Terjerat Pernikahan Dengan Wanita Malam

Terjerat Pernikahan Dengan Wanita Malam

Episode 1.Gara-gara hamil duluan

Widia adalah seorang gadis muda lugu berusia 20 tahun. Ia adalah anak semata wayang dari keluarga sederhana di sebuah kampung di daerah Yogyakarta. Dia punya teman-teman yang bandel-bandel. Sering balapan motor liar. Sering ganggu orang di jalanan. Suka mabuk-mabukan. Sampai suatu malam ada salah satu teman laki-lakinya yang mencekoki Widia minum-minuman keras sampai hilang kesadaran. Sebut saja namanya Herman. Teman sepermainan Widia yang usianya selisih tiga tahun lebih tua.

Di saat Widia hilang kesadaran, laki-laki bejad itu pun menodai Widia berulang kali. Hingga beberapa bulan kemudian, Widia pun hamil.

"Akhir-akhir ini kenapa kepalaku sering pusing-pusing ya, terus perut juga sering mual-mual?" ucap Widia dalam hatinya sambil duduk selonjoran di teras depan rumahnya.

Tiba-tiba dirinya merasakan kepalanya pusing lagi. Kemudian perutnya terasa mual dan terasa mau muntah. Seorang Ibu-ibu yang kebetulan lewat, sebut saja namanya Bu Rita si ratu gosip di kampung itu, begitu melihat gerak-gerik Widia, ia pun langsung mengambil gambar Widia secara diam-diam.

"Apa?! Jadi benaran Widia hamil. Bu Rita gak salah lihat kan? Takutnya salah persepsi lagi, kita yang malu," ucap tetangga Bu Rita.

"Saya yakin Ibu-ibu. Dari gerak-gerik dia bisa kelihatan, bahwa dia sedang hamil. Saya juga pernah hamil. Jadi saya tahu gejala-gejala orang hamil seperti apa aja," sahut Bu Rita antusias.

Beberapa orang tetangga Bu Rita pun menganggukkan kepalanya dan saling menatap satu sama lainnya.

"Ini gak bisa di biarkan. Widia harus kita usir dari kampung ini. Kalau di biarkan, takut membawa sial" ujar tetangga Bu Rita yang lain.

"Betul, saya setuju!"

"Saya juga setuju. Ayo, kita laporkan pada Pak RT untuk melabrak rumah Widia!"

"Widia! Keluar kau!" teriak beberapa warga setelah sampai di depan rumah Widia.

Widia dan kedua orang tuanya pun terperanjat mendengar suara teriakan orang-orang di depan rumahnya.

"Tenang Bapak-bapak, Ibu-ibu! Kita bisa bicarakan secara baik-baik," ujar Pak RT lirih.

"Lah, siapa yang teriak-teriak di depan rumah kita, Pak?" ucap ibunya Widia sewot.

"Gak tahu tuh, Mah. Coba kamu lihat, Mah!" sahut ayahnya Widia.

"Biar aku aja yang lihat deh," ujar Widia sambil membuka sedikit gorden rumahnya.

"Kok banyak warga yang teriak-teriak menyebut nama aku sih, Mah, Pah. Ada apa ya?" ujar Widia mulai panik.

"Widia, cepat keluar! Kalau enggak, rumahmu akan kami bakar!" gertak seorang warga.

"Tolong, kalian jangan buat rusuh! Hargai saya sebagai RT di kampung ini!" gertak Pak RT sambil melambaikan tangannya pada para warga.

"Pak, gimana ini? Apa yang harus kita lakukan?" ujar Ibu Widia sambil mengelus-elus dadanya.

"Tenang-tenang, biar Bapak yang temui mereka," sahut ayahnya Widia sambil bergegas membuka pintu rumahnya.

"Mana anakmu, Pak? Suruh dia keluar!" teriak seorang warga.

"Tenang-tenang! Ada apa ini sebenarnya, Bapak-bapak, Ibu-ibu? Kok kalian ramai-ramai datang ke rumah saya dengan teriak-teriak seperti itu."

"Anak Bapak harus pergi dari kampung ini. Kalau enggak, kampung kita akan kena sial," ujar seorang warga membuat ayahnya Widia naik pitam.

"Jaga mulut kamu! Apa maksudnya bicara seperti itu, hah?" gertak ayahnya Widia dengan mata melotot.

"Ayah, sabar!" ujar Widia yang tiba-tiba keluar.

"Akhirnya kamu keluar juga. Pergi kamu dari kampung ini! Berani-beraninya kamu berbuat mesum di kampung ini sampai berbadan dua! Buruan pergi!" gertak seorang warga sambil mendorong tubuh Widia hingga nyaris tersungkur.

Beruntung Ibu Widia segera datang dan menahan tubuh anaknya. "Kalian kesurupan setan apa sih? Ngomong sembarangan aja. Anak saya orang baik-baik. Gak mungkin melakukan perbuatan bejad itu," gertak ibunya Widia.

"Nih saya bawakan tespek. Tes sekarang juga!" ujar seorang Ibu-ibu sambil memberikan sebuah tespek.

Sementara Herman cuma mengawasi gerak-gerik mereka dari kejauhan. Melihat para warga yang terlihat sangat marah, ia pun bergegas naik kembali ke motornya dan menjalankannya dengan kecepatan tinggi.

"Dari pada aku mati di bakar hidup-hidup, mending aku pergi aja deh," gumam Herman sambil terus menyetir motornya.

***

Beberapa saat kemudian, Widia pun meneteskan air matanya sambil memberikan tespek itu ke seorang warga. Ibu Widia pun memeluk erat tubuh anaknya.

"Tuh benar 'kan. Silahkan angkat kaki sekarang juga dari kampung ini, jangan sampai jadi pembawa sial buat kita semua!"

"Kami saja yang pergi, biarkan anak saya tetap di sini," ucap ibunya Widia.

"Ini pasti gara-gara laki-laki bejad itu yang sudah meracuni anak saya dengan minum-minuman keras. Anak saya cuma korban. Tolong jangan usir anak saya!" ujar ayahnya Widia lirih.

"Kita gak mau tahu. Kalian orang tuanya yang pergi atau Widia yang pergi? Hah, tapi Widia yang harus pergi! Percumah kalau dia tetap di sini, kampung kita bisa kena sial nanti!" ujar seorang Bapak-bapak bertubuh gemuk.

"Betul itu, buruan pergi dari kampung ini! Kalau enggak, rumah kalian akan kita bakar!" ujar seorang pemuda berambut gimbal.

***

Saat tengah malam, Widia pun diam-diam pergi dari rumahnya. Ia hendak pergi ke Jakarta.

"Walau aku di kasih waktu sampai besok pagi, tapi sebaiknya aku pergi malam ini saja. Aku gak mau melihat Ayah dan Ibu sedih," gumam Widia sambil berjalan menuju ke arah stasiun kereta yang gak terlalu jauh dari rumahnya. Kebetulan jadwal keberangkatan kereta tujuan ke Jakarta pun segera tiba satu jam kemudian.

***

Sesampainya di Jakarta keesokan harinya, ia malah celingak-celinguk. Dirinya bingung hendak pergi ke mana. Kakinya terus ia langkahkan sambil menggendong tas yang di bawanya. Ketika ia melihat sebuah taman yang belum terlalu ramai pengunjung, ia pun duduk sejenak di taman itu.

"Aduh, aku bingung banget nih. Ke mana aku harus pergi? Aku harus tinggal di mana? Kerja apa?" gumam Widia sambil memijat-mijat kepalanya sendiri.

Tiba-tiba ada seorang laki-laki bertubuh kekar yang menghampiri. Widia pun tercengang dan hendak pergi.

"Mau ke mana, Lho? Berikan barang-barang berhargamu, cepat!" gertak laki-laki itu sambil menodongkan sebilah pisau.

Widia pun tercengang tapi refleks menendang perut laki-laki itu hingga tersungkur. Widia pun bergegas berlari. Laki-laki itu pun naik pitam. Ia pun mengejar Widia.

"Mau ke mana kamu, hah? Berikan barang-barang berhargamu, cepat! Jangan uji kesabaranku," gertak laki-laki itu sambil kembali menodongkan pisaunya.

Widia pun semakin panik. Mau teriak pun rasanya percumah. Suasana di taman itu pun masih sepi. Ada kendaraan yang lalu lalang pun buru-buru dengan urusannya masing-masing.

Widia pun bergegas berlari ke arah jalan besar. Namun laki-laki itu nekad menarik tangan Widia dan mengambil tas yang di gendongnya.

"Lepasin!" teriak Widia.

Namun laki-laki itu seperti kesetanan, ia merampas paksa tas gendong Widia. Sampai akhirnya tas itu berhasil di ambil, tapi Widia terpeleset ke jalan aspal hingga tak sadarkan diri dan bersimbah darah, terutama di bagian perutnya yang sedang mengandung. Laki-laki itu pun panik dan bergegas pergi meninggalkan Widia.

***

Beberapa saat kemudian, datanglah sebuah mobil pribadi berwarna silver. Mobil itu pun berhenti dan seorang Ibu yang mengemudi pun bergegas keluar dari mobilnya.

***

"Di mana aku?" ujar Widia yang baru sadar sambil mengucek kedua bola matanya.

"Akhirnya kamu sadar juga, Nak. Kamu Ibu temukan tergeletak di pinggir jalan dan bersimbah darah di bagian bawah perut, terus Ibu bawa ke rumah sakit. Apakah kamu sedang hamil, Nak?" ujar seorang Ibu paruh baya membuat Widia terperanjat sambil mengusap-usap perutnya yang terasa sudah gak berisi.

"Tidaaak! Aku sudah keguguran!" teriak Widia histeris. Ibu itu pun menenangkan Widia.

Hingga akhirnya Widia dan Ibu itu pun ngobrol panjang lebar. Sampai akhirnya Widia pun di tawari sebuah pekerjaan.

"Apa?! Jadi SPG bisa dapat penghasilan sebesar itu. Iya saya mau banget, Bu," ujar Widia antusias.

"Baik, besok kamu ikut saya!" sahut Ibu paruh baya itu.

***

"Kenapa Ibu tega bohong pada saya? Katanya saya bakal kerja jadi SPG. Kok malah jadi PSK, sih," ujar Widia sambil meneteskan air matanya.

"Gak usah banyak komplen kamu. Dari pada kamu mati. Masih mending kerja seperti ini. Ingat, jangan coba-coba kabur dari sini! Kamu sudah berhutang budi pada saya. Kalau berani kabur, saya bunuh kamu! Camkan itu!" ujar Ibu itu sambil bergegas pergi meninggalkan Widia.

"Bu, tunggu! Saya mau pulang aja! Kalau saya harus ganti rugi, berapa harus membayar kerugian itu?" rengek Widia sambil memegang erat tangan Ibu itu yang biasa di panggil Mamih oleh para PSK di kawasan itu.

"5 juta. Apakah ada uang segitu sekarang, hah? Gak ada, kan. Sudahlah, kamu gak usah bayar sepeser pun. Asal mau bekerja untuk saya sebagai PSK. Cewek secantik kamu itu bakal di bayar mahal. Kamu juga bakal dapat uang banyak. Pulang kampung bakal bawa mobil mewah dan uang banyak. Keluarga kamu pasti bakal bangga. Masa di kasih kerjaan enak duit gede gak mau sih. Jangan munafik ya," gertak ibu itu yang bernama Mamih Clarisa.

"Saya gak mau jadi PSK, Mih. Walau uangnya gede saya mau pulang aja dari pada harus jadi PSK," teriak Widia hendak pergi. Namun Robert salah satu orang kepercayaan Mamih Clarisa sigap menarik tangan Widia.

"Mau ke mana kamu cantik? Mamih Bos. Ada calon aset baru ya. Wih, cantik sekali. Pasti tamu-tamu kita bakal bayar mahal ini," sahut Robert sambil mencubit gemas pipi Widia. Namun Widia mengibaskan tangan Robert.

"Iya, bawa dia ke dalam. Suruh layani para tamu kita yang sudah menunggu! Ingat, jangan sampai dia kabur!" ujar Mamih Clarisa sambil bergegas pergi meninggalkan mereka.

"Ayo, ikut! Seperti biasa, sebelum di kasih ke tamu. Saya yang harus cicipi dulu setiap penghuni baru di sini, hahahaha," ujar Robert sambil menarik paksa tangan Widia menuju ke sebuah kamar.

Widia pun terpaksa melayani laki-laki bejad itu. Setelah itu dia di suruh melayani para laki-laki hidung belang yang lainnya. Hingga satu minggu berlalu, Widia pun merasa kecapean dan minta izin istirahat satu hari itu.

"Sebelum satu bulan, gak ada yang namanya libur. Paham!" gertak Mamih Clarisa.

"Tapi saya capek banget, Mih. Masa setiap hari harus melayani sepuluh tamu lebih, sih. Tolong izinkan saya libur hari ini saja," rengek Widia.

Namun Mamih Clarisa tetap gak peduli. Robert pun bergegas membawa Widia ke ruangan tunggu para tamu.

Mita salah satu senior Widia, melihat keadaan temannya yang sudah kecapean itu, ia pun berinisiatif untuk membantu Widia kabur saat Mamihnya sedang di kamar mandi.

***

"Ayo, aku bantu kamu kabur dari sini! Mamih memang kejam. Apalagi kamu di anggap aset oleh Mamih. Gak bakal kamu di lepasin dari sini!" ujar Mita seniornya Widia.

"Terus kalau ketahuan bagaimana, Kak?"

"Udah, itu urusanku. Buruan kamu pergi sekarang lewat pintu belakang!"

Widia pun bergegas pergi meninggalkan Mita walau terasa berat. Baru mau melangkah, tiba-tiba tiga orang penjaga datang.

"Wey, sedang apa kalian di sini?" gertak Robert.

"Ayo, buruan pergi!" teriak Mita.

Widia pun bergegas berlari meninggalkan Mita dengan mata berkaca-kaca.

PLAKK! PLAKK!

"Dasar pengkhianat! Ayo, ikut saya temui Mamih! Kamu bakal dapat hukuman," gertak Robert sambil menarik tangan Mita menuju ke ruangan Mamih Clarisa.

Sementara Widia terus berlari dan di kejar dua orang penjaga. Saat sampai di persimpangan jalan, Widia nyaris tertabrak sebuah mobil pribadi berwarna merah.

"Aaaaa!"

TUUUT!

Suara klakson pun di bunyikan dengan keras. Namun Widia malah menutup mukanya dengan kedua belah tangannya. Tiba-tiba muncul dua orang penjaga dan bergegas menarik tangan Widia.

"Rupanya di sini kamu. Ayo, ikut pulang! Layani para tamu lagi," ujar seorang penjaga.

"Lepasin! Mas, tolong saya! Saya gak mau di jadikan PSK lagi!" teriak Widia sambil mengibaskan tangan para penjaga atau pengawal Mamihnya itu.

"Wey, lepasin dia!" gertak laki-laki itu. Sebut saja namanya Lukman.

"Mau jadi pahlawan kau!" gertak seorang pengawal sambil mengepalkan tangannya.

Akhirnya terjadilah pertarungan sengit antara mereka. Dua lawan satu. Namun para pengawal itu berhasil di lumpuhkan dan melarikan diri.

Sampai akhirnya Lukman pun mengajak Widia dan menyuruhnya istirahat di sebuah hotel. Lukman pun membelikan Widia sebuah handphone dan beberapa baju ganti, setelah Widia cerita tentang kejadian yang menimpa dirinya.

"Apa ini gak terlalu berlebihan, Pak?" ucap Widia lirih.

"Ssst, jangan panggil saya Bapak. Belum jadi Bapak juga. Panggil saja saya Lukman. Sebaiknya kamu istirahat aja ya. Saya tinggal dulu. Besok kita ngobrol-ngobrol lagi," ujar Lukman sambil bergegas pergi meninggalkan Widia.

Terpopuler

Comments

Dehan

Dehan

hallo kak.. salam kenal

2023-08-15

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!