15. Kedatangan Keluarga Syahla

"Om Suami, saya bisa jelasin. Saya sama Kak Rama beneran nggak ada hubungan apa-apa. Kebetulan saja Kak Rama itu ketua organisasi Persma, jadi dia baik ke saya karena saya juniornya." beber Syahla panjang lebar.

"Oh.." Ustadz Amar hanya menjawab datar.

"Sumpah, Om Suami! Saya itu juga baru ketemu kemarin, dan tadi waktu dia mau ngajak saya pulang bareng juga bukan saya yang minta!" Syahla merasa frustasi karena suaminya tampak belum puas dengan penjelasannya.

"Iya, Dek Lala.." sarkas Ustadz Amar.

Syahla mendelik. "Kok, Om Suami nyindir saya begitu sih?"

"Siapa yang menyindir?" kilah Ustadz Amar. "Saya cuma memanggil kamu dengan panggilan kesayangan. Kenapa? Kamu nggak terima panggilan kesayangan Kak Rama padamu saya pakai?"

"Bukan begitu.." Syahla menghembuskan napas. "Kak Rama sendiri yang minta sama saya buat manggil itu. Lagian kan saya nggak enak kalau mau nolak. Soalnya saya sudah pinjam laptopnya buat nugas."

"Sebentar," ucapan Syahla membuat Ustadz Amar seketika menghentikan mobilnya. Hal itu membuat badan Syahla condong ke depan dan kepalanya hampir menyundul dasbor mobil.

"Om Suami! Kenapa sih ngerem mendadak?"

"Maaf, tapi sekarang ada yang lebih penting. Tadi apa kamu bilang, kamu pinjam laptopnya Rama?" Ustadz Amar menghadapkan badannya pada Syahla meminta penjelasan.

Syahla menganggukkan kepala sambil mengusap-usap jidatnya. "Iya, soalnya kan laptop saya rusak, dan saya punya tugas presentasi minggu depan. Jadi, saya pinjam laptopnya deh,"

Ustadz Amar kembali menghadapkan badannya ke depan sambil menghela napas menahan marah. "Kenapa kamu harus pinjam ke dia sih?"

"Terus, saya harus pinjam sama siapa dong? Teman-teman saya yang lain laptopnya masih dipakai semua, dan kalau nunggu laptop saya bener dulu bakalan lama banget! Nggak sempat!"

Ustadz Amar memandang Syahla sambil menunjuk dirinya sendiri. "Kamu nggak menganggap saya ada ya?"

Syahla ternganga. Sejujurnya, dia sama sekali tidak kepikiran hal itu. Pikirannya langsung berputar cepat mencari alasan.

"Ya kan.. Siapa tahu laptop Om Suami masih dipakai.."

"Memangnya kamu sudah tanya?"

Syahla menelan ludahnya, kemudian menggelengkan kepala takut-takut.

"Saya nggak mau tahu, Syahla. Besok, laptop itu sudah harus kembali ke pemiliknya. Saya nggak mau lihat kamu ada urusan pinjam meminjam lagi sama Rama,"

"Tapi kan—"

"Nggak ada tapi," Ustadz Amar berkata tegas. "Saya tahu kamu mungkin belum bisa menerima pernikahan kita. Tapi, berhubungan dengan lelaki lain saat kamu sudah punya suami itu kesalahan besar, Syahla."

Syahla menundukkan kepalanya. "Maaf.."

"Kali ini saya maafkan. Sebagai wanita, kamu harus berhati-hati dengan tipu muslihat laki-laki. Tidak semua orang itu baik. Dan tidak ada lelaki yang bisa kamu percaya selain ayahmu, kakakmu dan suamimu sendiri."

Syahla masih menundukkan kepalanya. Ia sadar kalau Ustadz Amar benar-benar marah, terlihat dari nada suaranya yang tegas dan hembusan napasnya yang memburu. Bagaimanapun, dia memang bersalah kali ini.

Perjalanan dilanjutkan dengan keheningan di antara mereka. Di tengah keheningan itu, ponsel Syahla berdering.

"Halo, Assalamu'alaikum? Iya.... Sehat, Alhamdulillah.. Oh ya?.... Oke, datang saja.... Iya.... Waalaikumsalam...."

Ustadz Amar melirik curiga setelah Syahla menutup telepon. "Siapa yang telepon? Rama lagi?"

"Bukan," Syahla menunjukkan riwayat teleponnya. "Umi yang nelepon. Katanya mereka bakalan datang ke rumah kita hari ini,"

"Mereka?" dahi Ustadz Amar berkerut.

"Iya.. Umi, Mas Sahil, Mbak Hafsa, Aisha. Mereka mau datang ke Jakarta, dan sekarang sudah dalam perjalanan menuju ke sini."

"Oh.." Ustadz Amar menganggukkan kepalanya mengerti.

Beberapa saat, tidak ada obrolan lagi sampai mereka menyadari sesuatu. Sepertinya, pikiran mereka berdua memiliki topik yang sama disaat yang sama, karena setelah tersadar, mereka saling menatap dengan mata terbelalak.

"MEREKA MAU KE RUMAH KITA?!" teriak pasangan suami-istri itu kompak.

...----------------...

Sesampainya di rumah, mereka berdua sudah sepenuhnya lupa dengan perdebatan mereka sebelumnya di dalam mobil. Mereka berlari dengan panik menuju kamar masing-masing.

"Taruh semua baju sampeyan di kamar saya!" Syahla berteriak.

"Kenapa harus di kamar kamu?"

"Kamar saya kan lebih besar! Udah, cepetan deh!" Syahla yang sudah panik langsung mendatangi kamar Ustadz Amar dan meraih semua baju suaminya dari dalam lemari. Ustadz Amar mengikuti sambil membawa barang-barang yang lain.

"Foto! Foto nikah! Fotonya belum dipajang!" Syahla menunjuk dinding ruang tamu yang kosong. Ustadz Amar menurut, langsung mengambil paku dan palu, memasang pigura besar itu.

"Cincinku dimana ya?" Syahla menggeledah lemarinya dengan panik. Dia harus memakai cincin itu supaya keluarganya tidak curiga. Tapi, kemana dia menyimpannya terakhir kali?

Sedang sibuk-sibuknya mencari, Ustadz Amar muncul dari luar dan langsung meraih tangan kiri Syahla. Memasukkan benda bundar itu di jari manis sang istri.

"Oh? Kok bisa sama Om Suami sih?"

"Dasar ceroboh," Ustadz Amar menyentil dahi Syahla pelan. Bibir Syahla mengerucut kesal, tapi ia tidak bisa protes karena memang benar dialah yang ceroboh sampai tidak tahu cincin kawinnya sudah lama disimpan Ustadz Amar.

"Oh ya," Ustadz Amar mengangkat telunjuknya. "Panggilan Om Suami itu, diganti dulu untuk sementara."

Dahi Syahla mengernyit. "Kenapa?"

Ustadz Amar berkacak pinggang. "Mana ada istri memanggil suaminya pakai 'om'?"

"Terus, apa dong?"

"Sayang," Ustadz Amar menjentikkan jarinya. "Cukup sampai mereka pulang saja." sambung Ustadz Amar saat melihat wajah keberatan istrinya.

Sore harinya, keluarga Syahla benar-benar datang. Dengan terharu, Syahla memeluk mereka satu persatu.

"Aisha.." Syahla menggendong keponakannya dengan gemas. "Apa kabar cantiknya onty?"

"Onty.. Onty.." oceh Aisha. Perkataannya memang belum jelas, tapi justru itu letak kelucuannya.

Umi Zahra mengeluarkan berbagai macam oleh-oleh, ada makanan sampai perabotan rumah. Syahla sampai kewalahan menerima semua pemberian uminya itu.

"Umi datang ke sini saja Syahla sudah seneng. Kenapa sampai bawa barang-barang sebanyak ini sih?"

"Duh, Umi tuh nggak enak sama suamimu Nduk. Dia sudah membeli rumah dan semua perabotannya untuk kamu. Masa kita nggak ngasih apa-apa sih?"

Ustadz Amar tersenyum. "Saya tidak masalah dengan itu, Umi. Umi tidak perlu repot-repot."

"Udah, nggak repot kok," Umi Zahra mengibaskan tangannya.

Syahla menatap sang ibu dengan mata terharu. "Tapi Umi beneran sehat, kan? Selama perjalanan kesini Umi nggak papa?"

"Nggak apa-apa Nduk," Umi Zahra mencubit gemas pipi putrinya. "Umi sekarang sudah sehat."

Syahla menghela napas lega. Umi Zahra memang didiagnosis menderita sakit jantung, dan itu mengakibatkan tubuhnya lemah dan sulit beraktivitas. Untunglah, setelah keluar-masuk rumah sakit puluhan kali, Umi Zahra bisa melakukan aktivitasnya dengan normal kembali, meskipun masih harus mengonsumsi obat-obatan. Kedatangan Umi Zahra ke Jakarta juga berarti sebuah kemajuan besar, karena sebelumnya Umi Zahra bahkan tidak bisa keluar rumah terlalu lama.

"Oh iya Nduk, Abah titip salam. Katanya salam kangen. Abah sebenarnya pengen ikut ke sini, tapi nggak bisa karena ada urusan di pesantren."

Syahla mengangguk mengerti. Dia paham betul dengan sifat Abah yang sangat mengutamakan santri-santrinya. Apalagi sekarang jumlah santri di Ponpes Darul Quran semakin meningkat pesat, jadi Abah Baharuddin berusaha untuk membuat semua santri itu mendapatkan pengajaran yang terbaik.

Setelah memuaskan rasa rindu mereka, Syahla mengajak keluarganya untuk makan malam. Menu makan malam itu tentu saja bukan Syahla yang membuat, melainkan Ustadz Amar yang memang sangat jago dalam hal masak-memasak.

"Banyak sekali yang dimasak," Umi Zahra berdecak kagum. "Umi nggak tahu kalau kamu bisa memasak seenak ini Nduk,"

"Pasti bukan Syahla Mi yang masak," sahut Gus Sahil. "Mana bisa anak manja itu masak? Paling-paling dia cuma ikut melihat Ustadz Amar yang sibuk di dapur,"

Syahla merengut. Memang benar sih omongan Gus Sahil, tapi tidak harus diucapkan segamblang itu kan?

Gus Sahil menjulurkan lidahnya saat Syahla menatapnya dengan tatapan tajam.

"Eh? Kenapa ada lakban?" ucapan Hafsa membuat fokus semua orang teralih. Ternyata Aisha baru saja mengeksplor seluruh ruangan di rumah itu dan di tangannya tertempel beberapa benda hitam.

"Lantainya memang dilakban ya?" Mata Gus Sahil mengikuti garis hitam di tengah ruangan yang ternyata memanjang dari ujung ke ujung. "Buat apa?"

Syahla dan Ustadz Amar otomatis saling pandang. Gawat! Mereka lupa!

Terpopuler

Comments

Ning Mar

Ning Mar

ketahuan kan...he he

2023-11-24

0

Mamax Garissa

Mamax Garissa

🤣🤣🤣🤣

2023-10-26

0

LiMa

LiMa

🤣🤣🤣🤣

2023-10-15

0

lihat semua
Episodes
1 1. Kena Hukuman
2 2. Partner Of Crime
3 3. Munafik!
4 4. Penyelamat
5 5. Pulang Ke Rumah
6 6. Menikah?
7 7. Ayo Menikah!
8 8. Sah!
9 9. Pindah ke Apartemen
10 10. Om Suami
11 11. Masuk Organisasi
12 12. Alergi
13 13. 'Suami Tidak Pernah Marah Pada Istri'
14 14. Dia Om Saya!
15 15. Kedatangan Keluarga Syahla
16 16. Istri Yang Sempurna
17 17. Naik Kereta Gantung
18 18. Gosip
19 19. Diantar Kak Rama
20 20. Kamus Bahasa Wanita
21 21. Toxic
22 22. Ngelabrak!
23 23. Sakit Tipes
24 24. Saya Kan Pasien!
25 25. Kak Anne Hamil
26 26. Adegan Romantis
27 27. Ready! Action!
28 28. Kalau Saya Suka Kamu, Gimana?
29 29. Malu Banget!
30 30. Bertemu Kak Anne
31 31. Saya Nggak Akan Cemburu
32 32. Om Suami Selingkuh?
33 33. Mama Mertua
34 34. Saya Cemburu!
35 35. Seratus Hari Pernikahan
36 36. Sakit?
37 37. Masakan Syahla
38 38. Saya Suaminya Syahla
39 39. Kak Rama Menyerah
40 40. Pulang Ke Rumah Mertua
41 41. Bulek
42 42. Masa Lalu Bulek
43 43. Pergi Ke Al-Raudhah
44 44. Apa Istimewanya Suamimu?
45 45. Penyelesaian Yang Sederhana
46 46. Rumah Ternyaman
47 47. Kembali ke Jakarta
48 48. Mas Sayang
49 49. Badai (1)
50 50. Badai (2)
51 51. Istri Anda yang Menggoda Saya
52 52. Hari Esok Akan Lebih Baik
53 53. Maafkan Saya
54 54. Tidak Ada Bukti
55 55. Konferensi Pers
56 56. Pengakuan Kak Rama
57 57. Cucu yang Dibanggakan
58 58. Pengakuan Kak Anne
59 59. Diculik?
60 60. Kabur!
61 61. Tertangkap
62 62. Damai
63 63. Bersiap Untuk Berpisah
64 64. Ustadz Amar Pergi
65 65. Harapan
66 66. Selamat Ulang Tahun
67 Pengumuman-Pengumuman
68 67. Orang-orang baru
69 68. Kunci Sebuah Hubungan
70 69. Sayang Jangan Marah-Marah
71 70. Intropeksi
72 71. Aku Sudah Menikah
73 72. Rencana Naik Gunung
74 73. Naik Gunung
75 74. Puncak
76 75. Turun Gunung
77 76. Mas Suami Pulang
78 77. Tamu Tak Diundang
79 78. Aku Bapaknya!
80 79. Semoga Selamat Sampai Tujuan
81 80. Kedatangan Dasha
82 81. Menjemput Suami
83 82. Kita Cerai
84 83. Pulang
85 84. Jaga Jarak
86 85. Hamil?
87 86. Boleh Duduk Di Sini?
88 87. Keputusan Besar
89 88. Anything For You
90 89. Aku Gendut!
91 90. Tanda-tanda Melahirkan
92 91. Lahir!
93 92. Muhammad Khalid Ibnu Ammar
94 93. Keluarga Bahagia
95 94. Happy Ending
96 Novel baru
97 Permaisuri Pengganti
Episodes

Updated 97 Episodes

1
1. Kena Hukuman
2
2. Partner Of Crime
3
3. Munafik!
4
4. Penyelamat
5
5. Pulang Ke Rumah
6
6. Menikah?
7
7. Ayo Menikah!
8
8. Sah!
9
9. Pindah ke Apartemen
10
10. Om Suami
11
11. Masuk Organisasi
12
12. Alergi
13
13. 'Suami Tidak Pernah Marah Pada Istri'
14
14. Dia Om Saya!
15
15. Kedatangan Keluarga Syahla
16
16. Istri Yang Sempurna
17
17. Naik Kereta Gantung
18
18. Gosip
19
19. Diantar Kak Rama
20
20. Kamus Bahasa Wanita
21
21. Toxic
22
22. Ngelabrak!
23
23. Sakit Tipes
24
24. Saya Kan Pasien!
25
25. Kak Anne Hamil
26
26. Adegan Romantis
27
27. Ready! Action!
28
28. Kalau Saya Suka Kamu, Gimana?
29
29. Malu Banget!
30
30. Bertemu Kak Anne
31
31. Saya Nggak Akan Cemburu
32
32. Om Suami Selingkuh?
33
33. Mama Mertua
34
34. Saya Cemburu!
35
35. Seratus Hari Pernikahan
36
36. Sakit?
37
37. Masakan Syahla
38
38. Saya Suaminya Syahla
39
39. Kak Rama Menyerah
40
40. Pulang Ke Rumah Mertua
41
41. Bulek
42
42. Masa Lalu Bulek
43
43. Pergi Ke Al-Raudhah
44
44. Apa Istimewanya Suamimu?
45
45. Penyelesaian Yang Sederhana
46
46. Rumah Ternyaman
47
47. Kembali ke Jakarta
48
48. Mas Sayang
49
49. Badai (1)
50
50. Badai (2)
51
51. Istri Anda yang Menggoda Saya
52
52. Hari Esok Akan Lebih Baik
53
53. Maafkan Saya
54
54. Tidak Ada Bukti
55
55. Konferensi Pers
56
56. Pengakuan Kak Rama
57
57. Cucu yang Dibanggakan
58
58. Pengakuan Kak Anne
59
59. Diculik?
60
60. Kabur!
61
61. Tertangkap
62
62. Damai
63
63. Bersiap Untuk Berpisah
64
64. Ustadz Amar Pergi
65
65. Harapan
66
66. Selamat Ulang Tahun
67
Pengumuman-Pengumuman
68
67. Orang-orang baru
69
68. Kunci Sebuah Hubungan
70
69. Sayang Jangan Marah-Marah
71
70. Intropeksi
72
71. Aku Sudah Menikah
73
72. Rencana Naik Gunung
74
73. Naik Gunung
75
74. Puncak
76
75. Turun Gunung
77
76. Mas Suami Pulang
78
77. Tamu Tak Diundang
79
78. Aku Bapaknya!
80
79. Semoga Selamat Sampai Tujuan
81
80. Kedatangan Dasha
82
81. Menjemput Suami
83
82. Kita Cerai
84
83. Pulang
85
84. Jaga Jarak
86
85. Hamil?
87
86. Boleh Duduk Di Sini?
88
87. Keputusan Besar
89
88. Anything For You
90
89. Aku Gendut!
91
90. Tanda-tanda Melahirkan
92
91. Lahir!
93
92. Muhammad Khalid Ibnu Ammar
94
93. Keluarga Bahagia
95
94. Happy Ending
96
Novel baru
97
Permaisuri Pengganti

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!