Nadin menepuk-nepuk pipinya berkali-kali, sambil meyakinkan diri kalau dia gak lagi mimpi atau salah lihat. Demi apa pun Nadin gak bisa percaya sepenuhnya. Cowok yang tadi dia curigai maling, ternyata mantannya sendiri! Kok dia bisa dia ada di sini?
Mata Nadin menyipit, menatapnya penuh curiga. Memindai tubuh mantannya dari atas hingga ke bawah. Otaknya berspekulasi yang tidak-tidak. Lalu, Nadin menggeleng cepat.
"Lo?! Ngapain di sini?" tanyanya seraya mengambil langkah mundur tiga kali. Dia gak siap bertemu ataupun berdekatan dengan dia.
"Masih saja galak lo," gumam Andra.
"Gue tanya sekali lagi Kalandra yang terhormat, ngapain lo berdiri di depan unit gue?!" tanyanya lagi, kali ini suaranya meninggi dan penuh tekanan kata sambil berkacak pinggang.
Dia terkekeh geli. "Gue baru pindah ke apartemen samping lo, Nadin," beritahunya, makin menambah keterkejutan Nadin.
"Gak mungkin," batinnya.
"Terus, lo ngapain berdiri di depan unit gue? Mau maling Lo!" tuduhnya.
Dia menggaruk tengkuknya. "Gue mau ngasih ini," ucapnya seraya mengambil paper bag yang diletakkan di dekat pintu apartemennya, lalu menyerahkannya pada Nadin.
Nadin enggan menerimanya.
"Gue gak ada niatan mau maling apalagi berbuat mesum seperti tuduhan lo itu. Gue cuma mau ngasih salah buah buat lo. Tetangga lain udah gue kasih, cuma lo yang belum."
Nadin memalingkan wajahnya ke arah lain. Pipinya memerah saking malu karena sudah menuduh dia yang tidak-tidak. Apalagi, tadi Nadin memukulnya bak seorang penjahat.
Bodoh!
"Sorry. Lagian penampilan lo mendukung sih."
"Kalau minta maaf yang bener, gak usah pake alasan segala," dumelnya. Sedangkan Nadin mengerucutkan bibirnya kesal. "Ini cepetan ambil, tangan gue pegel nih," titahnya seraya memaksa tangan Nadin agar mau menerimanya.
"Gak gue kasih sianida makanannya Nadin, jadi lo gak akan mati pas makan salad buahnya."
"Siapa juga yang mikir begitu," ketusnya.
"Muka lo tuh gak bisa bohong."
Nadin berdecak. "Nyebelin!"
"Udah masuk sana, gak dingin apa pake baju kurang bahan begitu."
Kekesalan Nadin makin bertambah, rasanya ia ingin mencabik-cabik wajahnya Andra sampai muka gantengnya itu berubah jadi buruk rupa. Tetapi, Nadin akhirnya cuma bisa menghentakkan kakinya kesal sambil memakinya dalam hati. Padahal ya, malam ini Nadin cuma pakai kaus oversize hitam yang dipadukan dengan celana bahan pendek warna hitam juga. Memang sih celananya super pendek sehingga tertutupi kaus, jadi keliatan kayak gak pakai celana. Tetapi tetap saja, kurang bahan apanya coba?! Dianya saja yang gak ngerti fashion. Huh!
"Semoga kita gak ketemu lagi ya, bye!"
Belum lama Nadin menyimpan kantung belanjaan dan paper bagnya di atas meja makan. Seekor kecoa terbang bebas dan mendarat di pipinya. Pupil matanya melebar seketika, ia otomatis berteriak kencang.
"AAAAA!! IBU!!" teriaknya sambil mengusir kecoanya menjauh dari pipinya. dia berlari keluar dari rumahnya dan membuka pintunya lebar-lebar. Saat melihat Andra Nadin menangis dengan histeris layaknya anak kecil yang mengadu pada orangtuanya.
"Loh, mengapa?" tanya Andra yang ternyata masih ada di sana.
"Ada kecoa," jawab Nadin disela-sela tangisannya.
Andra mengerjapkan matanya beberapa kali. Lalu, dia tertawa tanpa bisa menahannya. Merasa diejek, tangis Nadin makin histeris.
Demi apa pun, Nadin menangis bukan berarti cengeng atau lebay, hanya saja ia takut sekali dengan kecoa. Melihat tubuhnya dari layar ponsel saja sudah buat Nadin ketakutan setengah mati. Apalagi tadi, mendarat di pipinya dan itu sangat menakutkan sekaligus menjijikkan. Rasanya ia mau cuci wajahnya dengan tujuh lapis tanah dan kembang tujuh rupa.
"Loh, loh, kok makin kejer nangisnya," ucapnya panik.
"Siapa suruh ngetawain. Udah tahu gue takut banget sama kecoak," isaknya.
Andra memeluk Nadin mencoba menenangkannya yang makin menangis dengan histeris, dia menepuk-nepuk punggungnya pelan. "Udah, udah, biar gue usir kecoaknya nanti."
"Sekarang," rengeknya.
"Iya, iya, sekarang."
"Lo duluan yang masuk," titah Nadin cepat yang langsung disetujui oleh Andra. Mereka berdua masuk dengan Nadin yang bersembunyi di belakang punggungnya, memegang ujung hoodienya erat. "Itu, itu, kecoaknya disitu deket kantung belanjaan sama paper bag dari lo," tunjuknya saat melihat dua kecoak yang sedang santai diam di atas meja makannya.
Nadin bergidik ngeri. Perasaan tadi dia hanya melihat satu kecoa saja dan sekarang kenapa malah bertambah jadi dua?!
"Cepet bunuh kecoaknya," titahnya tidak sabaran.
"Bentar, gue ambil sapu dulu."
Alih-alih mengambil sapu, dia justru kembali keluar dari apartemennya. Nadin menyusulnya menatapnya dengan galak.
"Mau ke mana? Katanya mau ambil sapu. Itu sapu ada di pojok." Nadin menunjuk ke arah sapu yang berada di pojok dapur.
"Mau ambil pembasmi kecoa dulu. Kalau pake sapu takut terbang, tunggu sebentar ya."
"Beneran?"
"Iya. Lo awasi aja kecoaknya biar gak kabur."
"Ih gak mau!"
"Terus lo mau ikut gitu? Nanti kecoaknya terbang ke mana-mana gimana coba?"
Nadin menimbang-nimbang. Ia gak mau di sini sendirian, tetapi kalau dia ikut Andra pergi bagaimana kalau kecoaknya bertambah jadi tiga? Atau dia bersembunyi ditempat yang gak bisa Nadin lihat. Bisa-bisa Nadin tidak bisa tidur!
"Yasudah," ucap Nadin pada akhirnya. "Jangan lama-lama!"
"Iya."
Andra memang cowok paling bisa diandalkan. Sejak dulu saat mereka masih berpacaran, dia seringkali melindungi Nadin dengan sepenuh hati. Sifat Andra memang nyebelin, tetapi sikapnya yang gentle membuat Nadin klepek-klepek. Seperti sekarang, dia bagaikan seorang superhero yang menyelematkan Nadin dari dua kecoak yang menjijikkan itu. Membunuhnya dengan sangat kejam menggunakan pembasmi kecoak, sampai mati tak berdaya.
Nadin merasa bersyukur karena hari ini dia bertemu dengannya. Kalau gak, bisa-bisa malam ini Nadin akan mengungsi di tempat Mila atau pulang ke rumahnya.
"Udah aman, kecoaknya udah mati."
"Yakin?"
"Iya. Kalau memang masih takut kecoaknya muncul lagi, lo semprot pake ini saja." Andra memberikan pembasmi kecoa padanya.
"Makasih," ucapnya tulus.
"Gak gratis loh ini."
Nadin menatapnya tak percaya. "Serius?"
Dia mengangguk. "Lo pikir gue sukarela bantuin lo begitu."
Tuh, kan! Baru saja tadi Nadin puji-puji karena baik hati. Eh, ujung-ujungnya malah minta upah.
"Bentar, gue ambil dahulu uangnya."
"No, no. Gue gak mau dibayar pake uang," tolaknya menghentikan niat Nadin yang hendak mengambil uang di kamarnya.
"Terus apa dong? Jangan bilang..." Nadin menyilangkan kedua tangannya di depan dada, menatap Andra dengan horor.
"Otak lo kotor banget sih, Nad," decaknya.
Nadin menghela napas panjang. "Ya terus apa dong?!"
"Bayar pake nomor HP lo saja."
dia ingin menolaknya mentah-mentah. tetapi, karena malam ini Andra sudah berbaik hati, jadi dia mau tidak mau memberi nomornya.
"Yasudah sini HP lo," pintanya dengan tidak ikhlas.
Andra memberikan ponselnya, lalu Nadin menuliskan nomornya yang sudah dia hafal di luar kepala.
"Ini nomor lo beneran, kan?"
"Telepon aja kalau gak percaya."
"Oke. Thank you. Bye mantan, semoga tidur lo nyenyak ya," pamitnya seraya bersiul-siul dengan riang.
Nadin mendesis. "Cih! senang banget lo kayaknya dapet nomor gue. Belum move on ya lo, sama gue?!" monolognya setelah Andra pergi keluar dari apartemennya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments