Nadin seketika menghentikan langkahnya, saat ia nyaris menabrak seseorang. Pupil matanya melebar saat melihat orang akan ia tabrak ternyata; Cakra. Dengan refleks, Nadin menggiringnya untuk menjauh dari luar. Takut kalau Andra melihat keberadaannya.
"Lo ngapain kesini?"
"Lo sendiri ngapain bawa gue masuk lagi?"
Nadin berdecak. "Gue tanya lo ngapain kesini Bapak Cakra yang terhormat?"
"Gue juga tanya, kenapa lo bawa gue masuk lagi Ibu Nadin yang terhormat?" Cakra tak mau kalah.
Nadin memutar bola matanya jengkel. "Ish! Bisa gak sih jawab aja, pertanyaan gue? Dan gak usah panggil gue ibu, gue belum jadi ibu-ibu tau!" ucapnya seraya mengintip apakah Andra sudah pergi atau belum.
"Gak bisa! Lo juga kenapa manggil gue Bapak? gue juga belum jadi Bapak-bapak." Lagi Cakra berucap tak mau kalah dari Nadin, sehingga membuat Nadin geram sendiri.
"Ck! Lo kan atasan gue, ralat mantan atasan gue. Jadi gue harus panggil lo Bapak," decaknya mencari pembelaan. Cakra hendak membuka mulutnya untuk membalas kembali ucapan Nadin, tapi ia cegah dengan membekap mulut Cakra. "Sss! Mending Bapak diem deh, gak usah jawab ucapan gue. Jatuhnya annoying tau gak!" sambungnya lagi.
"Tangan kamu bau," katanya.
Nadin refleks menjauhkan tangannya dari bibir Cakra dan menciuminya berkali-kali, untuk memastikan apakah tangannya bau atau tidak. Nadin sama sekali tidak mencium aroma bau ditangannya, alih-alih merasa bau ia justru merasa wangi karena sebelumnya sempat memakai parfum Andra. Ia melirik Cakra sebal saat mengetahui kalau tangannya tidak bau sama sekali.
"Tangan gue wangi gini, lo anggap bau," rutuknya.
"Dih, emang bau kok," kukuhnya.
"Mana? Coba lo cium lagi tangan gue, bau gak?" tanya Nadin seraya mengulurkan tangannya dan meminta Cakra untuk mengendusnya.
Cakra berakting berlaga sedang mencium aroma busuk. Sedangkan Nadin semakin melotot.
"Iiihh! Lebay banget Lo! Tangan gue gak bau ya!" serunya cepat seraya mengulurkan tangannya lagi di depan hidupnya Cakra.
Alih-alih setuju dengan pendapat Nadin, Cakra justru semakin menggeleng cepat dan menutup hidungnya. Dia berjalan mundur menjauhi Nadin.
"Ish! Tangan gue gak bau!" serunya lagi.
"Bau! Tangan lo bau! Cuci tangan sana."
Nadin mencebik. "Idung lo rusak kali atau jangan-jangan tangan lo sendiri yang bau, terus nuduh gue lagi!" Nadin buru-buru berjalan menghampirinya, meraih tangan Cakra untuk menciumi aromanya.
Nadin mencium aroma stroberi dari tangannya, ia tebak pasti dia habis pakai sabun cuci tangan miliknya. "Huwek! Bau banget tangan lo!" serunya sambil berlaga mual.
"Tangan gue wangi kali! Emangnya tangan lo, bau banget. Kayak gak pernah di cuci seumur hidup," balas Cakra masih tak mau kalah.
"Enak aja! Tangan lo itu yang bau banget, kayak gak pernah cuci tangan dari lahir, huwek! Bau banget!" Nadin membalasnya lagi, masih tak mau kalah dengan Cakra.
"Berarti sabun cuci tangan lo bau, ganti gih sama yang lebih wangi," ucapnya santai. Sedangkan Nadin, malah bereaksi berlebih untuk kesekian kali.
"Enak aja! Sabun cuci tangan gue wangi kali!"
"Lo yang bilang sendiri kalau tangan gue bau."
"Bukan berarti harus ngatain sabun cuci piring gue dong! Berarti tangannya lo aja emang gak pernah wangi."
Cakra tertawa geli, saat melihat Nadin yang semakin mencebik. Tawa itu terdengar renyah. Tanpa Nadin sadari, sejak tadi Mamanya dan Kak Belly, melihat interaksi mereka yang kekanak-kanakan.
"Udah lo pergi aja sana!" usir Nadin cepat, menutupi perasaan malunya.
"Dari tadi juga gue mau pergi keles, kenapa harus lo ajak masuk lagi?!" gerutunya.
Nadin mendesis. "Udah gak usah dibalas, pergi sana pergi. Besok-besok gak usah datang kesini lagi, gue gak mau liat muka lo lagi. Bikin gue kesel soalnya," dumelnya sambil mendorong tubuh Cakra untuk keluar dari rumahnya.
Nadin sekaligus memastikan kalau Andra sudah benar-benar pergi. Ia tersenyum lega, karena bersyukur Andra tidak memilih berlama-lama ada di depan rumahnya. Ah, tapikan sebenernya dalam rumahnya gak begitu kelihatan dari luar. Kenapa Nadin jadi berlaga seperti cewek yang selingkuh?
Aish! Ini semua gara-gara Cakra. Iya! Kalau saja dia gak muncul tiba-tiba saat Nadin lagi melambung tinggi, mungkin dia gak akan sepanik itu saat melihat keberadaan Cakra dirumahnya. Jadinya, Nadin gak perlu berlagak seperti seorang cewek yang sedang menyembunyikan seorang selingkuhan.
"Apa?! Kenapa kalian berdua lihat-lihat gue kayak gitu?!" serunya saat melihat Mamanya dan Kak Belly masih menatapnya dengan pandangan yang tak bisa diartikan.
Mereka berdua kompak menggelengkan kepalanya. "Jangan naruh hati di dua cowok, Nad. Gak baik!" ucap Kak Belly memperingatinya.
"Dih! Gue gak gitu kali, emangnya pa—papa ngebolehin gue selingkuh? Bisa-bisa gue jadi rujak nanti kalau tau anaknya tukang selingkuh." Nadin tadinya mau bilang; memangnya pacar lo naruh hati di dua cewek. Tapi, saat melihat pelototan Kak Belly membuatnya mengalihkan ucapannya.
"Mama sama gue lebih dulu geprek lo kali, Nad," sahut Kak Belly.
Nadin cuma mendengus. "Masa sih," ucapnya tak percaya.
"Itu anak nyebelin banget sih, Ma," adu Kak Belly pada Mamanya. Tapi, entah kenapa Nadin melihat raut wajah Mamanya begitu sedih. Ia, ingin bertanya kenapa? Tapi, melihat Kak Belly mengusirnya secara halus, membuat Nadin mau tidak mau masuk ke dalam kamar.
Ia langsung mencharger HP-nya yang sudah lowbat, sambil menunggu ia memilih untuk mandi terlebih dahulu sebelum rebahan di kasur. Secapek-capeknya Nadin, ia memilih untuk membersihkan dirinya terlebih dahulu, daripada harus rebahan di kasur dalam keadaan tubuhnya yang kotor karena polusi dari luar.
Saat ia selesai mandi dan bersiap untuk tidur, ponselnya bergetar. Satu notifikasi masuk, chat dari Andra. Nadin langsung membukanya, tanpa pikir panjang.
Andra : Udah tidur?
Saat Nadin akan mengetik balasan, Andra langsung meneleponnya. Nadin sama sekali tidak siap, saat ditelepon secara tiba-tiba oleh Andra. Sampai panggilannya mati, Nadin merasa kecewa. Lalu, Andra kembali menelponnya. Seulas senyum terbit di bibirnya. Nadin berdehem sebelum menekan tombol hijau di layarnya.
"Halo," ucap Nadin dengan suara yang sengaja dihaluskan. "Sorry tadi gak ke angkat, baru selesai mandi soalnya," katanya beralasan.
"Ganggu dong," ujarnya pelan.
Nadin buru-buru menjawab, "sama sekali gak ganggu kok."
"Beneran?" tanya Andra tak enak hati.
"Iya, beneran. Ini lagi santai-santai kok, sambil nunggu ngantuk." Nadin merubah posisinya menjadi tengkurep. "Tumben nelpon, ada apa ya?"
"Gak ada apa-apa. Cuma kangen aja, jadi nelpon deh."
Nadin otomatis tersenyum kegirangan, pipinya bersemu merah. Ia menahan dirinya agar tidak salah tingkah.
"Oh gitu ya," sahut Nadin pelan. "Kak... Besok mau jalan ga?" ajak Nadin tiba-tiba.
"Kemana?"
Nadin menimbangnya sebentar. "Kalau ke pantai mau gak?"
"Boleh. Jam berapa?"
"Nanti gue kasih tau deh," katanya. "Yasudah, gue tutup dulu ya telponnya. See you, Kak Andra. Good Night, mimpi indah Kak Andra."
"Bye, Nadin. I love you."
Astaga! Nadin berteriak gak jelas, saat Andra mendengar Andra mengatakan; I love you padanya. Ah, kalau Andra terus-terusan flirting gini Nadin bisa-bisa jatuh cinta lagi sama mantannya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments