Benci jadi cinta?

"Lo kenapa sih, Nad?" tanya Mila saat Nadin terus menerus mendengus kasar sambil menatap ponselnya. Lalu, detik selanjutnya ia melemparkan ponselnya ke atas kasur dengan kesal.

"Tau ah, gue bete banget!"

Mila menghela nafas panjang. Untungnya, dari ketiga sahabat Nadin yang ada disini hanya Mila seorang. Karena, dark mereka bertiga Mila yang sifatnya masih mendingan. Kalau saja ada mereka berdua dan melihat Nadin bertingkah gak jelas begini, pasti akan langsung diamuk masa dan mencecarnya habis-habisan.

"Mau cerita atau gak?" tawar Mila.

"Gak. Lo pasti bakalan cepu sama mereka," jawabnya cepat. Meragukan Mila dalam menjaga rahasianya. Belum saja Mila bicara, dalam hitungan detik. Nadin sudah merubah posisinya. Yang tadinya bersandar pada kepala ranjang miliknya, menjadi menghadap Mila yang sedang selonjoran disofa kamarnya. Nadin berubah pikiran. "Janji gak akan Cepu?"

Mila mengangguk mantap. "Janji," katanya sambil mengulurkan jari kelingkingnya ke udara, begitu juga Nadin. "Jadi?"

"Gue kesel sama Andra," ucapnya mengawali sesi curhatnya malam ini. "Gue kesel karena dia pergi tanpa bilang ke gue. Gue juga nyoba cek WA, siapa tau dia kasih tau gue lewat chat gitu. Tapi ternyata gak sama sekali! Gue tahu kalau gue bukan siapa-siapanya dia! Cuma pacar pura-pura dia, jadi gue gak ada hak buat marah. Tapi, ayolah! Masa setelah bilang kalau dia 'mau jadi pacar gue' terus dia pergi gitu aja?! Gue jadinya berasa dicampakkan pacar tau gak sih?!" jelas Nadin dengan nada yang menggebu-gebu. Ekspresi wajah kesalnya tak bisa dia sembunyikan.

"Brengsek banget doi," komentar Mila.

"Iyakan?!" serunya dengan pekikan. "Dan lo tau gak Mil? Apa yang lebih nyebelinnya lagi?"

Mila menggeleng buru-buru. "Apa tuh?"

"Gue malah baper sama dia," ucap Nadin tanpa sadar.

"WHAT?!" Mila seketika menegakkan tubuhnya, menatap Nadin dengan penuh kecurigaan. Begitu juga Nadin yang tersadar dengan ucapannya sendiri.

Nadin mengerjapkan matanya beberapa kali. Tatapan mereka dua beradu. Mila menatapnya penuh tuntutan, meminta Nadin untuk menjelaskan. Sedangkan Nadin sendiri, mengerjakan matanya. Mencoba mencerna kejadian beberapa detik yang lalu. Mampus! Nadin sudah salah bicara.

"Gak, gak, gak! Gue gak baper sama dia," elaknya seraya mengoreksi kalimat sebelumnya. "Gue... Gue... Gue cuma ngerasa kesel aja. Iya itu!" koreksi Lagi.

Bukannya percaya, Mila malah berujar, "gue gak tuli kali, Nad." Dia pura-pura kesal.

"Gue gak maksud gitu, Mila." Nadin mencebik, menatap Mila dengan melas. Ia benar-benar terbawa suasana, sehingga bibirnya tergelincir untuk mengatakan hal yang tidak-tidak. Ia menyesal. "Gue cuma terbawa suasana aja," tambahnya lagi.

Mila sontak saja tertawa kencang. Sedangkan Nadin, semakin kebingungan sendiri.

"Jadi, lo beneran naksir mantan lo itu?" tanya Mila mencoba menyimpulkan pembicaraan mereka, disela tawanya.

"GAK!" elak Nadin laki, kali ini dengan rengekan kecil. "Amit-amit! Gue gak mau balikan lagi sama dia. Pokoknya gak mau!" Nadin menjerit-jerit bak anak kecil, Mila yang melihat itu semakin tertawa kencang. Menggoda Nadin memang paling menyenangkan untuk Mila. Karena, Nadin gampang sekali tersulut emosi.

"Lo gak sadar apa tadi pas acara ulang tahun nyokap lo, Lo sama Andra mesra banget? Mana cowok lo pake meluk pinggang lo erat lagi. Kita bertiga sampe percaya kalau lo sama dia pacaran beneran."

Nadin mendesis tajam. "Please, jangan diingetin lagi. Itu tuh karena si Cakra sialan liatin gue mulu!"

"Cakra? Cowok yang mau dijodohin sama lo itu?"

"Lo tahu?" tanya Nadin bingung.

Seingatnya Nadin belum memberitahu nama orang yang akan di jodohkannya itu. Kenapa Mila tiba-tiba tahu sendiri?

"Taulah! Orang nyokapnya doi sering banget bilang kalau lo calon mantunya."

Ah, pantas saja.

"Emang iya?" Mila mengangguk lagi. "Asal lo tahu ya, dia tuh mantan atasan gue waktu kerja part time. Dan Lo tahu? Sikap dia... lebih annoying daripada mantan gue Andra. Sumpah demi apapun! Gue benci banget sama itu orang!"

"Lebih benci daripada sama Andra?"

Nadin mengangguk mantap. "Kalau dipikir-pikir ya, tingkat nyebelin Andra sekarang tuh masih bisa gue toleransi. Sedangkan Cakra, dia sama sekali gak bisa ditoleransi lagi."

"Masa sih?"

"Iya! Ibaratnya nih, annoying-nya Andra tuh udah lumayan berkurang. Mungkin sekitar enam puluh persen. Sedangkan Cakra, tingkat nyebelin dia tuh sembilan puluh persen. Alias udah mau capai level maksimal!"

"Kenapa lo bisa menyimpulkan kayak gitu?" tanya Mila penasaran.

"Gue pernah bilang, kan? Kalau mantan gue itu sering gangguin gue setiap hari, chat gak jelas gitu. Nah, sedangkan mantan bos gue itu, mecat gue di cafe punyanya dia. Cakra sialan itu bilang, kalau dia gak butuh pegawai kayak gitu. Emangnya gue selama kerja gak pernah ngelakuin kesalahan. Dan demi apapun, setiap dia kesel atau ada customer yang ngeluh kalau pegawainya gini-gini. Yang kena semprot tetep gue! CUMA GUE!" ucapnya dengan panjang lebar, ekspresi wajahnya semakin jelas menunjukkan kalau dia beneran kesal.

"Sampai segitunya?" tanya Mila terperangah.

"IYA! Nyebelin, kan?"

Mila jadi ikut-ikutan kesal saat mendengar curhatan Nadin. Dia tanpa sadar mencak-mencak saking kesalnya.

Lalu, Mila tiba-tiba saja bertanya lagi, "jadi lo sukanya sama siapa, Nad?"

Nadin melirik Mila dengan sinis. Sumpah serapah sudah berada diujung lidahnya, bersiap memaki. "Gak suka dua-duanya! Kenapa jadi nanya gitu sih? Gue cuma cerita kalau mereka tuh nyebelin," jawabnya dengan menahan diri agar tidak mengeluarkan kata-kata kasar.

"Tapi diantara mereka pasti lo ada rasakan?" kukuhnya.

"Gak ada tuh." Lagi, Nadin mengelaknya.

"Pasti ada," ucap Mila masih kukuh. "Rasa benci itu, biasanya bakalan berubah jadi cinta. Liat aja nanti," katanya dengan percaya diri. Seolah-olah hal itu akan terjadi pada Nadin.

Nadin memutar bola matanya jengkel. "Please deh Mil, itu tuh gak berlaku buat gue. Di hidup gue gak akan pernah ada romance, kurang-kurangin mikir gitu," tandas Nadin.

"Gak selamanya, benci itu berubah jadi cinta, Mil. Bisa aja yang awalnya benci semakin benci. Terus ya, di gue cuma berlaku Cinta jadi benci. Gak pernah tuh gue ngalamin benci jadi cinta," tambahnya lagi.

"Gak usah denial gitu deh. Liat aja nanti, gue yakin antara Andra atau Cakra, perasaan benci lo itu bakalan berubah jadi cinta." Mila masih bersikap kukuh.

Bilang gak usah denial, tapi dirinya sendiri denial. Gerutu Nadin dalam hati.

Nadin bergidik ngeri. Memikirkannya saja sudah membuat tubuhnya merinding, apalagi kalau hal itu benar-benar terjadi. Pasti tubuhnya akan menjadi gatal-gatal.

Gak boleh! Pokoknya hal itu gak boleh terjadi! Ayolah, diluaran sana masih banyak cowok yang lebih baik dari pada mereka berdua. Hanya saja, yang mencari lebih ganteng dari mereka memang susah sih. Tapi, tetap saja. Itu namanya cari mati! Kalau seandainya Nadin benar-benar mencintai salah satu dari mereka. Nadin gak mau mati muda!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!