Sandiwara kecil

Nadin benar-benar merasa tidak dianggap. Sejak tadi, yang terus ditanya hanyalah Andra, Andra dan Andra. Gak ada satupun yang bertanya soal dirinya. Mereka memang gak begitu kepo soal hubungannya dengan Andra. Yang Mama dan Papanya tanyakan, hanya seputaran kesibukan Andra. Dan Nadin baru tahu juga, kalau Andra satu kampus dengan Nadin hanya beda jurusan. Dia jurusan Arsitektur sedangkan Nadin Akutansi.

Nadin mendengus. Lama-lama kesal juga karena gak diajak ngobrol.

"Kenapa?" tanya Andra dengan suara berbisik.

Nadin menggeleng cepat. "Gapapa."

"Kamu kapan-kapan sering dateng kesini ya, Nak Andra. Biar Tante masakin makanan kesukaan kamu," ucap Mamanya sambil tersenyum merekah.

Nadin memutar kedua bola matanya jengah. "Masakin makanan kesukaan Nadin juga dong, Ma," seru Nadin dengan bibir yang menekuk.

"Mama sering kok buatin makanan kesukaan kamu, cuma kamunya aja yang gak mau pulang," balas mamanya tak mau kalah, "kamu ini sama pacar sendiri masa iri sih. Aneh."

Nadin semakin menekuk bibirnya kebawah. Sedangkan mamanya, bersikap gak peduli. Nadin jadi menyesali karena sudah mengajak Andra datang ke rumahnya. Posisinya sebagai anak bungsu jadi tergeser. Lagian ya, Mamanya ini kok aneh. Masa yang ditanyain Andra terus. Dia calon mantunya itu kenapa gak ikut ditanyain juga sih?

Seseorang menendang kakinya pelan. Nadin melotot menatap ketiga sahabatnya yang masih saja memandanginya, kayak orang yang mau menerkam Nadin hidup-hidup.

"Nak Andra Tante boleh nanya gak?"

Nadin melengos. Perasaan dari tadi Mamanya itu banyak tanya, kenapa mendadak minta izin segala?

"Boleh, Tante. Mau nanya apa?" jawab Andra dengan lapang dada.

Nadin juga kok kesel ya, mantannya ini kenapa mau-mau aja di interogasi mamanya sih? Harusnya ya, dia tuh marah atau sebel gitu ditanyain. Bukan malah memamerkan senyum gitu, seolah-olah hal ini bukan masalah. Apa Andra gak sadar? Kalau dia masuk terlalu jauh, nanti dia akan semakin susah buat keluar dari lingkaran setan ini. UPS!

"Sebelumnya kita pernah ketemu gak ya? Soalnya dari tadi nih, Tante gak asing ngelihat wajah kamu. Mirip Mantannya Nadin waktu sekolah."

Nadin tersedak ludahnya sendiri. Andra dengan baik hati, memberinya segelas air.

Mamanya kok inget sih sama wajah mantannya Nadin? Padahal, Nadin dulu cuma ngenalin Andra selesai doang, itupun sewaktu mereka udah putus dan mamanya masih mengingatnya.

"Masa sih Tante?" Andra balik bertanya.

"Iya. Dari bentuk muka sama matanya mirip banget, kamu punya kembaran atau saudara?"

"Yakali Nadin pacaran sama saudaranya Andra," sahut Nadin tak terima.

"Mama cuma nanya doang, apa salahnya sih, deh?" Nadin mencebik. "Kamu dulu, kan, pernah nunjukin mantan kamu ke Mama waktu SMP dulu."

"Itu udah lama banget, Ma. Masa masih inget aja sih," dumelnya.

Nadin benar-benar gak habis pikir kenapa Mamanya, tiba-tiba membahas soal mantannya. Emang sih, Nadin pernah pamer punya mantan ke Mamanya sewaktu pembagian raport. Itupun cuma selewat aja, karena Mamanya dulu terus mendesak Nadin buat punya pacar. Gak tau aja, kalau ia punya mantan yang gantengnya minta ampun.

"Kayaknya cuma mirip aja deh, Tante," ucap Andra menengahi Nadin dan Mamanya yang sudah mulai menunjukkan peperangan.

Nadin dan Sang Mama memang sering banget berantem. Gak cuma sama Mamanya aja sih, sama kedua kakaknya juga Nadin sering banget berantem. Kalau kata ketiga Rosa; Nadin itu musuh keluarga. Kecuali Papanya—beliau satu itu emang paling sering mengayomi Nadin dengan senang hati.

"Iya kali ya. Tante juga ingat-ingat lupa sih."

...***...

"Dia mantan lo ya, Nad?" tanya Yumi.

Setelah selesai dinner dan mengobrol sebentar, akhirnya Andra memutuskan untuk pulang. Sedangkan Nadin, dia tentu saja masih ada di rumahnya bersama dengan tiga kurcaci ini. Kami berempat sedang asyik nongkrong di balkon kamarnya, sambil ngemil.

"Bukan," elak Nadin.

"Masa sih? Kata Kak Belly dia mantan lo."

Nadin meliriknya sinis. "Sok tau doi. Orang dia gak pernah ketemu sama mantan gue."

"Masa sih? Tapi dari gelagat lo udah keliatan jelas deh. Iya gak, Ca?" tanya Yumi mencoba meminta dukungan pada Rosa.

Ia mendengus. "Please deh. Emangnya gelagat gue kayak gimana sih? Orang biasa aja," sahutnya dengan nada sewot.

"Jadi udah move on nih sama Mas Mantan? Berarti doi setara ya kegantengannya sama Mantan lo, yang katanya ganteng itu?"

'Ya, nggak lah!' sahut Nadin dalam hati.

Kalau dipikir-pikir, Nadin ini emang sering banget membandingkan Andra dengan cowok lain. Apa ini karena ia belum move on, seperti yang ketiga sahabatnya ucapkan? Atau karena emang di dunia ini gak ada cowok yang gantengnya melebihi Andra?

"Dia beneran pacar lo, Nad?" tanya Mila tiba-tiba, Rosa dan Yumi ikut menatapnya dengan penasaran.

"Lo pikir gue bohong?"

Yumi terkekeh. "Elah, lo pikir kita bertiga bisa lo bohongin gitu? Dari cara lo ngetreat dia aja beda, kayak canggung gitu. Keliatan banget sandiwaranya."

Nadin mencebik. Ketiga sahabatnya ini Intel atau apa sih? Kok bisa-bisanya tau kalau Nadin sedang melakukan sandiwara. Lama-lama Nadin jadi serem juga, kalau deket-deket sama mereka.

Ia menggembungkan pipinya. "Yaudah sih, kenapa diributin gini," ucapnya dengan lesu.

Mila menatapnya jengah. "Kualat lo bohongin orang tua. Gak lihat apa, nyokap lo seneng banget nyambut pacar pura-pura lo itu!"

"Gue cuma gak mau dijodohin sama anak tetangga itu, Mil! Apa salahnya sih?"

"Salahlah! Kalau emang gak mau dijodohin tinggal bilang aja, apa susahnya sih Nad?! Gak usah bawa-bawa itu cowok kesini. Pake dikenalin sebagai pacar juga," cecar Rosa dengan suara yang menggebu-gebu. Raut wajahnya kelihatan banget kalau dia gak suka dengan perbuatan Nadin malam ini.

"Pacar pura-pura," ralat Yumi.

"Iya, apalah itu," balas Rosa.

"Yaudah sorry, gue gak lagi ngelakuin itu," Nadin berucap dengan penuh sesal.

"Minta maaf sama nyokap Lo, bukan kita," ucap Mila dengan sinis.

Nadin malam ini cuma bisa pasrah. Sambil mendengarkan gerutuan mereka tentang perilaku Nadin, betapa kurang ajarnya sikap Nadin malam ini. Padahal, Nadin sendiri merasa tidak ada yang salah. Lagian, kenapa mereka harus semarah ini sih?!

Andra aja yang mendadak Nadin beritahu, kalau dia harus dikenalkan sebagai pacar di depan keluarganya, gak semarah ini. Andra aja memahami situasi Nadin. Kenapa mereka sebagai sahabatnya gak bisa memahami situasinya? Malah marah-marah gak jelas kayak gini, lagi.

Ini mereka bertiga lagi cemburu karena Nadin punya pacar, apa gimana sih? Kompak banget lagi marahin Nadin. Kayak Nadin udah melakukan kesalahan besar aja. Inikan cuma sandiwara kecil. Apa yang perlu mereka khawatirkan?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!