Petualangan Mistis Arkan
Arkan Al-Ghazali pemuda tampan berusia 17 tahun itu harus terpaksa meninggalkan bandar kota dan kembali ke kampung halaman milik kakek dan nenek, usai kebangkrutan keluarganya lantaran di tipu oleh teman dekat sang ayah.
Dengan menggunakan bus, keluarga Arkan yang beranggotakan 3 orang, yakni ayah, ibu, serta Arkan sendiri melakukan perjalanan menuju sebuah desa pelosok yang jauh dari keramaian kota.
Jumlah penumpang bus mencapai 40 orang berserta sang supir melaju dengan kecepatan sedang. Jam saat ini menunjukkan pukul 11 malam, kondisi jalanan tampak gelap dan sepi sebab bus sudah masuk ke area jalan tak ada tanda-tanda kehidupan alias tidak ada pemungkiman penduduk.
Arkan yang masih terjaga hanya menatap keluar jendela. Dunianya seakan hening, peristiwa yang di alami keluarganya telah membuat Arkan diam seribu bahasa.
Tiba-tiba bola mata Arkan menangkap sebuah tangan yang melambai dari dalam semak-semak. Arkan terus melihat ke belakang, ia ingin memastikan apakah yang ia lihat benar atau hanya halusinasi semata.
"Siapa itu? Mengapa setelah di liat lagi gak ada?" Dengan nada pelan Arkan di serang rasa penasaran, namun tak ada seorangpun yang bisa ia mintai jawaban, lantaran semua mata penumpang tertutup rapat. Mereka semua terlelap dalam nyenyaknya tidur.
"Apa aku cuman halusinasi aja ya." Pikir Arkan masih setengah tak yakin dengan apa yang barusan di lihat.
"Kayaknya emang iya, lagian mana ada orang yang berani masuk ke dalam semak-semak di tengah malam kayak gini. Gak mungkin ada orang segabut itu ngumpet di semak-semak malam-malam lagi." Tutur Arkan.
Mata elang Arkan kembali fokus menatap ke depan, tak melirik ke jendela sama sekali.
Di bus terjadi keheningan. Bagaimana tidak, semua penumpang tengah tertidur dengan pulas.
Ciiiiiiiittt
Tiba-tiba bus mengerem mendadak, semua penumpang yang terlelap dalam nikmatnya tidur terjaga dan terkejut.
"Kenapa Pak supir, kok ngerem mendadak?" Salah satu penumpang mengajukan pertanyaan.
"Tidak ada apapun, semuanya aman, tapi...."
Perkataan Pak supir tiba-tiba terpotong. Semua orang penasaran dan merasa ada yang janggal.
"Tapi apa Pak?" Tanya Ilyas, ayah Arkan.
"Sebentar lagi kita akan memasuki jalanan seram yang sering memakan korban jiwa. Saya mohon pada semua penumpang jangan panik apalagi berbicara, karena takut mengganggu ketenangan penghuni jalan itu." Peringatan kernet pada semua penumpang.
Penumpang-penumpang yang mendengar langsung tutup mulut, tak ada lagi yang mengeluarkan suara walau sepatah katapun.
Mata mereka yang tadinya kantuk seketika terbuka lebar, rasa kantuk itu menghilang tanpa aba-aba.
Pak supir kembali melajukan bus dengan kecepatan rendah, dengan pelan-pelan bus mulai memasuki jalanan seram dan terbilang angker yang tidak memiliki penerangan tersebut.
Semua mulut penumpang tertutup rapat, dalam hati mereka membaca doa agar mereka bisa melintasi jalanan itu dengan selamat dan sampai tujuan tanpa ada kekurangan barang sedikitpun.
Sejak bus memasuki jalan angker, Arkan dapat merasakan hawa tak nyaman yang melanda sekitar. Namun mulut Arkan tetap diam dan tidak bisa berbuat banyak.
Dengan pelan-pelan bus semakin dalam melaju melintasi jalanan angker.
Arkan bergetar ketakutan saat area gelap di kanan dan kiri penuh dengan sinar mata tajam berwarna merah. Arkan tak berani mendongak, ia pejamkan mata dan terus komat-kamit membaca doa agar sang pencipta melindunginya dan juga semua orang yang berada di dalam bus.
Arkan melirik ke arah penumpang namun mereka terlihat baik-baik saja seperti tidak terjadi apapun.
"Kenapa semua orang diam aja, apa mereka tidak melihat sinar merah di kegelapan itu." Batin Arkan tercengang luar biasa.
Tak ada reaksi apapun yang di tunjukkan para penumpang, pandangan mereka masih tetap menatap ke depan.
Ketakutan melanda Arkan seorang. Pemuda berusia remaja masih duduk di bangku kelas 11 tergemap oleh keadaan yang tidak kondusif.
"Masa iya di sini cuman aku seorang yang dapat melihat kejanggalan ini." Batin Arkan bertanya-tanya.
Di tengah keramaian Arkan mendadak panik dan takut, untuk melapor pada orang tua beserta para penumpang entah mengapa lidahnya terasa keluh. Alhasil Arkan menyembunyikan segalanya sendiri.
Refleks Arkan menaikan kaki saat tiba-tiba ia merasakan ada sebuah tangan berkuku panjang memegangi kakinya.
Dengan ragu-ragu Arkan melihat ke bawah yang gelap, ia tak dapat melihat siapa yang berada di bawah karena terhalangi gelapnya malam.
"Ada apa nak?" Risma, ibu Arkan menyadari keanehan dari putra tunggalnya tersebut.
Wajah pucat pasi itu terangkat, merekahkan senyum guna mencairkan suasana."E-enggak kok bun, gak ada apa-apa, cuman kesemutan doang."
Dalam keadaan tak memungkinkan, Arkan masih sempat-sempatnya tersenyum. Ia pendam semua kejadian tak terduga di dalam hati, meski berat tapi tetap pemuda itu lakukan.
Risma tidak memperpanjang hal itu, mulutnya kembali tertutup rapat, teringat jelas peringatan kernet bus.
"Ada yang gak beres ini." Batin Arkan menegang, keringat-keringat dingin jatuh bercucuran di malam sejuk.
"Gimana caranya aku bilang sama semua orang kalau ada yang gak beres di sini." Batin Arkan menatap bergantian satu persatu penumpang yang diam sehingga terjadi keheningan terbilang mencekam. Raut wajah penuh kecemasan membungkus rapih ke tubuh pemuda kehilangan aset berharga karena perbuatan manusia sempat di beri kepercayaan.
Arkan tak berani menurunkan kaki, ketakutan tak henti menghampiri, ingatan terus mengulang kembali misteri sebuah tangan berkuku panjang sempat memegangi kakinya. Arkan takut, takut pada sesuatu yang di sebut tak nyata tapi memang ada.
Di dalam kegelapan kolom kursi, Arkan merasakan ada pergerakan, namun ia tidak bisa memastikan, lantaran suasana terlalu gelap.
"Arkan, turunin kakinya nak, gak boleh gitu, gak sopan." Suruh Risma.
Arkan makin panik, untuk menurunkan kaki rasanya ia enggan.
"Arkan, cepat turunin kakinya." Risma mengulang perintah.
Terpaksa Arkan menuruti perintah sang ibu. Dengan berat hati Arkan menurunkan kakinya.
Mata Arkan langsung terpejam, ia menggigit bibir bawah. Saat kaki itu turun, kaki tidak berpijak ke tanah, melainkan ke sebuah benda misterius yang terus bergerak.
"Apa yang aku injak." Batin Arkan menegang.
Bibir pemuda tampan itu terkatup sempurna, keringat dingin mengucur deras, menandakan bahwa diri di selimuti rasa tegang dan takut luar biasa.
Bus melaju dengan pelan-pelan, Arkan ingin segera keluar dari jalanan ini, rasanya ia ingin berteriak dan meminta supir bus untuk menancap gas biar penderitaannya segera usai.
"Kapan keluarnya kalau begini terus, lama-lama aku akan mati di sini." Batin Arkan tertekan.
Mata elang melihat sekeliling tempat gelap dan sepi tersebut. Saking pekatnya kegelapan sampai tidak ada apapun yang terlihat di sepanjang jalan.
"Jalanan apa ini sebenarnya, kenapa seram dan gak ada orang, apalagi permukiman penduduk, lebih parahnya lagi gak ada kendaraan satupun yang melintas." Batin Arkan menderita berada di dalam suasana semenakutkan ini.
"Kenapa nasib ku sial banget, kenapa bus mesti melintasi jalanan ini. Apa gak ada jalan lain gitu yang lebih aman dan gak angker." Batin Arkan.
Jiwa Arkan tertekan, tetapi bibirnya tak bergeming, pemuda itu tetap menikmati penderitaan yang terus menerus datang menimpa diri.
...TBC...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Agis
baca jam dua malem gini, lumayan juga...
2024-07-22
0
Dtyas Aldric
aku mampir Thor
2023-08-05
2