Sarah mencoba berulang kali menghubungi Alvin. Sudah satu minggu ini Alvin sedikit sulit untuk dihubungi, entah apa yang disibukkannya. Namun, sejak kemarin Alvin tidak ada kabar sama sekali. Beberapa kali Sarah mencoba menelpon dan mengirim pesan, tetapi tidak terkirim.
Sarah merasa sangat bingung, karena memang tidak ada yang bisa dihubungi untuk menanyakan keberadaan suaminya itu.
Sejak tadi Sarah terus melirik ponselnya, berharap Alvin menghubunginya. Namun, hanya keheningan yang seolah mengejeknya. Seiring dengan Suaminya yang sulit dihubungi ini suasana hati Sarah pun sulit dikondisikan, ia jadi sering marah dan kesal saat suaminya itu sudah menghubunginya setelah beberapa saat menghilang, walau sebenarnya dia merindukannya namun lantaran respon yang lambat hanya amarah dan omelan yang terus menerus ditunjukkan Sarah.
Hari ini Jum'at, Sarah hanya kuliah sampai jam satu siang dan ia sudah menyelesaikan semua tugasnya untuk minggu depan. Sarah menyalakan laptopnya dan membaca kembali materi-materi yang sudah diterimanya dan sembari mencari referensi terkait materi yang akan datang, hal ini cukup membuatnya lupa waktu, serta lupa akan rasa kesalnya karena suaminya yang hilang tanpa kabar sejak kemarin.
Waktu sudah menunjukkan pukul 2 dini hari, Sarah masih terjaga. Dibaringkannya tubuhnya di kasur dan ia mengambil ponselnya yang sejak tadi tergeletak tak berdaya, tak bersuara bahkan hampir tak bernyawa di nakas.
Alvin hilang, tidak mengabarinya. Tidak ada kabar berita dari sosok pujaan hatinya itu, padahal ia sudah menyiapkan kejutan yang tak terduga, mungkin. Jika sampai besok Alvin masih tidak menghubunginya ia akan menghubungi tetangganya dan menanyakan keberadaan suaminya itu.
Sedikit memalukan, tetapi hanya itu yang terpikirkan oleh Sarah karena memang tidak ada yang bisa dimintai tolong sebab mereka adalah perantau dan tidak ada keluarga yg dekat.
"Awas saja! Aku akan mencabik-cabiknya nanti!?" kesal Sarah.
Sarah terus terjaga sepanjang malam, setelah Subuh iya mencoba untuk tidur namun tidak bisa. Sarah memutuskan untuk membaca novel fiksi favoritnya diiringi suara televisi yang memecah kesunyian.
Tiba-tiba suara bel apartemen berbunyi, weekend ini Tia dan Becca pulang ke London jadi tidak mungkin mereka yang datang. Sarah membiarkan suara bel beberapa kali karena dia pikir mungkin itu salah kamar, sampai akhirnya sarah memutuskan untuk membuka pintu.
Betapa terkejutnya Sarah mendapati ternyata yang berdiri di depan pintunya adalah Alvin dengan 2 koper besar yang dibawanya. Sarah kembali menutup pintu, ia masih merasakan segudang perasaan kesal karena Alvin mengacuhkanya. Namun, dia membukanya kembali dan menangis terisak-isak ke pelukan Alvin. Rasa kesal bercampur rindu seolah-olah mendorong air matanya untuk segera terjun.
"Dak kawan!" ucap Sarah kesal memalingkan wajahnya.
"Ada kiriman tekwan kering tuh di tas," teriak Alvin sambil tersenyum dan mengambil handuk, ia merasa sangat gerah karena lama diperjalanan.
"Emm. Dak kawan!" ulang Sarah kembali seraya deikit melirik arah yang ditunjukan suaminya itu.
Mendengar Alvin sudah menutup pintu kamar mandi, Sarah langsung saja menyerbu tas tas yang di bawa Alvin untuk memeriksa isinya. Tak cukup menit, Alvin berlarian keluar dari kamar mandi dan langsung memeluk Sarah.
"Maaf sayang maaf, aku mau bikin kejutan ga maksud buat kamu khawatir," ucap Alvin terisak sambil terus memeluk erat istrinya.
Sarah Sedikit bingung, sampai akhirnya menyadari sesuatu yang dipegang suaminya itu. Test pack yang beberapa hari lalu dicobanya, awalnya ingin diberikan sebagai kejutan, tetapi ia lupa. Suaminya mungkin menemukannya di kamar mandi.
"Maaf ya," lirih Alvin penuh sesal.
"Nantilah, aku pikir pikir dulu." ledek Sarah sambil tertawa jahil.
"Terima kasih!" bisik Alvin bahagia sembari mencium kening istrinya dan mengelus lembut perut Sarah yang masih datar itu.
Hari itu mereka habiskan berdua dengan bercerita saling melepas rindu setelah drama 'kejutan' panjang yang membuat keduanya sama-sama terkejut. Alvin banyak membawa sandang pangan request sang istri sebagai amunisi tempur mereka merantau di negeri orang. Sarah sampai bingung akan diletakkan dimana lagi para pasokan bahan makanan itu.
Namun, ada hal yang mulai sedikit aneh. Sarah yang sudah sangat rindu dengan tekwan kesukaannya memutuskan untuk membuat tekwan dengan tekwan kering yang sebelumnya di bawa suami tercintanya itu. Sepanjang proses memasak sara merasakan ketidaknyamanan dengan aroma tekwan yang ia buat, tetapi Sarah mengabaikannya. Sampai akhirnya di waktu makan, ia mencoba memakan makanan kesukaannya.
"uwek uwek." Sarah segera berlarian ke wastafel dan memuntahkan semuanya. Bahkan smoothies yang iya makan tadi siang ikut keluar bersamaan dengan bongkahan tekwan lembut yang baru saja iya telan.
...🍀🍀🍀...
Alvin dan Sarah baru saja pulang setelah memeriksakan kandungan Sarah. Sepanjang perjalanan pulang mereka terus membicarakan dokter cantik tempat mereka berkonsultasi. Mereka datang setelah bertanya pada beberapa teman terkait dokter mana yang mereka sarankan untuk memeriksakan kandungan.
"Dokternya ramah banget, aku suka!" ucap Sarah sesampainya di rumah. Ini sudah untuk kesekian kalinya selama perjalanan iya mengatakan hal yang sama.
"Dokterkan memang harus ramah, mereka kan kerjanya di pelayanan. Setidaknya memang garus ramah," jelas Alvin panjang lebar.
"Gak yo, waktu aku temani Kak Ratna periksa kandungan dokternya jahat banget!" tampik Sarah
Sarah ingat betul, saat itu ia masih duduk di bangku SMA saat kakaknya memintanya menemani memeriksakan kandungan karena suaminya sedang bertugas di luar kota. Saat itu kakaknya datang dengan beberapa keluhan seperti mual dan muntah.
"Saya heran sama ibu-ibu di Indonesia ini, kenapa menormalkan yang namanya mual dan muntah saat hamil. Cuma ya tidak apa sih, lumayanlah udah diajarin susah dari masih dalam perut," celoteh Sarah menirukan perkataan dokter yang ia temui dengan kakaknya itu.
"Jadi nanti, anak ibu kalau sudah lahir menengah aja anaknya ga lebih. Bahkan bisa aja stunting, udah banyak di Indonesia siapa tau ibu mau menyumbang," lanjut Sarah panjang lebar.
"Gila ga? Kak Ratna sampe nangis tersedu-sedu pulang dari situ," jelas Sarah.
Sarah tidak habis pikir dengan ucapan dokter yang dia temui itu, sehingga dia merasa sangat beruntung telah dipertemukan dengan dokter yang baik dan ramah disini. Ilmu mungkin dapat dicari setinggi apapun itu, tetapi rasa menghormati dan menghargai sesama manusia tidak semua orang bisa memilikinya.
"Nak, udah banyak orang pintar di dunia ini. Tapi Bapak sama Ibu berharap kamu bisa menjadi salah satu dari orang-orang yang jujur dan dapat menghargai siapapun ya," bisik Alvin sambil mengelus perut istrinya yang masih rata.
Sejak awal kehamilan, Sarah terus merasa mual dan sesekali muntah sehingga tubuhnya pun terasa sangat lemas. Dokter menyarankan untuk Sarah agar tidak terlalu banyak beraktivitas dan lebih banyak beristirahat karena kandunganya masih sangat rentan. Saat di rumah Sarah hanya berbaring di tempat tidur dan suami tercintanya lah yang mengerjakan semua pekerjaan rumah mulai dari mencuci, memasak, menyapu semua suaminya lah yang mengerjakanya.
Alvin bekerja mengikuti waktu Indonesia tentunya, Sarah bak seorang ratu yang tidak melakukan apapun dan hanya dilayani saja, sesekali ia merasa kasihan dan tidak enak hati karena harus membiarkan suaminya yang mengerjakan semuanya dan masih harus terjaga saat malam untuk mengajar. Namun, Alvin sama sekali tidak keberatan. Bahkan ia sangat menikmatinya.
Tbc..
Happy Reading guys.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Joko Castro
Luar biasa! 👏
2023-08-03
0
menhera Chan
Gak sabar nunggu kelanjutannya thor, semoga cepat update ya 😊
2023-08-03
0