Hunter Gods And A False Goddess

Hunter Gods And A False Goddess

Chapter 1 Reinkarnasi Sang Pemberontak

Sinar mentari pagi menerobos celah jendela kamar, menyinari wajah seorang remaja yang masih terlelap. Suara alarm berdering keras, namun hanya disambut dengan gerakan malas tangan yang berusaha meraih tombol “snooze”.

“Lima menit lagi….” gumamnya setengah sadar, menggulung dirinya lebih dalam ke selimut.

Di sudut ruangan yang sederhana, Ray—remaja 15 tahun dengan impian besar namun realitas yang tak mendukung—mencoba melawan kenyataan pagi yang datang terlalu cepat. Ray adalah anak yang dikenal suka melamun. Dunia nyata bukanlah tempat yang cocok baginya, ia lebih nyaman tenggelam dalam dunia fantasi yang ia ciptakan sendiri.

“Kalau saja aku punya kekuatan super… hidup pasti lebih seru,” pikirnya, tersenyum kecil sebelum akhirnya menatap langit-langit kamar yang pucat.

Setelah mengulur waktu selama mungkin, Ray akhirnya bangkit dari ranjang. Dengan gerakan malas, ia mengenakan seragam SMA yang tampak sedikit kusut, mengambil tas yang tergantung di belakang pintu, lalu bergegas keluar rumah tanpa sarapan.

---

Di Sekolah...

Suasana sekolah tampak seperti biasanya. Gerombolan siswa berlarian menuju kelas, guru yang sibuk berbincang di lorong, dan papan pengumuman yang penuh dengan jadwal kegiatan. Bagi Ray, semuanya terasa monoton.

Saat dia berjalan menuju kelas, suara langkah cepat terdengar di belakangnya. Sebelum ia sempat menoleh, sebuah tangan menepuk pundaknya.

“Ray!”

Ray menoleh dan menemukan Ketua OSIS, seorang senior dengan tatapan tajam dan karisma yang terpancar dari setiap gerakannya.

“Ada apa, Kak?” tanya Ray, bingung dengan tatapan serius senior itu.

“Ikut aku sebentar ke ruang OSIS.”

Ray mengernyitkan dahi. “Ruang OSIS? Aku nggak ada urusan, Kak.”

Namun Ketua OSIS hanya tersenyum tipis. “Kau direkrut jadi anggota OSIS.”

“Hah? Kenapa aku?”

“Kau terlihat cocok. Intuisi yang tajam, aku yakin kau bisa.”

Ray tidak tahu apakah itu pujian atau sekadar alasan kosong, tapi akhirnya dia pasrah dan mengikuti senior itu menuju ruang OSIS yang terletak di lantai dua.

Di dalam ruangan, beberapa anggota OSIS sudah berkumpul. Tasya, gadis berambut panjang yang dikenal ramah, dan Rena, yang selalu terlihat kalem, duduk di meja panjang. Sementara itu, Aldo, salah satu anggota senior, berdiri dengan tangan bersilang di dekat jendela.

“Perkenalkan, ini Ray. Mulai hari ini dia bagian dari OSIS,” ucap Ketua OSIS dengan nada ringan, seolah keputusan ini adalah hal kecil.

Ray berdiri canggung di depan mereka, merasa seperti anak baru yang dilemparkan ke tengah kelompok elit.

“Ray? Namamu Ray, kan?” Tasya bertanya dengan senyum lembut.

“Iya…,” jawab Ray ragu.

“Aku Tasya. Ini Rena, dan itu Aldo.”

Rena mengangguk sopan. “Senang bertemu denganmu, Ray.”

Namun, Aldo hanya menatap Ray dengan sinis. “Jadi… apa keahlianmu?” tanyanya dingin.

Ray tertawa kecil, mencoba meredakan suasana. “Ehm… aku bisa memasak?”

Suasana mendadak hening sejenak sebelum Tasya dan Rena saling bertatapan dan tertawa kecil.

“Serius? Itu justru bagus. Kami butuh guru masak.”

“Guru masak? Bukannya aku direkrut buat jadi keamanan atau informan?” Ray memprotes.

“Besok, jam lima pagi. Jangan telat,” ucap Tasya, mengabaikan protes Ray.

“Kenapa rasanya aku malah masuk jebakan…” gumam Ray dalam hati saat ia melangkah keluar dari ruang OSIS.

---

Sore itu…

Langit senja mulai memerah saat Ray melangkah pulang. Langkahnya lambat, pikirannya terus memutar kejadian hari ini.

“Aku masuk OSIS cuma buat jadi guru masak… apa ini hidupku sekarang?”

Di peron stasiun tempat biasa ia menunggu kereta, Ray berdiri memandang rel kosong di bawahnya. Tangan dimasukkan ke saku seragam, dan matanya melamun menatap cakrawala.

“Seandainya aku bisa punya kekuatan super… mungkin aku bisa menaklukkan dunia. Mungkin aku bisa jadi yang terkuat.”

Tawa kecil lolos dari bibirnya. Baginya, khayalan ini adalah hiburan semata.

Namun, di tengah lamunannya, suara langkah pelan mendekat dari belakang. Ray merasa kehadiran seseorang, dan saat ia menoleh, matanya bertemu dengan Alice, teman sekelas yang selama ini diam-diam ia kagumi.

Alice berdiri di belakangnya, wajahnya datar tanpa ekspresi.

“Alice…?” Ray tersenyum kecil, namun Alice hanya menatapnya tanpa kata.

Sebelum Ray sempat berkata lebih banyak, Alice melangkah lebih dekat… dan tanpa peringatan, ia mendorong Ray dari belakang.

Tubuh Ray terjatuh ke rel. Saat ia menoleh ke belakang, Alice tetap berdiri di sana, menatapnya dengan dingin.

“Kenapa… Alice?” gumam Ray dalam hati, tapi tak ada jawaban.

Kereta datang melaju dengan kecepatan tinggi.

Cahaya menyilaukan.

---

Kegelapan menyelimuti…

Ray membuka matanya, namun yang ia lihat bukanlah dunia yang ia kenal. Panas membakar kulitnya, dan udara di sekitarnya terasa berat seperti diselimuti asap belerang.

Ia berdiri di tengah padang tandus yang diliputi kobaran api. Di depannya, sosok berjubah hitam menyeret rantai besar yang terikat di pergelangan tangannya.

“Kau sudah mati.”

Suara berat dan dingin menggema di udara.

“Mati? Apa aku benar-benar mati…?” Ray bertanya pada dirinya sendiri.

“Kenapa aku mati?”

Sosok berjubah itu menghentikan langkahnya dan menatap Ray dengan sorot tajam.

“Karena para dewa tidak membutuhkan manusia egois seperti dirimu.”

“Apa maksudmu? Aku bahkan tidak melakukan apa-apa!”

Namun sosok itu hanya tersenyum sinis. “Neraka adalah tempatmu sekarang.”

Ray meronta, mencoba melawan, namun rantai yang mengikatnya semakin kuat.

“Sialan! Aku nggak akan mati sia-sia seperti ini!” teriaknya, namun tak ada yang peduli.

---

Di neraka…

Ray berjalan tanpa arah. Segala yang ia lihat hanyalah api dan kegelapan.

“Aku harus keluar dari sini… entah bagaimana caranya.”

Ketika ia berjalan lebih jauh, ia tiba di sebuah area luas di mana sosok besar terikat rantai merah menyala. Mata sosok itu memancarkan cahaya merah—Raja Iblis.

“Ka-kau manusia?” Ray bertanya sambil gemetar.

“Aku Raja Iblis.”

“Kenapa kau terikat seperti ini?”

“Kau ingin keluar dari neraka ini?”

Ray mengangguk tanpa ragu.

“Aku bisa memberimu kekuatan. Kau hanya perlu menggantikanku.”

Tanpa banyak pikir, Ray menjawab. “Jika itu membuatku lebih kuat… aku terima.”

Energi hitam membanjiri tubuhnya.

“Dunia, bersiaplah… aku akan kembali.”

Terpopuler

Comments

Fellicaa allifia's

Fellicaa allifia's

masuk osis cuma disuruh masak😭tpi ini bagus bgttt....

2025-02-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!