehnya lagi, setiap kali berkunjung. Pejabat bahkan pebisnis dari mancanegara sudah sangat sering ia layani, maka tak heran jika sekarang pun ia merasa santai.
“Aku sedikit penasaran, semengerikan apa pria itu hingga membuat Richard ketakutan” dialognya dengan dirinya sendiri. Tidaklah merasa heran mengapa seorang Lucia begitu santai, sebab ia sendiri tak begitu mengenal nama sang mafia manipulatif itu. Lucia bukanlah lahir sert tumbuh besar di kota Manila, ia berasal dari desa kecil dan datang kemari untuk mengadu nasib.
********
VVIP ROOM
Didalam ruangan yang sengaja ditata sedemikian rupa dengan nuansa light grey, seorang pria duduk dengan gagah pun agung pada kursi yang terletak diujung meja. Kokoh punggungnya yang lebar berotot kekar, bersandar pada kursi. Dilipat naik salah satu kakinya, menyilang sexy dengan satu tangan bertumpu diatasnya. Mata setajam elang itu, menatap fokus ke arah layar IPad, membaca satu persatu laporan yang dikirimkan oleh anak buahnya.
Tepat di sisi kanan maupun kirinya, berdiri pria berbadan besar pun berotot kekar. Sigap kedua bola matanya menelusuri setiap sudut ruangan, dibalik kacamata hitam yang tersangga pada pangkal hidung masing-masing.
Sedangkan deretan kursi lainnya, diisi oleh mereka para rekanan bisnis. Tersanjung pun bangga karena diundang untuk menikmati makan malam bersama salah satu pria tersohor di negeri ini.
“Selamat malam tuan Miguel” membungkuk hormat Richard dihadapan seorang pria dengan tatapan tajam bak katana. Gemetar kedua kakinya meminta ijin untuk menjamu tamu terhormatnya. Tahu betul dengan siapa ia berhadapan sekarang ini.
Miguel Theodor, ialah Sosok pria yang diklaim memiliki mimik wajah datar serta sikap tegas pun bengis seperti tuannya, bahkan melebihi dari itu. merupakan garda terdepan yang harus mereka hadapi ketika hendak bertemu Javier.
“Pastikan tidak ada kesalahan sekecil apapun, jika kau masih menyayangi karir serta nyawamu” aura mengintimidasi menguar, begitu pekat hingga Richard tak mampu membalas tatapan Miguel. Pria dengan kacamata tebal itu hanya mengangguk paham, pun memberi isyarat pada anak buahnya untuk melaksanakan tugas mereka.
Lucia, gadis itu sudah sigap berdiri dibelakang sang manager yang lantas melangkah maju. Sama halnya seperti Richard, menunduk hormat ia dihadapan Miguel yang tengah menatapnya penuh selidik.
“Sial, tatapannya membuat lututku sedikit lemas” gerutu Lucia dalam hati.
Namun ia tak mau terlalu memikirkan hal itu, Lucia tetap berfokus pada tugasnya. Melangkah dengan anggunnya sembari mendorong troli, penuh akan hidangan malam ini. Tujuan pertamanya ialah kursi diujung meja sana, tempat seorang pria dengan postur tinggi tegap duduk penuh wibawa.
“Apakah dia yang bernama Javier?”
“Ternyata Richard tidaklah berbohong. Pria ini benar-benar menakutkan” Lucia berdialog dengan dirinya sendiri.
Langkah demi langkah yang diambil Lucia, perlahan mulai terasa berat seiring ia semakin dekat dengan tujuan. Aura mengintimidasi dari pria ini begitu kuat pun menguar, memenuhi atmosfer. Lucia merasa sesak dan ingin segera menyelesaikan tugasnya.
Namun ada sesuatu hal yang baru Lucia sadari, dan jujur ia terpesona. Tampan, itulah kesan pertama yang muncul dibenak Lucia.
“Dia seperti raksasa” pikirnya lagi, jika tidak salah dalam menebak, tinggi pria ini hampir 2 meter. Lagi, otot-otot kekar itu seolah ingin menyembul keluar. Belum lagi dada bidang serta bahu lebar itu, benar-benar membuat Lucia merinding takut.
Tidak terasa, ia sudah sampai tepat disisi kiri sang mafia. Bau maskulin menabrak Indra penciumannya, hingga sempat membuat jiwa wanita Lucia bergejolak.
“Fokuslah Lucia” pintanya pada dirinya sendiri, sebab tangannya tiba-tiba terasa lemas.
“Selamat malam tuan Luz” sapa Lucia ramah dengan senyum manis, seperti biasanya. Begitu merdu suaranya, berhasil menarik perhatian Javier.
Mata tajam itu kini bertemu dengan tatapan ramah si waiters untuk durasi yang cukup lama. Hingga Lucia yang memilih mengakhirinya, sebab tak kuasa dengan tatapan penuh intimidasi itu. Berbeda halnya dengan Javier, nampak pria itu tak berkedip serta menatap penuh arti.
“Selamat menikmati makan malam anda tuan Luz” kembali Lucia berucap masih dengan ekspresi yang sama.
Javier, pria itu tak bergeming dan tak bersuara. Ekspresinya datar namun tatapan masih belum lepas dari sosok Lucia, bahkan ketika gadis itu sudah menghilang dari balik pintu.
“Gadis yang menarik” gumam Javier dalam hati.
“Miguel..” panggilnya, sigap pria itu mendekat kearahnya.
“Bawa dia kehadapanku setelah ini!” Titahnya mutlak dengan smrik iblisnya.
Tak pernah seorang Javier merasa tertarik dengan wanita manapun, karena baginya mereka hanya pemuas nafsu saja. Namun entah mengapa, kepada Lucia ia tertarik dan begitu penasaran. Atau sederhananya, ia jatuh cinta pada pandangan pertama dengan seorang pelayan restaurant.
Bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
namia khira anderson
awal yg menarik..
2024-08-19
0
레이디핏
Masa sih🤔
2024-06-26
0
Susi Susiyati
mmpir
2024-04-08
0