Andra menahan dirinya agar tidak tersenyum, saat Nadin terus bertanya tanpa henti. Ekspresi Nadin yang jengkel tanpa dibuat-buat, semakin membuatnya terlihat gemas. Alih-alih terlihat menakutkan, Nadin justru sebaliknya. Dia malah terlihat lucu dan cantik.
Andra tersenyum geli. "Lo kalau marah-marah gini kelihatan lucu tau," komentarnya dengan suara pelan. Tapi ternyata, masih bisa Nadin dengar.
"Ck! Lo pikir gue lagi ngelawak? Sampe dikatain lucu? Nyebelin bange loh!" dumelnya seraya beranjak dari tempatnya duduk. Kakinya di hentakan ke lantai layaknya anak kecil.
Gimana gak lucu coba. Setiap marah, Nadin selalu seperti anak kecil yang gak dibelikan ice cream. Bibirnya mencebik, matanya melirik tajam—tapi gak begitu terlihat menakutkan dimata Andra.
Andra menahan tangannya Nadin, mencegahnya agar tidak masuk ke dalam rumah. "Aku jelasin. Tapi... Sambil makan malam diluar gimana?" tawarnya.
Nadin tampak menimbang-nimbang, sampai akhirnya dia hanya menganggukkan kepalanya tanpa bersuara.
Andra dapat bernafas lega. Setidaknya dia Nadin tidak menolaknya.
"Yaudah, aku tungguin ya. Kamu siap-siap dulu aja," ucapnya sembari melepaskan pegangan ditangannya Nadin.
Nadin pergi begitu saja tanpa banyak komentar. Tapi, melihat dari langkahnya yang meloncat-loncat kecil, menandakan kalau dia sedang merasa senang. Andra yang melihatnya pun ikut merasa senang juga.
Menunggu Nadin bersiap-siap gak begitu lama. Satu jam dia sudah keluar dari kamarnya dengan penampilan yang lebih baik, daripada tadi. Setidaknya, pakaian yang dia pakai tidak seminim saat berenang tadi. Dibelakangnya, sahabatnya yang Andra kenal bernama Yumi. Membuntutinya dibelakang. Sesekali menggoda Nadin, yang Nadin respon dengan pelototan dan gerutuan entah apa.
"Nah gitu dong, senyum cerah. Gak kayak kemarin-kemarin, kusut bener wajahnya." Mama Nadin ikut menggodanya.
Andra tersenyum geli. Mengetahui fakta kalau Nadin merindukannya, membuatnya senang tiada tara.
"Apaan sih, Ma! Siapa juga yang kusut, dari dulu Nadin gini kale," sahutnya dengan nada sinis.
Andra menggeleng kecil. Nadin ini memang gak pandang bulu kalau bicara ketus, mau sama Mamanya atau orang yang gak dia kenal. Kalau sudah membuatnya tersinggung, pasti bakalan dia jawab dengan nada sinis.
"Depan pacar gak usah galak-galak gitu. Tunjukkin rasa sopan santunnya dong, kalau kamu itu anak baik-baik. Bukan anak yang sering melawan orang tua."
Nadin menatap Mamanya jengkel. "Please deh, gak usah hiperbola gitu Ma!" serunya. "Dan lo Yumi. Bisa diem gak? Lo gak ada bedanya ya sama Mama, sama-sama nyebelin," tambahnya lagi.
"Apa sih? Sewot bener lo jadi orang," ucap Yumi sambil menatap Nadin tajam. Tapi saat melihat Andra, dia mengerlingkan matanya penuh goda.
"Tau nih," tambah Mamanya Nadin.
Ah, teman Nadin memang unik-unik sekali.
"Ngeselin Lo," timpalnya lagi tak mau kalah. "Kak ayok berangkat," ajaknya seraya berjalan lebih dulu dari Andra.
"Kita berangkat dulu ya, Tante," pamit Andra.
"Hati-hati, pulangnya jangan malem-malem," pesan Mamanya Nadin saat Andra mencium punggung tangannya untuk berpamitan.
"Hati-hati jangan sampe pulangnya berbadan dua, Nad!" tambah Yumi yang langsung Nadin sambut dengan acungan jari tengah.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Andra mengajak Nadin ke sebuah resto hotel bintang lima. Mereka berdua duduk dekat jendela. Viewnya terlihat sangat indah dan Nadin sangat menyukainya. Apalagi, saat ini jam pergantian sore menuju malam. Jadi, ia bisa melihat matahari yang mulai perlahan terbenam.
Nadin sejak tadi merasa gelisah, entah karena apa. Andra yang terus menatapnya dan tangannya yang memeluk pinggang Nadin, membuat jantungnya jumpalitan. Ia bahkan berjalan dengan kaku. Senyum yang dipamerkannya pun terasa kaku.
Andra menarik kursi kebelakang, mempersilahkan Nadin duduk. Ia mengucapkan terima kasih tanpa suara.
Ia menarik nafasnya dalam-dalam setelah Andra duduk berhadap-hadapan dengannya. Seorang waiters menghampiri meja mereka sambil memberi buku menu. Nadin gak begitu fokus dengan apa yang dilihatnya, ia sesekali curi pandang ke arahnya. Sekaligus meyakinkan diri kalau didepannya itu, Andra sungguhan. Bukan khayalan Nadin belaka.
"Jadi...." ucap Nadin mengawali pembicaraan mereka, setelah memesan masing-masing makanan di buku menu dan seusai perginya sang waiters.
Andra menautkan kedua tangannya di depan meja, sambil menatap lurus kearah Nadin. Ia meneguk ludahnya sendiri. Nadin jadi gugup sendiri.
"Soal kemarin, gue minta maaf," ucapnya sengaja menjeda kalimatnya. Nadin masih menunggu dengan gelisah. "Maaf udah buat lo nyariin gue selama seminggu ini, maaf udah buat lo kesel, maaf udah mutusin sandiwara kita secara sepihak," sambungnya lagi.
Nadin masih tak kunjung bersuara.
"Gue.... Mau kita pacaran beneran."
"HAH?" ucapnya dengan wajah cengo. Matanya mengerjap, kedua tangannya saling bertaut di bawah meja dengan gelisah. Jantungnya semakin berdebar cepat.
"Gue mau lo jadi pacar gue," ulangnya lagi.
Nadin benar-benar speechless. Ia gak tau mau merespon ucapan Andra seperti apa. Nadin memalingkan wajahnya kearah jendela, ia gak mau tampang begonya semakin Andra lihat.
"Lo mau jadi pacar gue lagi?" tanyanya.
Nadin menarik nafasnya dalam, lalu mengerut pelipisnya yang terasa pening. "Gue jawab nanti boleh?"
Andra mengangguk kecil. "Silahkan."
Nadin masih merasa ragu dan gak begitu yakin dengan ajakan Andra. Ini masalah yang serius. Nadin sadar, kalau akhir-akhir ini dirinya uring-uringan saat Andra tidak ada kabar. Ia bahkan nekat pergi ke fakultasnya hanya untuk melihat sosoknya. Tapi.... Pertanyaan Nadin soal kemana dia pergi dan kenapa dia menghilang, belum juga Andra jawab. Dia hanya meminta maaf, tapi gak kasih Nadin penjelasan.
Lagipula, Nadin merasa gak menaruh hati pada Andra. Ia hanya merasa nyaman saja setiap kali berada di dekat dia. Semua hal yang Nadin lakukan kalau dilakukan bersama Andra terasa menyenangkan. Seperti, anak ABG yang lagi kasmaran. Tapi bukan berarti Nadin jatuh cinta lagi sama dia! NO!
Nadin masih takut kalau seandainya sifat Andra yang sebelumnya akan muncul kembali. Jujur saja, Nadin masih merasa trauma.
Keheningan diantara mereka berangsur lama. Bahkan ketika makanan mereka sampai, keduanya sama-sama tak banyak bicara. Nadin sengaja menghindari tatapan Andra. Sedangkan Andra, terus menerus melirik ke arahnya.
"Apa yang ngebuat lo yakin buat ngajakin gue balikan?" tanya Nadin pada akhirnya. Ia gak bisa membiarkan semuanya berlarut-larut sampai pulang. Nadin bukan tipe orang yang mau membawa pulang masalah.
Andra membasahi kerongkongannya lebih dulu sebelum menjawab pertanyaannya. "Karena gue ngerasa nyaman sama Lo."
"Sekedar rasa nyaman doang?"
Andra menggelengkan kepalanya tak setuju. "Selama seminggu ini gue sengaja menghindari lo, buat memastikan kalau gue beneran suka sama lo lagi atau cuma sekedar perasaan yang belum terselesaikan. Sampai akhirnya, gue sadar.... Kalau ternyata perasaan gue pure rasa suka gue sama lo. Bukan perasaan yang belum terselesaikan."
Alih-alih puas dengan jawabannya, Nadin justru mengerutkan kening heran. "Perasaan yang belum terselesaikan? Maksudnya?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments