"Lo putusin gue pas masih sayang-sayangnya sama Lo. Gue sampe sekarang bingung, kenapa lo tiba-tiba putusin gue."
Nadin semakin dibuat terkejut mendapati fakta itu. Ia bertanya dalam dirinya sendiri. Kenapa Andra sampai berpikir seperti itu? Memangnya dia gak sadar, kalau saat itu dia sangat menyebalkan? Bahkan, setiap kali Nadin mengingatnya ia sampai mual sendiri. Saking gak sudinya ia mengingat masa-masa itu.
"Bukannya lo udah gak suka sama gue lagi? Makanya gue minta putus sama Lo." Nadin mencoba mencari pembelaan.
"Kenapa lo sampai menganggap kalau gue udah gak suka sama lo? Memangnya selama kita pacaran dulu, gue gak pernah nunjukin rasa sayang gue ke lo?" tanyanya balik.
Pikir aja sendiri! Dumelnya dalam hati.
"Dari sikap lo. Dari cara lo ngobrol sama gue, itu udah nunjukin kalau lo udah gak tertarik lagi sama gue," jawabnya tanpa perlu repot-repot mengingat, karena sampai kapanpun Nadin akan terus mengingatnya.
"Memangnya cara gue bersikap dan bicara sama lo kayak gimana? Kenapa sampai lo pengen putus?"
Wah! Nadin benar-benar gak habis pikir. Jadi, dia selama ini benar-benar gak sadar dengan kesalahannya sendiri? Ayolah, Nadin bahkan setiap saat mengingatnya. Perutnya sampai mual-mual setiap kali mengingatnya. Ia sampe muak sendiri dan bikin Nadin trauma sampai sekarang.
Dan manusia satu itu, gak menyadarinya.
Nadin menghela nafas panjang. "Nyebelin. Lo itu setiap hari bikin gue sebel. Dulu pikiran gue terlalu kekanak-kanakan, jadi hal itu bikin gue terganggu. Tapi sekarang bikin gue sadar kok, kalau lo udah berubah. Sekarang...." Ia sengaja menjeda kalimatnya, ia menatap Andra dengan seksama.
"Sekarang?"
"Sekarang tingkat nyebelin lo udah dibawah rata-rata. Soalnya ada yang lebih nyebelin daripada lo," sambungnya.
Andra tersenyum lega. "Siapa?" tanyanya penasaran.
"Cakra," jawab Nadin tanpa pikir panjang.
Nadin gak sepenuhnya bohong. Juga gak sepenuhnya benar. Ia menyembunyikan fakta yang sebenarnya, hanya karena tidak ingin membuat Andra terluka. Memberinya fakta kalau dia menyebalkan saja sudah cukup, meskipun ia merasa sedikit sangsi.
Entah kenapa, saat Andra bilang kalau Nadin memutuskannya disaat dia masih menyayangi Nadin. Masih ada kilatan emosi, marah, sedih, kecewa yang bercampur menjadi satu. Tanpa bisa Nadin cegah, ia merasa bersalah. Haruskah Nadin menerima ajakannya untuk balikan? Supaya rasa bersalahnya hilang?
Nadin menggeleng cepat. Ia gak mungkin menerima ajakan balikan Andra karena rasa bersalah. Itu terlalu beresiko.
Andra terkekeh kecil. "Lo sama Cakra kayaknya akrab banget ya, sampai tahu kalau dia nyebelin," ucapnya tersirat nada cemburu yang berusaha Andra sembunyikan.
"Dia mantan atasan gue. Bukannya udah pernah dikasih tau ya?"
Andra cepat-cepat menyahut, "belum tuh."
"Masa sih?" tanya Nadin sangsi seraya mengerutkan keningnya dalam.
"Yaudah kalau gak percaya." Andra melanjutkan makannya dengan bibir yang mencebik.
Nadin yang melihat itu, tak kuasa menahan senyum. "Gue sama Cakra gak ada hubungan apapun. Kita tuh cuma sebatas kenalan aja, gak lebih," jelasnya mencoba menenangkan Andra.
"Yakin?" tanyanya menatap Nadin. Bibirnya masih mencebik.
Nadin mengangguk mantap. Sedangkan Andra tersenyum senang. Ah, Nadin sudah lama sekali tidak merasakan perasaan senang seperti ini. Lagi-lagi jantungnya berdebar kencang. Sesekali mereka curi-curi pandang bak remaja yang sedang kasmaran. Saat pandangan mereka beradu, sontak saja tawa kencang mengudara.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Mobil yang dikendarai Andra berhenti tepat di depan rumahnya. Seperti wejangan sang Mama, mereka pulang tidak terlalu malam. Nadin merasa enggan untuk keluar dari mobil. Ia, masih ingin terus berlama-lama berada di dekat Andra. Kalau bisa seharian ini, ia terus berada di dekatnya.
Ia masih merindukannya.
"Lo gak mau mampir dulu ke rumah?" tanya Nadin seraya meliriknya. Ia bersiap membuka seat belt.
Andra melihat jam dipergelangan tangannya sebelum menjawab, lalu gelengan kepala membuat Nadin kecewa. "Besok aja. Hari ini kayaknya gak bisa."
"Kenapa?" tanya Nadin penasaran.
"Chika masih tinggal di apartemen gue dan akhir-akhir ini, dia sering banget bawa masuk cowok. Jadi, gue sedikit khawatir."
Nadin menggembungkan pipinya seraya melepas seat beltnya tanpa ragu. "Yaudah. Hati-hati ya."
"Nad," panggil Andra bersamaan dengan Nadin membuka pintu mobil.
"Ya kenapa?" tanya Nadin menahan bibirnya agar tidak tersenyum.
"Gak jadi," katanya lagi. Nadin kembali kecewa.
Alih-alih turun dari mobil, Nadin kembali menutup pintunya. Ia mengubah posisinya menghadap kearah Andra. Selama sepersekian detik, Nadin menatap Andra dengan serius. Ia menikmati ekspresi kebingungannya. Dahi yang berkerut, mata yang mengerjap dan hembusan nafas yang ditarik dalam-dalam. Membuat Nadin merasa senang sendiri.
Ah, kenapa melihat wajah Andra bisa sangat menyenangkan gini?
"Lo penasaran gak sih, sama jawaban gue?" tanya Nadin tanpa mengalihkan tatapannya dari wajah Andra.
"Jelas," jawabnya cepat. Sangat cepat.
Nadin terkekeh kecil. "Untuk sekarang, gue gak bisa terima ajakan lo buat balikan."
"Why?" tanya Andra sangat cepat. Kali ini tatapan mereka beradu. "Apa karena gue masih terlihat menyebalkan dimata Lo?"
Nadin buru-buru menggeleng. "Gue masih perlu diyakinkan. Semenjak kita ketemu, gue masih belum ngerasa yakin buat balikan lagi sama lo."
"Jadi lo perlu diyakinkan?" tanya Andra.
Nadin mengangguk mantap. "Tentu saja. Semua cewek itu perlu diyakinkan gak sih? Biar tahu, kalau perasaan lo itu serius atau gak."
"Memangnya lo gak bisa lihat keseriusan gue, Nad?"
"Setelah menghilang entah kemana. Terus tiba-tiba datang dan malah ngajak gue balikan, itu keseriusan Lo?"
Andra mengerang pelan. "Gue perlu ngeyakinin lo dengan cara apa?"
"Bebas. Asalkan bukan hal-hal yang bikin gue sebel bahkan ilfil," jawab Nadin memberi syarat secara tersirat.
"Kalau lo udah yakin, mau balikan lagi sama gue?" Andra kembali bertanya.
Nadin mengangguk ragu. "Tergantung seberapa usahanya lo."
"Kemungkinan kita buat balikan berapa persen? Setelah gue mencoba meyakinkan Lo?"
Nadin tampak menimbang-nimbang, ia mengerutkan dahinya berpura-pura sedang berpikir. "Gini deh, kalau selama satu bulan ini kita jalanin hubungan kita kayak gini aja dulu. Kalau selama satu bulan ini lo gak berubah pikiran dan gue ngerasa yakin, sama perasaan lo. Kita boleh balikan. Tapi, kalau sebaliknya... Say goodbye aja deh," usul Nadin.
"Itupun harus dibarengi usaha buat ngeyakinin diri gue," tambahnya.
"Termasuk ini boleh?" tanya Andra, lalu tanpa Nadin duga. Dia mengecup sudut bibir Nadin singkat.
Satu detik. Dua detik. Tiga detik.
"LO–" ucapan terhenti saat Andra kembali menempelkan bibirnya, kali ini lebih lama dari sebelumnya. Mengecup bibirnya dengan perlahan, juga penuh tuntutan. Sekitaran tubuh Nadin seketika meremang. Andra menekan tengkuknya dan semakin memperdalam ciuman mereka.
Sampai akhirnya, Nadin menggigit bibir Andra keras. Nafasnya memburu. Nadin buru-buru turun dari mobil, tanpa sempat mendengar protesan Andra.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments