Kana tersenyum dengan terpaksa, memperlihatkan deretan gigi bersih nan putih miliknya. Sungguh dia lelah jika harus membahas tentang pernikahan, banyak problem yang Kana khawatirkan.
"Hak anak itu hak dasar yang wajib diberikan dan di dapatkan seorang anak dari kedua orang tuanya. Hak anak itu mencakup bahwa anak berhak mendapatkan pendidikan, kegembiraan, kebahagiaan, perlindungan, mendapatkan nama yang baik, terpenuhi dari segi makanan, kesehatan, rekreasi, serta keseimbangan bahwa dia juga berperan dalam pembangunan keindahan rumah tangga antara orang tuanya." Jelas Kana sebisa mungkin untuk tidak menampakkan rasa gugupnya.
Mufi mem-anggukan kepala dan hal tersebut dapat membuat Kana bisa bernafas lega, "Itu kamu baca dalam buku ?"
"Psikologi parenting, buku tentang manusia yang kakak berikan pada saya dulu kian menarik saya memasuki dunia psikologi."
"Hmm. Kesimpulan dari hak anak itu sebenarnya adalah anak berhak atas kelangsungan hidupnya, yaitu hak anak untuk mempertahankan hidup, mendapatkan nama yang baik, serta beribadah sesuai agama yang dianut. Lalu hak tumbuh kembang anak itu sesuai potensi untuk mendapatkan standar hidup yang layak seperti tempat tinggal, pendidikan, bermain, bergaul dan istirahat yang cukup. Lalu anak juga berhak mendapatkan perlindungan itu bahwa setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari tindakan diskriminasi, eksploitasi, penelantaran, kekerasan dan perlakuan salah lainnya. Yang terakhir, hak berpartisipasi yaitu hak anak untuk menyatakan dan didengar pendapatnya, mencari dan menerima informasi sesuai dengan kehidupannya sebagai seorang anak." Imbuh Mufi menjelaskan dengan rinci.
"Tapi banyak diluar sana para laki-laki tidak memikirkan hak-hak dasar anak yang wajib di penuhi, kak!" ungkap Kana dengan penekanan di setiap kalimatnya. Hatinya bergemuruh benci dan pikirannya tidak bisa menerima toleransi, bagi laki-laki yang hanya memikirkan nafsu semata, tanpa mempertanggung jawabkan perbuatannya.
"Menurut saya, kamu tidak bisa menggolongkan dari jenisnya, Kana. Melainkan manusianya, karena semuanya tergantung pada individu itu masing-masing. Memang ada beberapa laki-laki yang seperti itu. Namun, tidak menutup kemungkinan jika perempuan juga ada yang tidak memikirkan hak-hak dasar generasi penerusnya."
"Tapi kak, kenapa banyak laki-laki tidak mempertanggung jawabkan perbuatannya, mereka kebanyakan sibuk kerja dan berpikir jika hanya itu tugasnya sebagai seorang suami. Hanyalah bekerja tanpa ingin tau keadaan rumah dan buah hatinya. Mengapa dan apa alasan mereka, apa mereka pikir tanggung jawab dalam rumah tangga mereka hanya kerja untuk memenuhi kebutuhan materi keuangan saja, tanpa memikirkan kebutuhan diluar materi seperti kebutuhan dasar anak dan istri?"
"Sekali lagi Kana, kamu tidak bisa menggolongkan itu secara jenis kelamin melainkan manusia. Tidak 'kenapa laki-laki' tetapi 'kenapa manusia' karena kesan pertanyaan kamu membuat seolah hanya laki-laki saja yang seperti itu," Jelas Mufi tidak terima jika Kana hanya menyebut laki-laki saja, padahal tidak sedikit perempuan juga melakukannya.
Kana memenyumkan bibir, berdecak kesal dengan Mufi. Toh apa salahnya jika dia menyebut laki-laki, karena menurutnya banyak laki-laki yang seperti itu. Intinya Kana hanya butuh jawaban dari Mufi atas pertanyaannya."Iya manusia kak, lalu apa jawaban dari kak Mufi akan hal itu?"
"Bicara dari sudut pandang laki-laki, mungkin ada beberapa laki-laki yang hidup pada lingkungan yang mengutamakan peran laki-laki sebagai pencari nafkah utama, sehingga menyebabkan mereka fokus secara berlebihan pada pekerjaannya. Mereka merasa jika tanggung jawabnya dalam rumah tangga hanya untuk mencari nafkah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan materi keluarga, yang mengarah pada prioritas utamanya yaitu pada keuangan. Mereka beranggapan jika anak dan istri tercukupi dengan baik maka dia sudah berhasil mempertanggung jawabkan rumah tangganya sebagai seorang suami, sehingga tenaga mereka diforsir habis-habisan pada pekerjaan, namun yakinlah pikiran mereka hanya tertuju pada keluarga. Selain it-"
"Tetapi banyak tuh kak, laki-laki yang selingkuh. Jadi pikiran mereka tidak tertuju pada keluarganya." Potong Kana sebelum Mufi menyelesaikan jawabannya. Namun siapa sangka Mufi hanya tersenyum atas perbuatannya yang kurang Mufi sukai itu.
"Dengarkan saya dulu, oke. Jagan memotong karena nanti akan terjadi kesalahan pahaman. Mungkin ini akan ada kontra nantinya, tapi dengarkan penjelasan saya dulu sampai selesai. Selain itu hal yang kurang kamu sadari adalah banyak laki-laki yang mendapat tekanan dan tuntutan pekerjaan, jika dalam pekerjaannya menuntut banyak waktu dan tenaga mereka, maka akan sangat sulit baginya mengalokasikan waktu untuk kehidupan pribadi. Terlebih jika pengalaman masa lalu juga terlibat dalam diri mereka yang mengubah sudut pandang mereka, salah satunya pengalaman keluarga mereka sendiri yang mempengaruhi pandangan dan perilaku mereka terhadap perannya sebagai seorang ayah dan suami. Contohnya dalam kehidupan keluarganya dulu, mungkin dia merasa kurang tercukupi sebagai seorang anak sehingga sekarang dia fokus pada pekerjaan agar anaknya tidak merasa kekurangan seperti apa yang dia rasakan dulu. Sudah, kamu boleh bertanya."
Kana mem-anggukan kepala lalu menolehkan wajah kesamping, menatap langit malam. Membayangkan bila tidak ada bulan dan bintang yang saling melengkapi dalam menghiasi gelapnya malam, mungkin langit malam akan terlihat sepi jika diisi bulan seorang diri. Halnya dalam kehidupan ini, harus saling melengkapi dan memahami agar nampak cahaya indah itu diantara gelapnya malam.
"Halnya dengan gelapnya langit malam hari, jika kamu tidak menganggap bulan dan bintang itu ada. Maka akan sulit bagi kamu untuk menatap kebahagiaan diri sendiri dalam bayangan dunia pernikahan. Yang kamu ketahui dan bayangkan tentang dunia pernikahan hanya gelap tanpa cahaya, namun sadarilah masalah-masalah yang timbul dalam rumah tangga adalah cobaan sementara yang menghasilkan cahaya, sehingga terbentuknya hubungan yang lebih baik dan semakin terikat, ibaratnya masalah baru yang dapat mereka pecahkan akan membentuk sebuah bintang baru yang menyinari langit malam, jadi akan nampak indah dimata dan akan semakin kuatnya kepercayaan diantara mereka, karena masalah yang telah berlalu. Seorang manusia itu berbeda mereka tidak sama, begitu juga dengan cara mereka membentuk rumah tangga. Kebanyakan dari pikiran mereka para laki-laki itu sama dengan perempuan dalam hal rumah tangga, bahkan bisa jauh lebih dari yang kamu bayangkan. Mereka sama juga dengan kamu yang menginginkan kehidupan rumah tangga jauh lebih harmonis dari hubungan kehidupan rumah tangga orang tuanya dulu. Begitu juga dengan mereka yang memiliki sudut pandang dan impian yang ingin memperlakukan calon generasi penerusnya jauh lebih baik dari apa yang orang tua mereka berikan dan perlakukan padanya dahulu." Jelas Mufi panjang lebar, kali tinggi dengan penataan kalimat ringan yang dapat Kana pahami.
"Tapi banyak laki-laki yang selingkuh kak, banyak dari mereka yang gila kerja, dan banyak dari mereka yang melakukan kekerasan rumah tangga. Saya takut hal itu akan menjadi ancaman bagi saya dan kesehatan mental saya dan generasi penerus saya nantinya. Saya tidak ingin anak saya mengalami gangguan mental seperti saya dulu, "
Mufi menghembuskan nafasnya dengan kasar, dia merasa kembali pada dirinya dulu saat menyakinkan Vina untuk menikah dengannya. Pertanyaan-pertanyaan yang Vina lontarkan dulu cukup menguras tenaga dan pikirannya lalu sekarang Mufi merasakannya lagi.
"Saya paham dengan apa yang kamu khawatirkan dan kamu pikirkan, maka carilah laki-laki yang dapat mengelola emosinya dan dapat mengatur waktunya."
Dengan punggung yang Kana tegakkan menatap Mufi dengan di iringi tawa hambar, ditemani angin malam yang bertiup menghempaskan kalimat terakhir Kana. "Dimana saya harus mencarinya?"
"Dia tidak perlu kamu cari, karena dia akan datang sendiri kepada kamu. Tunggu dan bersabarlah sedikit lagi, ini tidak akan lama percaya pada saya."
Kalimat yang baru saja Mufi lontarkan membuat dirinya pusing tak karuan. Entahlah dia malas membahas hal tentang pernikahan terlebih dengan seorang Mufi.
"Aku akan selalu menunggu waktu itu kak," Dengan menarik sudut bibirnya kesamping, Kana tersenyum remeh pada Mufi.
"Saya mohon kepada kamu untuk percaya pada saya, bahwa jodoh adalah cerminan diri. Bersabarlah sebentar lagi, dia akan segera menghampiri dirimu. Saya akan menyelesaikan semuanya dan besok saya akan pergi keluar kota untuk menemui kedua orang tua Vina, saya minta tolong kamu besok antar Vina cek kandungan dan jangan biarkan dia pergi sendirian."
"Apa orang tua Vina akan setuju dan menerima permintaan ide gila kamu itu kak?"
"Tentu saja mereka akan setuju, saya memiliki kuasa apa kamu lupa?" Tawa jenaka dari bibir Mufi membuat Kana terbawa suasana malam ini, sampai terbuai dengan semua kalimat mutiara yang Mufi lontarkan padanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Defi
Tak jarang hal ini memang terjadi dalam sendi-sendi rumah tangga.. Klise sih, aku tuh udah capek kerja cari duit untuk kebutuhan kamu sama anak-anak jadi ya kamu urus anak-anak dan rumah.. hufht 😮💨
2023-10-08
1