Berserah Diri

~Aku hanya bisa berharap kepada Sang Illahi atas apa yang sangat aku impikan selama ini, karena hanya Dia-lah yang Maha Penyayang dan Maha Pengasih.~

 "Kriiingg!!"

Akhirnya bel pertanda pulang pun berbunyi. Di saat itulah para siswa dan siswi mulai berhamburan keluar dari kelas mereka masing-masing, menuju gerbang sekolah. Berbeda dengan Humayra yang masih setia di dalam kelas dengan menenggelamkan kepalanya pada lipatan kedua tangan yang diletakannya di atas meja.

"Apakah kamu baik-baik saja?" tanya Aldi yang menemui Humayra. Aldi hanya takut, jika Humayra tidak akan baik-baik saja. Karena sekarang di dalam kelas ini hanya tinggal mereka berdua saja, sebab yang lainnya sudah pada pulang ke rumah mereka masing-masing. Mendengar suara Aldi, Humayra pun menegakan kepalanya dan menatap Aldi untuk beberapa detik.

"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Aldi sekali lagi karena dia belum mendapatkan jawaban dari Humayra.

"Hmmm ...." jawab Humayra hanya dengan berdehem saja.

"Lalu kenapa masih ada di sini?" bingung Aldi yang mengerutkan keningnya.

"Iiihh, bukan urusan anta." ketus Humayra yang terkesan galak dan jutek. "Tentu saja ini menjadi urusan saya, karena tadi saya yang sudah membuat kamu pusing." ujar Aldi dengan santainya. "Ini bukan salah kamu!" seru Humayra yang sudah merasa sangat kesal dengan Aldi.

"Ooh, syukurlah kalau bukan salah saya, tapi kenapa kamu masih ada di sini? Kan ini sudah jam pulangnya sekolah? Dan apa kamu tidak takut sendirian di sini, karena sudah tidak ada siapa-siapa lagi di sini?" tanya Aldi bertubi-tubi kepada Humayra dan menyebabkan gadis itu menjadi semakin kesal.

"Iiiihhhh!!! Bisa diam nggak?" tanya Humayra dengan begitu kesalnya. "Kalau nggak, gimana?" Bukannya memberikan jawaban atas pertanyaan Humayra, Aldi malah bertanya balik kepadanya.

"Taulah, minggir!!" sentak Humayra begitu saja. Dengan kesalnya Humayra pun bangkit dari duduknya dan menyampirkan tasnya di pundak. "Kamu lucu deh." ujar Aldi saat Humayra lewat di depannya, sehingga membuat Humayra terpaksa menghentikan langkahnya.

"Anta bisa nggak, kalau jangan gangguin saya lagi?" tanya Humayra dengan begitu ketusnya sambil menatap Aldi dengan tajam. "Kalau nggak bisa, gimana?" Lagi-lagi, bukannya menjawab Aldi malah melontarkan pertanyaan yang sama sekali tidak berfaedah.

"Woiiiii ... lo tuli, ya? Udah gue bilangin, jangan gangguin cowok gue lagi!" teriak Belqis yang tiba-tiba saja memasuki kelas mereka dan langsung menghampiri Humayra dan Aldi. Lalu, mendorong tubuh Humayra hingga terhempas ke belakang. Kelakuan Belqis membuat Humayra benar-benar terkejut, begitu juga dengan Aldi, namun di balik keterkejutan itu ada sebuah amarah yang sedang bergejolak terhadap kelakuan Belqis ini.

"Belqis!!" bentak Aldi kepada Belqis yang berdiri di sampingnya bersama dengan kedua temannya, Rani dan Kina. "Sayang, dia itu sudah dekatin kamu. Ya, wajar aja kalau aku kayak gitu." Ujar Belqis sambil memajukan bibirnya beberapa senti.

Humayra yang terjatuh pun langsung berdiri dan berniat untuk meninggalkan mereka semua. Jujur saja, di hari pertama sekolah ini Humayra benar-benar merasa sangat kesal. "Maaf, permisi." pamit Humayra yang membelah jarak di antara Aldi dan Belqis, lalu pergi dari hadapan mereka semua.

"Ingat kita sudah putus dan lo nggak ada hubungan apa-apa lagi dengan gue." ujar Aldi yang juga ikut meninggalkan kelasnya, sehingga kini  hanya meninggalkan Belqis dan kedua temannya di kelas itu.

"Iiiihhhh, ini semua pasti gara-gara cewek sok alim itu." gerutu Belqis begitu saja karena merasa kesal dengan perkataan Aldi.

 

~°●°~

 

Sudah sejak tadi Humayra berada di jalanan, namun dia tidak juga sampai-sampai di rumahnya. Karena jarak sekolah dan rumahnya yang memang terbilang jauh. Humayra melakukan ini bukan berarti sejak tadi tidak ada kendaraan umum yang lewat ataupun tidak memiliki ongkos naik angkutan. Namun, dia melakukan ini agar dia bisa lama sampai di rumah dan dia juga bisa menghemat uang jajannya.

Selama di perjalanan Humayra hanya menatap nanar jalanan, sambil memikirkan semua masalah yang terjadi pada dirinya. Bayangan-bayangan di mana saat sang mama yang pergi meninggalkannya pun terngiang begitu saja. Dan tidak hanya itu bayangan-bayangan sang papa yang suka membawa wanita murahan kerumahnya juga memasuki pikirannya kini. Serta bayangan-bayangan semua kejadian yang terjadi di sekolah hari ini, sangatlah membuat Humayra merasa pusing.

"Ya Allah, hanya Engkau-lah yang tau bagaimana perasaan hamba-Mu ini sekarang dan hanya kepada-Mu juga hamba memohon pertolongan." batin Humayra di dalam hatinya.  Setelah mengatakan itu air matanya pun melocos begitu saja tanpa terkendali. Sehingga membuat pipi putih yang cubby tanpa polesan sedikit bedak itu menjadi basah karena air matanya sendiri.

 

~°●°~

 

Kini siang pun telah berganti dengan malam. Berbeda dengan hati yang masih setia merasakan kesepian setiap harinya. Tidak ada yang mau menemaninya di meja ini. Bahkan, sang papa saja belum pulang sampai sekarang, padahal sekarang sudah jam 09.00 pm. Di mana seharusnya sekarang ini papanya sudah pulang dari kantor, tapi mungkin tidak untuk sekarang. Humayra pun hanya bisa pasrah dengan ini semua, karena dia sudah benar-benar lelah akan semua ini. Ingin rasanya ajal cepat-cepat menjemputnya seperti sang mama, namun apalah daya Humayra, dia hanya tidak ingin mamanya merasa sedih dan kecewa dengannya.

Di ruangan ini tak ada sedikit suara pun, melainkan hanya kesunyian yang mendominasi dengan suara jangkrik dari halaman samping dan suara gesekan garpu dengan piring. Humayra benar-benar sendiri di sini. Membuat gadis itu menjadi semakin merindukan ibunya.

"Ma, Humayra kangen mama. Rasanya Humayra sangat ingin menyusul mama. Humayra takut ma, Humayra takut karena sekarang Humayra sendirian, ma. Nggak ada yang mau menemani Humayra di sini, ma. Seandainya, mama masih ada di sini, pasti Humayra tidak akan sendirian seperti ini. Humayra rindu mama!! Hikss ...." Tak terasa air mata pun kembali membasahi pipinya.

Setelah lama menangis, tiba-tiba indra pendengarannya menangkap sebuah suara seseorang yang sangat dikenalnya, yaitu sang papa.

"Rara!!" teriak suara besar itu dari arah ruang tamu.

"Papa??" lirih Humayra yang terkejut, namun keterkejutan itupun tidak berlangsung lama. Karena Humayra pun langsung bangkit dari duduknya, namun sebelum itu air mata yang sempat membasahi pipi itu diusapnya dengan begitu kasar. Dan barulah dia sedikit agak berlari menuju sang papa, di ruang tamu. Humayra hanya takut, jika sang papa akan memarahinya karena tidak mendengarkan panggilan darinya.

"Astaghfirullah, papa?" ujar Humayra ketika melihat keadaan Herman yang sudah berantakan gegara sehabis minum.

"Rara ... ayo duduk sini!" suruh Herman dengan keadaan setengah sadar. Dia pun menepuk sofa yang di sebelahnya masih kosong.

Tak ada sedikit pun respon atau jawaban dari Humayra. Karena ketakutan yang sangat mendalam sudah menyelimutinya. Dan kekhawatiran yang akan membuatnya menyesal dan marah kepada sang papa nanti juga telah menguasainya.

"Ayo ... sini bentar!" perintah Herman lagi, namun kali ini dia langsung menarik tangan Humayra, sehingga membuat Humayra tertarik dan terduduk di sofa yang kosong di samping dirinya.

"Papa ...." lirih Humayra yang mulai merasa risih dengan sang papa karena Herman mulai merangkul tubuhnya secara tiba-tiba.

"Shutttt ...." ujar Herman yang melepaskan rangkulannya dan meletakan jari telunjuknya di depan bibir Humayra sambil menggeleng-gelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan.

Humayra hanya bisa diam dengan diselimuti oleh rasa takut yang mendalam. Ditambah lagi sekarang Herman kembali merangkul tubuhnya. Namun, rangkulan ini lebih erat daripada sebelumnya. Sehingga membuat jarak di antara mereka berdua semakin menipis.

Rasa was-was pun menyeruak begitu saja di dalam hati Humayra. Apalagi ketika sang papa mulai mendekatkan wajahnya ke arah Humayra, sehingga membuat Humayra bisa mencium bau alkohol yang begitu jelas dari diri Herman.

"Papa!!!" teriak Humayra ketika Herman tiba-tiba saja mencium pipi Humayra. Jujur saja sebenarnya, Humayra tidak akan marah seperti ini, apabila sang papa sedang tidak mabuk. Namun, kali ini papanya sedang mabuk dan dia takut papanya akan melakukan hal-hal yang tidak diinginkan nantinya kepada dirinya.

Dengan bersusah payah Humayra pun mencoba untuk melepaskan dirinya dari Herman. Namun, sayangnya tenaga yang dimiliki oleh Herman tentu lebih besar dibandingkan dirinya.

"Papa lepasin!! Hikss ... hikss ...." tangis Humayra di saat dirinya bersusah payah melepaskan rangkulan tangan sang papa.

"Ayolah Rara, temanin papa, jangan membantah!" ujar Herman yang malahan semakin merangkul tubuh putrinya.

"Nggak pa!! Humayra nggak mau, Humayra nggak mau, papa itu lagi mabuk ... hikss ...." tangis Humayra yang masih berusaha melepaskan rangkulan tangan Herman.

Dan setelah lama bersusah payah, akhirnya Humayra pun berhasil melepaskan rangkulan tangan Herman. Dengan segera Humayra beranjak dari sana dan berlari ke dalam kamarnya yang terletak di lantai dua. Humayra marah sangat marah, dia marah pada dirinya sendiri. Kenapa dia harus pergi memenuhi panggilan sang papa tadi, seandainya dia tidak menuruti panggian papanya tadi, mungkin air mata ini tidak akan mengalir sederas ini sekarang.

Di dalam kamarnya Humayra terus-terusan saja menangis tanpa henti-hentinya. "Hiksss ... mama, Humayra takut!!! Hiksss ... hiksss ...." tangisnya yang tiada henti, sampai pada akhirnya Humayra pun tidak sadar, bahwa dia telah tertidur di balik pintu kamarnya ini, di mana dia tengah duduk sekarang ini.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!