Insomnia

Nadin sejak semalam, tidak bisa memejamkan matanya. Sepulangnya sahabatnya dan beberapa tamu yang lainnya. Nadin menjadi gelisah sendiri di kamarnya. Berkali-kali ia memeriksa ponselnya untuk melihat apakah ada notifikasi dari Andra atau tidak! Alih-alih ia menerima chat dari mantannya itu. Malah yang muncul chat dari Rosa juga Yumi, yang terus menodongkan untuk menceritakan semua detailnya.

Benarkan apa kata Nadin! Mila pasti akan menceritakan semua curhatannya pada mereka berdua. Ya, walaupun Nadin yakin Rosa sama Yumi yang memaksanya. Tapi tetap saja, Mila gak bisa jaga rahasia! Gak tau apa, kalau Rosa dan Yumi tau Nadin pasti akan jadi bual-bualan mereka sampai akhir.

Ck!

Nadin menghela nafas kasar. "Kenapa gue harus nungguin chat dari dia? Kenapa gue harus gak bisa tidur gara-gara dia gak ngabarin gue? Kenapa gue jadi kayak orang galau karena gak di chat pacar?!! Astaga Nadin! Sadar, sadar!! NADIN SADAR GAK LOH!" pekiknya diujung kalimat.

Ia menepuk-nepuk pipinya supaya tersadar.

Nadin merebahkan dirinya diatas kasur sambil memeluk guling. Ia mencoba mengenyahkan Andra di dalam pikirannya. Ia memaksa dirinya memejamkan matanya. Di dalam hati ia merapalkan doa-doa agar bisa tertidur. Tapi percuma saja, Nadin masih tidak kunjung mengantuk dan justru ia semakin ingin membuka room chatnya dengan Andra. Sembari merefreshnya. Siapa tahu, Andra mengirimkan chat padanya.

Nadin menjitak kepalanya sendiri. Lagi dan Lagi yang ada dipikirannya hanya Andra, Andra dan Andra. Kenapa juga Nadin harus memikirkan dia terus? Huh! Kayak gak punya kerjaan aja!

Karena tidak bisa tidur. Akhirnya Nadin memutuskan untuk membuat teh chamomile agar ia bisa tidur. Namun, betapa terkejutnya ia saat membuka pintu kamat. Disuguhkan oleh wajah Kakaknya Belly yang acak-acakan, mirip banget kuntilanak. Bedanya, dia memeluk guling.

"Lo ngapain berdiri disitu sih?" tanyanya kesal.

"Gak bisa tidur gue. Gue tidur disini aja ya?"

Nadin buru-buru menghalangi Belly agar tidak masuk ke dalam kamarnya. "NO! Pergi tidur dikamar lo–oke boleh." Nadin seketika berubah pikiran saat Kak Belly memelototinya.

"Lo mau kemana?"

"Mau bikin teh. Lo mau?" tawarnya dengan baik hati.

"Boleh deh."

Nadin langsung saja pergi ke dapur untuk membuat teh chamomile, yang ternyata Kak Belly mengikutinya dibelakang. Dia duduk di kursi pantry sambil menunggunya membuat teh. Tidak membutuhkan waktu lama, Nadin sudah selesai membuatnya. Tehnya yang masih mengepul uap panas, ia berikan langsung pada Kak Belly. Dia kelihatan gak begitu semangat dalam menyambut teh buatannya.

"Lo ada masalah?" tanya Nadin saat menyadari kalau matanya itu memerah. "Habis putus sama pacar lo?" tebaknya dengan hati-hati.

Kak Belly meliriknya sekilas, lalu menghela nafas kasar. "Kok lo tahu?"

"Nebak aja," jawabnya seraya mengangkat bahunya. "Cerita aja, kalau emang lo mau cerita. Kalau gak yaudah."

"Dia selingkuh," ucap Kak Belly mengawali ceritanya.

"Sama?"

"Gak tau. Gak kenal gue ceweknya siapa. Cuma ..." Kak Belly menatapnya, dia sengaja menjeda ucapannya. Nadin menaikkan sebelah alisnya, ia penasaran.

"Cuma apaan?!" desaknya saat Kakaknya itu gak ada niatan buat melanjutkan ucapannya.

"Gue lihat dia selingkuh di gedung apartemen tempat lo tinggal."

What?

"Lo ngapain ke gedung apartemen gue? Pacar lo tinggal disana?" tanyanya tak sabaran, karena Kak Belly terus menerus berbicara pendek-pendek. Nadin jadi geregetan sendiri.

Kak Belly menggeleng cepat. "Gue disuruh Mama buat ganti kode apartemen lo lagi, bia–"

"Ganti kode lagi?!" potongnya.

"Dengerin gue dulu," geramnya dengan tertahan.

Nadin mencebik. "Yaudah cepetan dong, gak usah pendek-pendek gitu ngomongnya."

Kak Belly menatapnya dengan tatapan tajam. Nadin menciut seketika. Pada akhirnya, ia mendengarkan cerita kakaknya itu dengan kesabaran ekstra.

"Waktu Mama minta gue buat ganti kode apartemen lo lagi, gue tadinya minta tolong pacar gue buat antar kesana. Tapi katanya gak bisa, ada urusan kerja. Yaudah, gue pergi sendiri...." Kak Belly lagi-lagi menjeda ucapannya. Dia kembali menarik nafasnya kali ini lebih panjang dari sebelumnya. Nadin yang kelewat penasaran, gak meminta kakaknya untuk gak melanjutkan ceritanya.

"Terus, gue ketemu dia di lift. Dia lagi gandengan sama cewek."

"Lo Jambak ceweknya gak?"

Kak Belly menggelengkan kepalanya.

"Kenapa gak lo Jambak sih, Kak?!" Nadin menggeram tertahan. Kakaknya ini kelewat baik atau bodoh sih? Harusnya, kalau pacar ketahuan selingkuh itu pelakornya harus langsung dijambak! Bukan malah dibiarin gitu aja.

"Gue waktu itu kaget. Gak nyangka aja, kalau ternyata dia selingkuh dari gue."

Nadin menggembungkan pipinya, menahan sesak di dadanya. Ia tidak terima mendengar kakaknya diselingkuhi.

"Lo tahu nama ceweknya siapa? Kalau cowok lo gak tinggal disana, berarti ceweknya yang tinggal disana dong? Lo tahu gak dia tinggalnya dilantai berapa? Nomor unitnya berapa?" Nadin bertanya dengan beruntun dan menggebu-gebu.

"Mau ngapain lo?"

"Gue labrak lah," sahutnya cepat. "Lo pikir dengan gue denger lo diselingkuhin, bakalan diem aja gitu? Gak lah! Seenggaknya gue kasih pelajaran ceweknya biar gak main ambil cewek orang!"

"Gak usah," ucap Kak Belly mencoba memperingatinya. "Ceweknya kelihatan banget jago berantem, gue aja gak berani buat melototin wajahnya."

Nadin berdecih. "Lo pikir gue takut?"

Kak Belly tersenyum geli. "Hahaha... Gue lupa ya, kalau adek gue ini pernah terancam dikeluarin di sekolahnya. Gara-gara mukulin temen-temennya yang sering ngebully."

"Aish! Kenapa masih inget juga," decaknya. "Cepetan kasih tau gue, nama, alamat, kalau ada nomer teleponnya sini kasih ke gue, biar gue samperin orangnya."

"Gue bilang gak usah!"

Nadin mendesis tajam. Kak Belly ini emang rada kepala batu. Lebih batu daripada Nadin dan Kak Bian.

"Yaudah, biar gue cari sendiri. Kalau bisa gue samperin mantan pacar lo itu," ancamnya.

"Gue belum putus ya sama dia!" sentaknya.

Pupil matanya melebar, bibirnya terbuka. Syok dengan ucapan Kakaknya barusan. Ternyata, ada manusia yang lebih bodoh daripada dirinya. Kalau dipikir-pikir, Nadin masih aga mendingan karena dirinya cuma mengharapkan chat dari mantan. Daripada kakaknya, yang malah masih mempertahankan hubungannya. Padahal udah jelas-jelas selingkuh.

"Kenapa belum putus? Masih sayang Lo?"

"Kalau iya kenapa?" tanyanya balik, kali ini sambil menatapnya dengan tajam. "Ini urusan gue, bukan urusan lo. Urusin sana soal perasaan lo sama mantan pacar dan mantan atasan lo itu."

"Kok jadi gue sih?" kesalnya setengah mati.

"Lah, kenapa? Gak suka?" menyebalkan!

Nadin menyeruput teh chamomilenya yang sudah mulai hangat, sambil melirik kakaknya kesal. Hari ini, Nadin terlalu banyak menemukan manusia-manusia menyebalkan.

"Eh tapi–"

"Apa?!"

"Biasa aja dong!" sewotnya. Nadin memutar bola matanya jengkel. "Gue gak ingat namanya siapa, tapi dia tinggalnya satu lantai sama lo. Tubuhnya tinggi, kurus. Rambutnya warnanya aga pirang dan ada tato di lengannya."

Nadin menghela nafas pasrah. Dengan hanya informasi itu, pasti akan susah untuk mengetahui siapa orangnya. Minimal kasih tahu namanya atau nomer unitnya. Biar ia bisa langsung melabraknya, tanpa repot-repot mencari.

"Ah, gue inget! Namanya Chika. Soalnya gue sempet denger, waktu pacar gue manggil namanya."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!