(source : pinterest)
Rainy meneguk segelas susu dengan cepat, dan meletakkan gelasnya dengan sedikit kasar. Lalu menatap tajam kearah Adimas yang masih santai menyantap sarapannya.
"Aku sudah memutuskannya, aku akan pindah kamar, terserah ada mata-mata atau tidak" ucapnya penuh emosi. Adimas hanya diam.
Rainy semakin kesal apalagi saat mengingat kejadian tadi.
Rainy terbangun karena suara alarm yang sengaja dipasang Adimas. Ia ingin mematikannya tapi tak bisa bergerak karena ditahan oleh tangan kekar Adimas yang ia tak tahu sejak kapan posisi tidurnya jadi seperti itu, dipeluk dari belakang. Ia bahkan menyadari bahwa pembatas yang dibuatnya sudah tidak ada.
Dengan usaha keras ia mencoba melepaskan tangan itu tapi justru Adimas memeluknya semakin erat. "Dia ini !" kesalnya. Ia berusaha membalikkan badan dan berhasil.
Namun ia malah terpaku saat melihat wajah Adimas begitu dekat. Garis wajah yang tegas, bulu mata yang lentik, alisnya pun sangat cantik, dan lagi bibir itu. Seketika wajahnya memerah dan jantungnya berdegup kencang, terbesit pikiran untuk ******* bibir itu.
Mata Adimas bergerak-gerak, Rainy yang mulai tersadar dari pikirannya langsung menutup mata, pura-pura tidur. Adimas yang menyadarinya semakin mengeratkan pelukannya. Rainy terlihat menahan nafasnya.
Adimas menyibak rambut Rainy, membuatnya lebih jelas memandang wajah cantik itu. Lalu mengusap bibir Rainy dengan jempolnya. Darah Rainy berdesir, ia ingin segera menghindar tapi tubuhnya seolah sudah lemas.
"Masih pura-pura?" ucap Adimas, ia melonggarkan pelukannya, membuat Rainy langsung membuka matanya dan ingin segera kabur. Belum sempat melakukannya, Adimas memeluknya kembali dan berhasil mencium bibir Rainy. Rainy yang shock ingin memberontak, namun ia juga seolah enggan mensia-siakan moment itu.
Ciuman itu agak lama, hampir membuatnya kehabisan nafas. Menyadari itu Adimas melepasnya dan tersenyum penuh kemenangan. Rainy masih terpaku diposisinya.
"Mandilah dulu, aku akan membuat sarapan" ucap Adimas sembari bangun. Otak Rainy masih loading setelah semua kejadian itu. "Ah. Iya" jawabnya lirih, ia langsung melompat dari ranjang dan berlari menuju kamar mandi.
"Hiks. Apa-apaan aku ini, bagaimana bisa aku menikmatinya?. Tapi..." Rainy mulai bergulat dengan pikirannya. "Tidak bisa, aku tidak akan semudah itu masuk perangkapnya".
"Dia benar-benar rubah licik. Huh, awas saja nanti"
Kembali ke meja makan.
"Kau memang sengaja melakukannya kan? Kau mempermainkanku kan?. Pokoknya nanti aku akan pindah kamar. Tak ada yang bisa menghalangiku" tegas Rainy.
"Ruangan lainnya sudah ku kunci, kecuali aku tidak ada yang tahu dimana kuncinya"
"Kau!" kesal Rainy.
'Sepertinya aku harus memikirkan cara untuk menemukan kunci itu. Tapi bagaimana caranya? Aku tidak akan dapat kesempatan untuk melakukannya jika aku harus berangkat ke kantor' batin Rainy sambil sesekali melirik Adimas. 'Oh aku tahu'
"Aduh, perutku" rintih Rainy sambil memegangi perutnya, "Arghh" rintihnya semakin keras. Adimas hanya meliriknya, tahu jika itu pura-pura. Tiba-tiba Rainy berlari ke kamar mandi.
Cukup lama, membuat Adimas sedikit khawatir. Rainy pun keluar, "Arghh" ia masih memegangi perutnya dan masuk kembali ke kamar mandi. Itu terjadi berulang kali.
Adimas mengecek makanan yang dimasaknya dan tidak ada masalah. Ia yakin semua bahan makanannya masih bagus. Jika Rainy pura-pura tidak mungkin seperti itu kan. Ia pun segera mencari obat di kotak P3K.
Rainy keluar dengan lemas, ia berkeringat karena kelelahan mondar-mandir, dengan lemas ia rebahan di sofa. Tak berapa lama Adimas datang membawakannya obat. Dengan telaten ia mengelap keringat Rainy dan menyuruh Rainy meminum obatnya.
"Kita kerumah sakit" ucapnya.
"Eh. Tidak perlu. Maksudku aku akan baik-baik saja setelah istirahat" tolak Rainy.
"Kalau begitu aku akan menjagamu. Istirahatlah"
"Tidak. Tidak. Kau harus ke kantor, hari ini bukankah ada pertemuan penting. Aku tak ingin menyusahkan orang lain" ucap Rainy sambil tersenyum lemah.
Memang benar hari ini akan sibuk di kantor. Adimas tak punya pilihan lain. "Mana ponselmu" ucap Adimas, dengan ragu Rainy memberikannya. "Untuk apa?"
Adimas tak menjawab, ia melakukan panggilan dengan ponsel Rainy. "Bisa saya meminta bantuan anda untuk menjaga Rainy. Karena saya harus ke kantor. Dia sedang tidak enak badan dan sendirian di rumah. Baiklah terima kasih" Adimas mengembalikan ponsel Rainy.
"Kau menelpon siapa?"
"Wanita yang bersamamu di cafe saat itu. Kau istirahatlah. Aku akan menunggu temanmu itu datang" Rainy mengangguk lega. Adimas mengusap kepalanya dengan lembut.
Rainy sedikit merasa bersalah, pasalnya ia sedang pura-pura. Dan lagi ia kelelahan karena sengaja bolak-balik kamar mandi agar dikira benar-benar terkena diare. Tapi ia menepis semua itu, demi keberhasilan misinya.
Tak berapa lama kemudian, Celine datang. Ia menyapa Adimas dan langsung berlari menghampiri Rainy. "Kau! Bagaimana bisa seperti ini?" khawatirnya. Rainy hanya tersenyum lemah.
"Maaf merepotkan anda. Mohon jaga dia" ucap Adimas.
"Ah. Tidak merepotkan. Anda tenang saja saya akan mengurusnya" ucap Celine canggung. Adimas pun pergi.
Setelah memastikan pintu terkunci otomatis. Rainy langsung bangun. "Huh, akhirnya pergi juga" leganya.
"Kau? Pura-pura?" tanya Celine tidak habis pikir.
"Kau tidak tahu betapa menakutkannya tadi"
"Tunggu-tunggu, ceritakan dulu kenapa? Kau membuatku bingung"
Rainy memandang Celine serius dan mulai menceritakan semuanya.
"Hah? Apa masalahnya? Bukankah kalian sudah menikah? Itu kan..."
"Masalahnya, ini bukan pernikahan asli, ini hanya pura-pura. Aku tidak ingin mengorbankan perasaan disini. Maksudku..." Rainy bingung harus menjelaskan bagaimana, namun Celine seperti sangat memahaminya. "Baiklah aku paham. Jadi, bagaimana sekarang?" tanya Celine.
"Opsi pertama untuk mencari kunci kamar lain sudah tidak mungkin karena jelas kuncinya dibawa olehnya. Jadi kita akan mendekor ulang kamar utama saja. Aku punya ide bagus" ucap Rainy yakin.
"Baiklah, lakukan sesukamu. Eh, bagaimana kalau kita memanggil Vino juga, dia pasti akan banyak membantu". Celine segera menghubungi Vino agar segera datang.
Tak berapa lama kemudian Vino datang membawa beberapa barang yang diinginkan Rainy. Dan mereka bertiga pun mulai bekerja.
Rainy dan Celine adalah pakar mendekor tempat, karena dulu mereka aktif dalam komunitas teater bagian setting panggung. Jadi ini adalah hal yang mudah.
Karena kamar utama begitu luas jadi mereka membagi dua, tanpa mengubah desain awal kamar itu.
Jam 3 sore semuanya selesai. Rainy tersenyum bahagia. Mereka melanjutkan dengan makan-makan.
"Wah kalian benar-benar banyak membantuku. Terima kasih banyak" Rainy memeluk Celine dengan gembira.
"Kau ini seperti dengan siapa saja" ucap Celine.
"Kau yakin tidak masalah? Aku agak tidak nyaman saat melihat suamimu" tambahnya. "Tapi dia sepertinya sangat perhatian denganmu"
"Itu biar ku urus nanti. Kalian tenang saja" yakin Rainy tak ingin membuat mereka khawatir.
"Kalau terjadi sesuatu cepat hubungi kami" kata Vino.
Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore, dan sejam lagi Adimas akan pulang. Rainy segera menyuruh Celine dan Vino pulang sebelum ketahuan.
Dikantor, Adimas terlihat terburu-buru menyelesaikan meeting terakhir, dan langsung pulang. Hatinya benar-benar tidak tenang hari ini. Ia mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi.
Tak berapa lama ia sudah sampai di rumah. Dan bertepatan Celine dan Vino baru keluar rumah dan Rainy juga mengantar. Mereka berempat pun saling berhadapan dengan canggung.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments