Calista masih memejamkan mata, kepalanya bertumpu di atas meja. Tangan Panji terulur mengusap rambut Calista dengan lembut. Hingga akhirnya Calista mendongak, menatap wajah Panji, yang langsung menghentikan gerakannya.
Panji menatap Calista dengan penuh tanya. “Kenapa, Ta?” tanyanya heran, memperhatikan mata Calista yang terlihat sayu.
"Lo jangan usap kepala gue, Nji. Bikin ngantuk,” tegur Calista, ia menegakkan wajahnya dan merapikan rambutnya yang sedikit berantakan.
"Ya ngantuk tinggal tidur lah, Ta. Ngapain melek lagi?” ucap Panji santai.
Calista menatap Panji dengan jengkel. “Lo kira ini rumah, Nji? Ini kantin! Gue mau makan, bukannya mau tidur,” ujarnya kesal sambil memutar bola matanya.
“Selow dong, Babi. Jangan marah gitu, entar cantik lo ilang,” goda Panji, menyunggingkan senyum manis di wajahnya.
Calista menatap Panji tajam. “Babi, pala lo!” serunya dengan suara lantang.
Dari kejauhan, Kiara sudah selesai memesan. Ia membawa nampan berisi makanan dan minuman di kedua tangannya. Sambil berjalan menuju meja Calista dan Panji, Kiara melihat mereka berdua kembali berdebat.
"Woy, para rakyat yang tak mempunyai akhlak! Makanan sudah datang, jangan pada adu bacot terus!" seru Kiara lantang, membuat beberapa siswa menoleh ke arah mereka. Kiara meletakkan nampan berisi makanan dan minuman di atas meja.
Calista memanyunkan bibirnya. “Panji, tuh, Ki, yang usilin gue terus!” adu Calista pada Kiara.
“Idih, kapan gue usilin lo? Yang ada lo kali yang tiap hari moncongnya nggak pernah selow kalo bicara sama gue,” sangkal Panji, wajahnya menunjukkan kekesalan.
“Lo-nya aja yang mancing emosi gue terus,” balas Calista.
Kiara menghembuskan napas, merasa jengah melihat pertengkaran yang tak ada habisnya. “Udah, moncong lo berdua kalau mau diadu, pending dulu. Utamakan mengisi perut daripada mengisi bacotan yang nggak ada faedahnya,” ucap Kiara, ia menyerahkan mangkuk bakso ke arah Calista dan Panji.
Mata Calista berbinar menatap bakso pedas di depannya. “Wah, surga dunia nih!” ucapnya, menerima mangkuk dari Kiara.
“Awas, perut lo mules baru tau rasa!” ucap Panji, melihat kuah bakso Calista yang berwarna merah dengan taburan cabai yang terlihat banyak.
Raut wajah Calista berubah menjadi masam, menatap ke arah Panji. “Lo mah punya moncong nggak pernah doain yang baik-baik buat gue, Nji!” balas Calista.
“Gue cuma bilang, bukan doa, kutu Air!” jawab Panji kesal.
Calista mengabaikan perkataan Panji dan mulai menikmati makanannya. Begitu pula Kiara, yang sedari tadi sudah makan tanpa menunggu kedua temannya yang selalu ribut. Mereka makan dengan tenang tanpa mengeluarkan sepatah kata.
Tak butuh waktu lama, mereka selesai makan dan meninggalkan area kantin. Mereka berjalan berdampingan, Calista berada di tengah, Panji menggandeng tangan Calista di sisi kanan, sementara Calista menggandeng tangan Kiara di sisi kirinya.
Di tengah jalan, langkah mereka terhenti. Tiga perempuan dengan riasan menor bak badut lampu merah menghadang mereka.
“Heh, lo ya yang namanya Calista!” tunjuk salah satu perempuan ke arah Kiara. Kiara terkejut mendengar namanya disebut.
“Bukan, Tante. Ini nih, samping gue yang namanya Calista,” timpal Calista, menunjuk Panji yang berdiri di sampingnya.
Panji menoleh ke arah Calista dengan tatapan tajam dan melotot ke wajahnya.
“Nggak usah pada bercanda deh! Mana yang di sini namanya Calista, hah?!” seru perempuan di depan mereka dengan lantang.
“Hus, jauhin tuh moncong lo, jangan kedeketan, bau ta*i tau nggak!” ejek Calista sambil menutup hidungnya. Ejekan itu mengundang gelak tawa dari para siswa yang menyaksikan perdebatan Calista dan ketiga "cabai" di depannya.
“Jangan sembarangan ya lo kalau ngomong!” marah perempuan itu, tangannya menunjuk tepat di depan muka Calista.
“Heh, Ndin, itu yang namanya Calista di depan lo, yang dari tadi ngejek lo,” bisik salah satu temannya. Ternyata, perempuan yang melabrak Calista itu bernama Andin.
Andin melangkah maju, berhenti tepat di hadapan Calista. “Oh, jadi lo yang namanya Calista,” ucapnya sambil menatap tubuh Calista dari atas sampai bawah dengan tatapan meremehkan.
Calista tersenyum manis. “Kenapa? Cantik kan gue?” tanya Calista dengan wajah sombong dan penuh percaya diri, lalu bersedekap dada.
Andin menutup mulutnya, menahan tawa mengejek. “Pede banget! Muka lo itu kayak boneka jalangkung! Nggak banget tahu nggak!” ejek Andin, senyum sinisnya semakin lebar.
Mendengar ejekan itu, Calista tak tinggal diam. Ia balas menatap Andin dengan senyum miring yang merendahkan.
“Oh ya? Apa kabar muka lo yang mirip boneka santet? Pantes lo ke sekolah dandanannya kayak gini? Lo mau sekolah apa mau jual diri?” sarkas Calista dengan ucapan tajam. Ucapannya itu mendapat tatapan kagum dari para siswa yang menyaksikan Calista dengan tenang membalas perkataan Andin.
Andin yang mendengar ucapan itu merasa tidak terima dan marah. "Kurang ajar lo!" seru Andin sambil mengangkat tangannya, hendak menampar Calista. Namun, dengan cepat Panji mencengkeram kuat tangan Andin, membuatnya meringis kesakitan.
Panji menatap Andin tajam. "Jangan macam-macam sama temen gue!" tegas Panji dengan wajah menahan kesal. Ia menghempaskan tangan Andin dengan kasar.
"Wah, ternyata lo berani banget ya mau nampar gue di depan banyak murid di sini. Nggak heran sih, modelan kayak lo kelakuannya kayak gini, nggak pernah makan papan tulis kan lo? Kayak gue dong, pemakan segalanya, apalagi yang modelan kayak lo! Udah jadi santapan bagi gue," ucap Calista dengan senyum smirk di wajahnya, membuat Andin menelan ludahnya Dengan susah payah.
Calista mendekat ke Andin dan berbisik di telinganya, "Gue tahu badan lo udah nggak bagus lagi, udah rusak kan? Tapi, kalau ginjal lo, kayaknya masih bagus," ucapnya, lalu menyunggingkan senyum mengerikan.
Melihat wajah ketakutan Andin, Calista tersenyum senang. "Hahaha, bercanda, jangan takut gitu dong, Sayang," ujar Calista diiringi gelak tawanya.
Kiara, yang ikut kesal dengan tingkah Andin yang kurang ajar, menimpali, "Lo jadi perempuan tuh jangan main tampar-menampar dong. Mau gue tendang 'tetot' lo yang sengaja lo tonjolin gitu, kayak kelihatan udah kendur banget, banyak yang meninggalkan jejak ya?" tanya Kiara mengejek, menaik-turunkan alisnya menggoda Andin dengan tatapan merendahkan.
Para siswa dan siswi tertawa melihat pertengkaran itu, mereka terus memojokkan geng Andin, yang sudah sangat malu dengan perkataan yang merendahkan diri mereka.
“Ups… Pasti malu kan lo! Makanya, sebelum ngejek orang, persiapkan mental lo dulu! Mental kerupuk aja sok-sokan mau ngelawan mental baja kayak kita,” ejek Kiara, terus memojokkan Andin yang wajahnya sudah memerah.
Calista tersenyum mengejek pada Andin. "Ada urusan apa lo sama gue? Sampai-sampai lo cari gue?" tanya Calista dengan nada datar.
Andin sampai lupa tujuan awal mereka menemui Calista. "Lo! Jangan merasa sok cantik! Sama cowok gue aja kegatelan!" ucap Andin sambil menatap Calista dengan jengkel.
Mendengar tuduhan tanpa bukti itu, Calista merasa geram dan hampir marah. Namun, Panji memegang tangannya dan mengusapnya dengan lembut, membantu Calista mengontrol emosinya.
Calista menatap Andin dengan jengah. "Gue emang cantik, jadi wajar aja banyak digosipin deket sama cowok!" jawab Calista dengan wajah datar.
Andin menatap dengan amarah yang membara. "Lo emang kegatelan ya! Cowok gue aja mau lo rebut!" sindirnya dengan nada tinggi.
Calista menghela napas jengah. "Gue tanya ya sama lo, tante girang, sebenernya cowok yang lo maksud yang mana sih? Gue aja nggak tahu yang mana. Dan asal lo tahu juga, gue banyak yang deketin," ucapnya lantang, kemudian menghela napas.
"Nggak usah berlagak bego deh lo!" seru Andin dengan suara keras, lalu mendorong Calista yang belum siap. Calista terhuyung ke belakang, namun dengan sigap Panji menangkapnya.
Melihat Calista didorong, Panji membalas mendorong Andin hingga tubuhnya limbung ke belakang. "Woy, santai dong! Jangan pakai otot," ucap Panji dengan nada marah.
"Intinya, lo jauhin cowok gue! Jangan kegatelan lo jadi cewek!" ketus Andin dengan wajah yang sudah sangat marah.
Calista tidak bisa menahan amarahnya lagi, sejak tadi Andin terus menuduhnya. "Heh, Siti! Gue aja nggak tahu bentukan cowok lo kayak gimana, dan gue juga nggak deket sama siapapun, ya, termasuk cowok lo yang gue juga nggak tahu wujudnya kayak gimana, ta*i!" kesal Calista dengan suara lantang.
Andin masih tidak percaya dan menatap Calista dengan marah. "Halah, nggak usah munafik deh lo! Banyak kok yang ngomong, tepatnya dua hari yang lalu lo sama cowok gue lagi berduaan di belakang sekolah," jelasnya dengan suara seru.
Mendengar ucapan Andin, Calista mencoba mengingat kejadian itu dan dengan siapa ia berduaan di belakang sekolah. "Oh, ternyata itu cowok lo yang modelnya kayak patung pancoran," ucap Calista seraya mengingat kejadian tersebut, yang mengundang gelak tawa dari para siswa yang menyaksikan perseteruan itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments