Mulai ada rasa sama Mantan

Jam empat pagi. Diluar kamarnya sudah terdengar keributan. Suara Mamanya yang terus berteriak, meminta anak-anaknya bangun. Membuat Nadin merasa kesal sendiri. Ayolah! Ini masih jam empat pagi?! Ini terlalu dini untuknya bangun. Manusia normal itu bangun tidurnya jam tujuh pagi, paling mentok jam setengah enam.

Ini pagi-pagi buta sudah dibangunkan. Dan ini apalagi Ya Tuha?! Mamanya terus mengetuk pintu kamarnya dan berteriak-teriak memanggil namanya. Papanya kemana sih?! Kenapa dibiarkan Mamanya membuat keributan pagi-pagi sekali.

"Nad, bangun. Nyokap lo berisik banget elah, gue masih ngantuk," erang Yumi sembari merebut guling dari Nadin, lalu memeluknya dengan erat.

"Males ah, masih ngantuk gue," balas Nadin, kali ini ia merebut seluruh bagian selimutnya dan menggulung dirinya dengan selimut. Membiarkan Yumi kedinginan.

"Orang yang dipanggil nama lo, bukan gue," katanya tak mau kalah. "Cepetan," titahnya seraya menendang Nadin kebawah.

Ia menatap Yumi tidak percaya. Sahabat satunya itu memang gak tau diri. Sudah menguasai seluruh kamarnya, sekarang malah menyuruhnya tanpa belas kasihan. Seharusnya semalam, Nadin menyuruh Mila saja buat sekamar dengannya. Bukan malah kutu kupret ini.

Nadin berdecak. Ia berjalan dengan kaki yang di hentak-hentak. Ia membuka pintu kamarnya yang dikunci dan menatap Mamanya dengan jengkel.

"Please deh, Mah. Ini masih jam empat pagi, kenapa harus teriak-teriak gitu sih? Berisik tau gak," omelnya.

"Jam empat pagi matamu! Ini udah jam sembilan pagi, Nadin. Pamali lo bangunnya siang-siang gini, nanti rezekimu dipatok ayam." Mamanya balas mengomel sambil mencak-mencak.

Nadin menggembungkan pipinya, mengerang pelan. Sambil melihat jam di dindingnya. Masih jam empat kok.

"Mama ini lagi ngigo apa gimana sih? Lihat tuh masih jam empat pagi, Ma," rengeknya pelan.

Mama Nadin menjitak kepalanya kencang. "Sadar coba sadar. Kalau bangun itu mukanya dibuka, lihat itu angka pendeknya mengarah kemana?"

Nadin mengucek-ngucek matanya, sekali lagi ia melihat jam di dinding. Ternyata, Mamanya benar kalau jam di dindingnya menunjukkan jam ke angka delapan. Tapi, Nadin tetap gak mau kalah.

"Yaudah emangnya kenapa sih? Orang masih ngantuk juga."

"Cepet mandi atau kartu ATM kamu tetap mama blokir?" ucapnya memberi ancaman.

Nadin mengerang pelan sambil menghentakkan kakinya. Ia merajuk. Karena Mamanya sama sekali gak mau kasih kesempatan, buat Nadin berleha-leha. Ah! Ini alasan lainnya kenapa Nadin gak mau tinggal bareng orang tuanya lagi. Menyebalkan.

"Yumi aja yang bangunnya siang kenapa gak dimarahin?" gerutunya. Saat melirik ke arah kasur, gadis kurang ajar itu sudah gak ada disana. Dengan kesal Nadin berteriak nyaring, "YUMI!!!"

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Nadin sepanjang hari ini terus cemberut. Karena selain dibangunkan secara gak manusiawi, ia juga harus mandi pakai air dingin. Hot water di kamar mandinya mendadak gak bisa nyala, setelah Yumi selesai mandi. Dan kayak gak ada rasa bersalahnya, cewek gila itu malah bilang, "udah takdirnya Lo mandi pakai air dingin, Nad. Biar otak lo segar."

Sinting! Yumi memang orang yang paling rada-rada diantara mereka berempat.

Untuk kesekian kalinya, Nadin mendengus. Sadar kalau anak bungsunya sedang dalam mood jelek, Mamanya bertanya, "kamu ini kenapa sih, Nad? Dari tadi kok bibirnya ditekuk terus kayak bebek."

Sontak beberapa orang yang ada disana tertawa kencang dan Nadin semakin menekuk bibirnya.

"Apaan sih, Ma. Gak lucu," dengusnya dengan tatapan sinis.

"Yaudah senyum dong, masa nyambut pacarnya malah cemberut gitu."

Nadin terkesiap. Pacar? Nadin langsung menoleh kebelakang, pupil matanya semakin melebar saat Andra baru saja datang. Ngapain dia kesini? Kok gak bilang?

"Mami yang nyuruh Andra kesini, soalnya kita mau adain acara kecil-kecilan," beritahu Mamanya menjawab kebingungan Nadin.

"Pesta apaan, Ma? Kok Nadin gak tau?" tanyanya heran, keningnya berkerut dalam.

"Masa gak tau sih?"

"Ya emang gak tau," jawabnya sebal.

"Hari ini Mama lo ulang tahun, Nadin! Masa gak inget sih? Gue aja inget," ucap Yumi dengan bangga.

"Tau nih, Yumi aja inget loh sama hari ulang tahun Mama. Kamu anaknya sendiri gak inget, keterlaluan kamu," katanya dengan penuh drama.

Nadin memutar kedua bola matanya jengkel. "Please deh, Mama aja gak inget kapan ulang tahun aku." Nadin jelas tak mau kalah.

Sebelum Nadin dan Mamanya bertengkar. Yang lain buru-buru menengahi. Nadin menghentakkan kakinya kesal, lalu menarik tangan Andra menuju belakang rumah. Sekalian mau kasih dia peringatan, buat gak nurut sama perintah Mamanya.

"Lo kok mau-mau aja sih datang kesini lagi? Mama tau darimana nomor lo? Lo kasih ya? Ck! Harusnya gue bilang, buat jangan nurutin perintah Nama. Biar gue nanti yang cari-cari alasan, kenapa lo gak dateng. Seharusnya, lo itu kasih tau gue kalau mau datang kesini. Kenapa datang tiba-tiba sih?" cerocosnya tanpa memberi Andra kesempatan untuk bicara.

"Ini emang salah gue sih dari awal, harusnya gak ajak lo kesini semalem. Pasti lo jadi repot sendirikan, karena mendadak disuruh kesini? Maafin nyokap gue ya, kalau lo emang sibuk boleh pergi kok. Biar nanti gue bilang, kalau lo ada urusan mendadak gitu."

"Nadin," panggil Andra dengan suara lembut.

Duh, kok gue jadi degdegan ya waktu dia manggil nama gue. Jangan bilang kalau gue jadi suka sama dia lagi. Batin Nadin.

"Hmm."

"Gue datang kesini dengan senang hati, alias gak ada paksaan apapun."

"Terus kenapa gak ngasih tau gue kalau mau dateng?" tanyanya cepat, tanpa memberi Andra jeda.

Andra menampilkan seulas senyum. "Udah bilang. Cuma gak lo bales. Coba cek WA lo."

"Emang iya?" tanyanya Sangsi.

"Iya."

Nadin akhirnya mengangguk kecil. Mereka berdua masih berdiri di dekat ayunan belakang rumahnya, tanpa mau melepaskan genggaman tangannya. Lebih tepatnya, Nadin masih menggenggam tangan Andra sambil melamun. Ia gak ada niatan untuk melepasnya, bahkan genggaman tangannya semakin erat.

"Ekhem!" Sebuah deheman menyadarkan Nadin. Dan genggaman tangannya terlepas seketika. "Erat banget pegangannya, kayak mau nyebrang," goda Abian sambil mengulum senyum.

Muka Nadin otomatis memerah. Matanya melirik Abian tajam. "******, bikin kaget aja lo! Sumpah ya, kalau gue punya penyakit jantung bisa mati mendadak gue!" dumelnya dengan muka memerah.

"Siapa suruh pacaran sambil ngelamun gitu. Jadi kagetkan, waktu gue dehem doang. Lagian lo mikirin apaan sih, dek? Mikirin masa depan?" ucapnya dengan ekspresi wajah penuh ejekan.

Nadin menatapnya malas. Sedangkan

Abian, terkikik geli sambil mengambil handuknya yang tersimpan di atas kursi pantai. Sesekali ia menggoda Nadin sambil bersiul-siul dan Nadin semakin memakinya di dalam hati.

Wait?! Sejak kapan Abian berenang disana? Apa dia mendengar semua ucapannya? Kalau iya, mampus! Nadin harus segera memohon pada Abangnya biar gak membocorkan rahasia ini.

"Kak, kayaknya kita perlu nyogok Bang Bian. Biar gak kasih tau Mama, kalau kita cuma pacar pura-pura."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!