Terpaksa Berjumpa
Sienna menangis tiada henti saat tahu kalau putranya sedang dirawat di rumah sakit. Seorang guru di sekolah anak itu yang memberinya kabar buruk seperti ini. Padahal baru sepekan anak itu bersekolah.
Justin tiba-tiba saja pingsan di sekolahnya. Sungguh, Ia sangat berharap bukanlah karena sebuah penyakit berat yang sedang diderita oleh sang putra hingga ia bisa pingsan seperti itu.
"Ada banyak darah keluar dari hidungnya Nyonya," kata sang guru melaporkan lewat telpon beberapa saat yang lalu.
"Oh, aku pikir ia pingsan hanya karena tak sarapan pagi dan juga lupa membawa bekal makan siang," ucapnya lirih dengan nada yang sangat sedih.
"Datanglah ke rumah sakit sekarang Nyonya. Dokter sedang ingin bertemu dengan keluarganya."
"Ah iya baiklah," ucap Sienna kemudian segera memakai jaket hoodie nya dan berpamitan pada Paula, pemilik toko bunga tempatnya bekerja.
Sepanjang perjalanan ke rumah sakit, tangisnya tak kunjung reda. Ia merasa bahwa nasib buruk kembali menghantam kehidupannya yang sejak dulu tak pernah bahagia.
Langit terasa runtuh tepat di hadapannya dan tak memberinya jalan untuk lari. Rasa sesal karena tak mempunyai waktu banyak untuk Justin semakin menyeruak kini. Tapi ia bisa aPa jika tuntutan ekonomi membuatnya tak bisa menjadi seorang ibu yang baik.
Bayangan anak itu yang ingin bersekolah beberapa bulan yang lalu kini berputar di dalam kepalanya.
Oh Justin, aku sudah takut saat kamu ingin keluar rumah sayang. Aku takut kalau kamu akan rendah diri karena hidup bersama denganku yang miskin dan juga tanpa daddy.
Dan ya aku juga takut akan mendengar berita buruk tentang dirimu dari orang lain.
Akhir-akhir ini kamu pun selalu saja baik padaku. Apa ini caramu untuk menyakiti aku Justin?
Oh sayangku, kamu bahkan tak pernah lagi bertanya tentang daddy padaku, apakah ini bentuk marah mu pada mommy?
Justin, kumohon. Jangan buat mommy takut sayang.
Sienna terus bermonolog di dalam hatinya dengan perasaan pilu. ia bahkan tak sadar kalau ia sudah sampai di rumah sakit kalau bukan karena sopir taxi yang memberitahunya.
"Dimana pasien yang bernama Justin Abraham, suster?" tanyanya saat baru saja menginjakkan kakinya di sebuah ruangan emergency room.
"Apa anda ibunya?"
"Iya suster. Saya Sienna Abraham. Saya ibunya," jawab Sienna dengan wajah paniknya.
"Silakan masuk ke dalam kamar sebelah kiri. Putramu sedang dirawat di sana," ucap sang perawat.
"Terimakasih banyak," balas Sienna seraya menyusut air matanya yang terasa tak ingin berhenti untuk mengalir.
Ia pun segera berjalan ke arah ruangan yang dimaksud oleh perawat itu. Sesak rasanya melihat putranya sedang terbaring lemah dengan alat bantu pernafasan yang terpasang pada hidungnya.
"Justin, kamu harus kuat sayang, hanya kamu milik aku satu-satunya di dunia ini," ucap wanita cantik itu seraya menyusut kembali airmatanya. Tangannya menggenggam tangan kecil dan kurus sang putra dengan hati yang bagai diremas pilu.
"Justin jangan buat aku takut sayang, hiks." Sienna menangis lagi seraya memeluk dan mencium tubuh ringkih itu sampai tak menyadari kalau seorang dokter yang menangani putranya sedang berdiri di belakangnya.
"Apa nyonya tidak pernah tahu kalau Justin sudah lama menderita penyakit ini?" tanya sang dokter dengan tatapan lurus pada wajah Sienna yang nampak sembab.
"Tidak dokter. Justin tak pernah sedikitpun mengeluh apapun padaku. Ia selalu tampak sehat dan kuat. Bahkan ia selalu ingin membantu aku di toko untuk menjual bunga."
"Guru yang membawanya saat ia pingsan di sekolah mengatakan kalau Justin sudah sering kali mimisan setiap jam belajar."
"Oh," Sienna tercekat. Ia begitu kaget mendengarnya. Cairan bening semakin tak terbendung menganak sungai dari kelopak matanya.
Justin memang seringkali tampak sangat pucat tapi itu karena anak itu mengaku jarang terkena sinar matahari karena sibuk membaca buku yang ia belikan di sebuah toko loakan.
"Apa penyakit Justin sangat parah dokter?" tanya Sienna dengan perasaan yang sangat takut. Sungguh, ia sangat khawatir jika saja dokter itu menyebutkan sebuah penyakit yang sangat parah.
"Umumnya anak sering mimisan di usia 3–10 tahun. Penyebabnya bisa karena udara yang kering, kebiasaan mengorek hidung, atau adanya gangguan di dalam hidung. Namun hati-hati, jika anak sering mimisan bisa saja disebabkan oleh kondisi yang sangat serius," jelas dokter itu.
Sienna semakin khawatir. Ia tegang. Tangannya jadi basah karena keringat dingin. Wajahnya menyiratkan ketakutan yang sangat dari dalam hatinya.
"Mimisan pada anak bisa terjadi mendadak dan kapan saja, seperti saat ia sedang bermain, beraktivitas atau bersekolah, hingga saat beristirahat atau tidur," lanjut Mario Bros, sang dokter.
"Tapi kenapa aku tidak pernah melihat Justin mimisan dokter. Apa ia terlalu pintar menyembunyikan penyakitnya dariku?"
"Ya, itu tentu saja. Buktinya kamu bahkan tidak mengetahuinya sebelum ini."
Sienna menghela nafasnya berat. Ia pun mencium tangan Justin yang terbebas dari jarum infus dengan tangis sesenggukan.
"Lalu apa yang harus aku lakukan dokter agar Justin segera sembuh?"
"Kami baru akan melakukan pemeriksaan dibagian THT untuk mengetahui penyebab putramu mimisan, bisa saja ada kelainan pada pembuluh darahnya."
"Oh." Sienna tercekat. Kembali ia mencium tangan dan pipi sang putra bertubi-tubi. Ia takut kalau putranya itu akan meninggalkannya dalam waktu cepat.
"Apakah itu sangat berbahaya dokter?" tanya Sienna dengan perasaan yang sangat takut.
"Kami masih akan memeriksanya lagi di laboratorium. Mimisan dalam bahasa medis disebut epistaksis. Kondisi ini terjadi ketika pembuluh darah kecil di dalam hidung pecah. Pembuluh darah ini memang mudah pecah karena dindingnya tipis dan berada dekat dengan permukaan kulit."
Sienna menyimak dengan baik penjelasan sang dokter.
"Mimisan bisa berlangsung selama beberapa detik hingga beberapa menit, tapi umumnya tidak lebih dari 10 menit. Dan jika anak sering mimisan, yaitu lebih dari satu kali seminggu. Hal ini biasanya disebabkan oleh iritasi pada pembuluh darah kecil dalam hidung yang memerlukan waktu lama untuk sembuh, terutama pada anak yang sering pilek atau alergi."
"Kami akan tetap memeriksanya lebih lanjut. Tapi biaya yang diperlukan lumayan banyak, nyonya."
"Ah iya, dokter. Aku mengerti." Sienna mengangguk saja. Ia sangat mengerti kalau penyakit Justin pasti membutuhkan uang yang sangat banyak.
"Baiklah, setelah ini nyonya bisa menemui bagian administrasi untuk mengurus segala sesuatunya agar kami bisa segera melakukan tindakan padanya," ucap sang dokter kemudian segera meninggalkan ruangan itu.
Aku tidak punya uang untuk pengobatan itu. Lalu kemana aku harus mendapatkannya? Ucapnya dalam hati.
"Justin sayang, apa yang harus aku lakukan untuk membangunkan dirimu," bisik Sienna dengan hati pilu.
Semua orang tahu kalau mereka berdua adalah keluarga yang sangat miskin. Sienna yang hanya seorang anak yatim-piatu dan hidup dengan hasil bekerja sebagai penjual bunga tentunya tidak punya uang atau harta yang bisa digunakan untuk membiayai penyakit putranya.
Dan sekarang ia butuh biaya mahal untuk mendapatkan perawatan yang terbaik bagi anak semata wayangnya itu. Sementara untuk kebutuhan sehari-hari saja mereka kadang tidak cukup.
Untuk membayar biaya sekolah saja, Justin mendapatkan uang dari hasil menjual lukisannya yang katanya dibeli oleh seorang pria kaya.
Akhir-akhir ini toko kecil tempatnya menjual bunga sudah jarang kedatangan pengunjung. Dan itu berarti ia tak akan mungkin mendapatkan satu dollar pun jika tidak mencari pekerjaan yang lain.
"Aku akan melakukan apa saja yang penting kamu bisa sembuh sayang," ucapnya lagi dengan suara bergetar menahan rasa sedih yang teramat sangat dari dalam hatinya.
Untuk pertama kalinya ia sangat menyesalkan hidupnya yang sangat miskin.
Berbagai ide pun muncul di dalam kepalanya untuk mendapatkan uang. Salah satunya adalah menjadi seorang pelayan seperti yang pernah dilakukannya sebelum ia mengandung Justin.
"Daddy..." gumam anak itu dengan suara pelan.
Sienna tersentak kaget. Antara haru, bahagia, dan takut mendengar putranya mencari sosok daddy yang sangat ia benci.
🍁🌺
*To be continued.
Like dan komentar ya.
Sienna Abraham 21 tahun.
Justin Abraham, 4 tahun.
Michael Robinson, 32 tahun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Astrid Yasriati
kecemasan semua ibu
2023-09-30
0
Nanda🌻
guanteng banget
2023-08-31
0
Fify
cantiknya.
2023-08-30
0