Hari yang buruk

"Nadin masa tidur di luar sih, Bang," rengeknya pada Abian—abangnya— dibalik telepon.

Setelah tadi Nadin menelpon satu-satu orang rumah, dimulai dari mama, papa, kakak perempuan dan terakhir Abangnya. Yang di mana cuma Bang Bian, satu-satunya orang yang dengan baik hati mau menerima teleponnya.

Ia jadi ingin memeluk Abangnya erat-erat karena dia gak ikut-ikut yang lain dengan mengabaikan panggilannya. Ya, walaupun dengan menelpon dia pun, tidak membantu sama sekali.

"Yaudah, pulang aja ke rumah. Mama suruh kamu pulang, kan," katanya dengan santai.

Nadin mendengus kasar. "Ini udah malam Abangku sayang, yakali Nadin pulang malem-malem. Nanti kalau ada yang begal gimana? Masih mending harta Nadin yang diambil, kalau nyawanya ikut diambil gimana coba?" ucapnya hiperbola.

"Astaghfirullah. Istigfar kamu!" seru Abian diseberang telepon.

"Astaghfirullah. Udah." Nadin menarik nafasnya sebelum kembali berbicara lagi. "Ayo bang, tanyain mama pin apartnya apa," bujuknya lagi.

"Gak bisa, Nadin."

Nadin makin lesu, bibirnya makin ditekuk. "Ck! Jahat banget sih sama adiknya sendiri. Masa iya Nadin harus tidur di luar," ucapnya dengan nada bersungut-sungut.

"Ya, makanya pulang, Nadin!" Itu suara mamanya. Pantes Abangnya dari tadi tetap menolak permintaannya. "Cepet pulang, mama tunggu di rumah sekarang!"

"Udah malem mamaku sayang. Nadin besok pulang, kal– halo, halo! Kok ditutup sih!" serunya kesal saat panggilan teleponnya diputus secara sepihak.

Nadin menggeram frustrasi. Kalau gak ingat ia sedang berada ditempat Andra, Nadin pasti akan berteriak sekencang-kencangnya.

Sebenarnya, Nadin bisa saja pulang ke rumah hari ini pake grab. Toh, rumahnya masih ada disekitaran Jakarta dan gak jauh dari tempatnya tinggal sekarang. Bukan karena ia gak sayang mereka atau lagi bertengkar dan semacamnya. Hanya saja, setiap kali pulang Mamanya pasti akan dengan sangat getol menjodohkannya dengan anak tetangga, yang katanya dia naksir berat sama Nadin. Ia jelas gak mau! Bukan karena dia jelek, tapi ya gimana ya. Memangnya ketampanan dia bisa disandingkan dengan Andra.

Bego!

Nadin menepuk jidatnya pelan. Lagi-lagi ia membandingkan semua cowok dengan Andra.

"Lo udah makan, Nad?" tanya Andra yang baru saja keluar dari kamarnya.

"Udah. Emm... Gue agak lebih lama tinggalnya gapapa?"

"Gapapa, santai aja."

"Lo lupa pin apartemen? Kok bisa?" tanya Chika yang baru saja selesai mandi, dia duduk di sofa samping Nadin.

"Bukan lupa, tapi sengaja diganti sama nyokap."

"Kenapa?"

"Disuruh pulang, tapi gue gak mau."

Chika menatapnya heran. Tapi Nadin, tidak berusaha menjelaskan. Terlalu malas dan moodnya udah sangat kacau. Jadi, ia membiarkan Chika menebak-nebaknya sendiri saja. Lalu, ponselnya bergetar. Tanda pesan masuk.

Kak Belly

231013

Pin barunya itu. Gue yang ganti soalnya. Jangan bilang-bilang Mama kalau gue yang ngasih tau. Tapi, lo harus pulang besok!! Kalau gak mau dikenalin sama anak tetangga, bawa pacar aja!

Nadin mengulum senyumnya. Kakak satunya itu memang terbaik. Walaupun sifatnya yang kadang menyebalkan, tapi kalau Nadin lagi kesusahan begini, dia bakalan jadi orang pertama yang mau menolongnya. Dengan cepat, Nadin membalas pesannya.

^^^Oke! Thank you kak.^^^

Tak lama Kak Belly membalasnya lagi.

JANGAN LUPA BAWA PACAR!!!

Nadin berdecak. Saat membaca pesan terakhir yang pakai capslock itu, yang membuatnya jadi sakit mati. Lagian, Kak Belly gak inget apa. Kalau Nadin selama ini menjomblo. Yakali, Nadin bisa tiba-tiba punya pacar.

Hadeuh!

***

Cakra Bossy!

Nadin, mulai hari ini kamu gak usah kerja lagi ya. Saya udah gak butuh pekerja part time kayak kamu. Gaji bulan ini nanti saya transfer.

Nadin mengerjap, mencoba mencerna isi pesan yang dikirimkan oleh Cakra. Ketiga kalinya ia membaca pesan itu dengan hati-hati, siapa tahu dia salah baca atau atasannya itu salah kirim. Namun, lima menit ia menunggunya sambil merefresh room chatnya. Yang berakhir sia-sia.

^^^Why? Kenapa saya tiba-tiba dipecat Pak?^^^

Cakra membalasnya dengan cepat.

Saya gak mau punya pegawai yang gak kompeten.

Nadin melongo. Gak kompeten dia bilang?! Jelas-jelas selama ini kerjaan Nadin sudah sangat baik, bahkan kalau mau ia bisa jadi pegawai tetap.

"Ajig gila! Gila! Pagi-pagi gue jadi kacau gara-gara lo tahu gak?! Dasar Cakra bos sialan!" gerutunya dengan nada bicara yang menggebu-gebu karena emosi.

"Sabar Nadin sabar. It's okay lo dipecat secara sepihak, lo pasti bakalan jauh lebih sukses dari si Cakra sialan itu," monolognya seraya berusaha menenangkan dirinya sendiri.

Baru saja Nadin mau bersantai-santai sebelum berangkat kuliah siangnya. Ponselnya bergetar panjang, tanda telepon masuk. Ia mengangkatnya tanpa melihat siapa yang menelepon.

"Halo, Nadin di sini."

"Kenapa semalam gak pulang? Kamu tidur di mana?"

Allahu!

Sepertinya baik Cakra ataupun Mamanya lagi bersekongkol dalam upaya mengacaukan pagi harinya Nadin.

Ia mendesah pelan. "Abis kelas, nanti pulang," ucapnya mengabaikan pertanyaan Mamanya.

"Beneran?"

"Iya. Tapi mama juga harus janji, buat stop jodoh-jodohin aku sama anak tetangga."

"Kamu, kan. Belum ketemu sama orangnya, pasti nanti naksir deh. Ganteng soalnya."

Nadin berdecak. "Nadin udah lihat kok. Orangnya gak seganteng mantan Nadin."

"Prett! Mantan kamu yang waktu SMP itu? Jelek dia, gantengan anaknya tetangga kita," katanya disertai ejekan.

"Sok tahu! Gantengan mantan Nadin lah, ke mana-mana," balas Nadin tak mau kalah. "Udah, udah! Pokoknya pas Nadin pulang, jangan suruh anak tetangga itu ke rumah. Nadin udah punya pacar. Bye."

Bego!

Nadin merutuki dirinya yang bodoh karena sudah berbohong pada mamanya. Mampus! Nadin siap-siap akan diintrogasi olehnya perihal pacar.

"Serius?" tanya Mamanya yang ternyata panggilan teleponnya belum ditutup.

"Hmm," jawab Nadin sekenanya.

"Yaudah, pulangnya jangan lupa bawa pacar ya. Kenalin sama kita."

Nadin menepuk jidatnya pelan, saat Mamanya terdengar bersemangat dibalik telepon.

"Gak janji."

"Pokoknya harus bawa, gak mau tau!" katanya keras kepala.

Setelah gak ada lagi pembicaraan, Mamanya memutuskan panggilan teleponnya. Dan Nadin, terbaring lesu di atas ranjangnya sambil merutuki dirinya yang bodoh.

"Bego Nadin, lo harus bawa siapa coba?! Pacar aja gak punya. Kenapa harus bohong sih," rutuknya kesal seraya mengacak-acak rambutnya dengan frustasi.

Stupid girl!

Setelah putus dengan Andra bertahun-tahun yang lalu. Nadin gak dekat lagi cowok mana pun. Terakhir kali ia punya gebetan, waktu awal kuliah dan itu udah lama banget. Sekarang, cowok yang Nadin kenal cuma Cakra dan Andra. Masa iya, Nadin harus ngenalin salah satu dari mereka ke Mamanya?

"Gue ajakin Andra aja kali ya, doikan ngajakin gue dinner," monolognya pada diri sendiri. "Gapapa kali ya gue ngenalin dia sebagai pacar, Andra, kan tampangnya kece. Gue jadi gak malu kalau bandingin doi sama Bang Bian atau Papanya. Sama-sama ganteng soalnya," lanjutnya berbicara pada sendiri sambil memikirkan cara bagaimana cara bilang ke Andra. Kalau hari ini dinner di rumahnya aja, makan-makanan Mamanya Nadin.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!