Bagai jatuh ketimpa pohon. Tepat setelah Azizah melakukan shalat dzuhur, ia mendapati kabar dari sang suami bahwa sang Ayah di bawa ke rumah sakit. Keadaannya tiba-tiba memburuk dan kini tengah kritis. Dengan perasaan yang bercampur aduk, Zizah langsung berangkat menemui sang Ayah di antar oleh supir karena Arga sudah berada di rumah sakit lebih dulu.
"Dimana Ayah, Mas?" tanya Zizah khawatir. Belum apa-apa, air matanya telah meluncur mewakili keadaan hatinya.
"Ayah sedang berada di ruang ICU. Dokter sedang menanganinya."
"Ya Allah, Ayah!" Azizah saat ini begitu terpuruk. Tapi ia sadar, ia harus kuat untuk memberikan ketenangan pada kedua adiknya yang kini tengah menangis disana.
"Kakak, Tasya takut Ayah kenapa-napa!" ujar sang adik bungsunya itu seraya memeluknya. Azizah mencoba menenangkannya. Sedangkan Fadil, sang adik kedua tengah di tenangkan oleh Arga.
"Inshaallah Ayah akan baik-baik saja, Tasya. Kita harus terus berdoa semoga Allah kembali menyehatkan Ayah."
Tasya mengangguk, lalu kembali menangis di pelukan sang Kakak. Tak lama kemudian, dokter datang menghampiri semuanya. Tentu saja, Azizah paling terdepan untuk bertanya pada sang Dokter.
"Bagaimana keadaan Ayah saya, Dok?" tanyanya penuh rasa cemas.
Sang Dokter terdiam sejenak. "Saya sudah berusaha sebaik mungkin untuk menyelamatkan pasien. Tapi maaf... "
"Maaf apa, dok? Ayah saya pasti baik-baik saja kan?"
"Maaf, nyawa Pak Dani tidak tertolong."
Jedder
Bagai di sambar petir di siang bolong. Azizah menganga tak percaya. Air matanya meluncur tak terasa membasahi pipinya. Tubuhnya lunglai tak berdaya. Untung Arga segera menopang tubuhnya.
"Gak, gak mungkin. Ayaahhh!" Azizah menangis histeris. Arga dengan reflek memeluk istri kecilnya itu yang tampak rapuh saat ini. Mencoba untuk menguatkan Azizah dari kehilangan sang Ayah tercintanya.
"Sabar, ada aku disini." Kata-kata manis yang benar-benar tulus terucap dari mulut Arga saat ini. Tangannya mengelus lembut punggung Azizah. Perasaan tak tega begitu menyeruak memenuhi hatinya.
"Aku gak mau kehilangan Ayah. Ya Allah. Tolong jangan ambil Ayahku!" Jerit Azizah. Seketika, tubuh wanita lemah lembut itu luruh tak berdaya.
"Zizah, hey. Zizah!" Arga panik saat melihat Azizah tak sadarkan diri. Ia segera memangku tubuh mungil itu dan membawanya ke ruang rawat. Dan dokter pun segera menanganinya.
Sedangkan Fadil, kini menenangkan sang adik yang masih menangis bersedih. Ia memang seorang adik. Namun ia harus kuat, karena saat ini ia adalah satu-satunya laki-laki yang harus menjadi pengganti sang Ayah untuk melindungi Kakak dan adik perempuannya.
***
Azizah kini berada di pemakaman. Mengantarkan sang Ayah ke tempet peristirahatan terakhirnya. Menyaksikan jenazah pria yang begitu di sayanginya di kubur dengan tanah. Saat melihat peristiwa yang berhasil membuat hatinya tercabik ini dunia terasa gelap. Bahkan langit seakan jatuh menimpanya hidup-hidup. Ia kira bakal menjadi orang kuat di antara kedua adiknya. Ternyata ia orang yang paling lemah. Karena selama ini bisa di bilang Azizah anak paling dekat dengan sang Ayah.
Air matanya tak henti menetes. Bahkan sampai ia tersadar bahwa semua orang kini sudah tiada. Hanya Arga dan juga Fadil serta Tasya yang ada disana. Hancur sudah hati Azizah saat melihat bunga yang begitu banyak menghiasi makam sang Ayah. Mulai detik ini, ia tidak akan pernah merasakan kembali pelukan hangat sang Ayah, nasihat yang menenangkan, serta kasih sayang yang membuatnya selalu merasa nyaman.
"Ayah, semoga Ayah tenang disana. Semoga Allah menempatkan Ayah di surga. Maafkan Azizah jika belum bisa membahagiakan Ayah. Maafkan segala kesalahan Azizah. Maafkan jika Zizah tak ada ketika Ayah sakit dan membutuhkan Zizah. Zizah menyesal Ayah!"
Azizah memeluk makam sang Ayah yang masih basah. Arga tak henti menenangkannya dengan bahasa tubuh. Ia memang tak pandai berkata-kata. Tapi perilaku yang ia sampaikan pada Azizah menunjukan bahwa ia sangat peduli pada kesedihan istrinya tersebut.
Saat ini yang terlihat begitu terpuruk hanya Azizah dan juga Tasya. Keduanya tak henti memeluk makam sang Ayah. Namun Fadil, pria berumur 17 tahun itu tampak meneteskan air matanya dan berusaha kuat.
"Tasya, Ka Zizah, ayo kita pulang. Ini sudah sore," ucap Fadil.
Azizah mengangguk lemas. Ia memeluk punggung Tasya dan membujknya untuk pulang, "Ayo de kita pulang. Ini sudah mendung. Besok kita kesini lagi."
"Gak mau, Ka. Tasya mau disini aja temenin Ayah. Kasian Ayah sendirian."
"Tasya, ayolah. Ini sudah mau hujan. Kamu bisa sakit kalau terus disini." Sahut Danil kembali.
"Kalian pulang aja. Tasya mau disini sama Ayah!" ucap Tasya seraya terus menangis tak henti.
"Tasya, Ayo pulang!" ucap Fadil memaksa.
"Gak mau. Kakak aja yang pulang!"
"Tasya, ayo pulang!" Bentak Fadil. Entah apa yang merasukinya hingga ia berani memarahi adik kecilnya itu. Yang pasti saat ini ia begitu terpuruk. Ia ingin menyendiri di kamar dan memeluk foto sang Ayah. Kehilangan ini sungguh membuat hatinya terluka.
"Fadil, pelankan suara mu," Azizah menenangkan Fadil. Lalu ia beranjak untuk membujuk adik bungsunya pergi dari makam itu. Hingga akhirnya Tasya mau.
Fadil mengacak rambutnya kasar. Ia meneteskan air mata lebih deras. Dan berjalan menuju mobil duluan. Sedangkan Zizah kini membantu Tasya untuk masuk ke dalam mobil.
"Mau aku bantu?" ucap Arga yang khawatir melihat istri kecilnya yang terlihat begitu lemas.
Azizah hanya menggeleng pelan. Ia berjalan tanpa memperdulikan Arga.
***
Satu bulan sudah kepergian sang Ayah. Azizah kini masih berada di rumah tempat tinggal baru mendiang sang Ayah dan juga adik-adiknya. Rumah yang tak lain di berikan oleh Arga pada saat itu.
Selama satu Minggu ini, ia memaksa untuk Arga membiarkan ia tinggal di rumah ini bersama adik-adiknya. Karena ia tidak tahan dengan perlakuan ibu mertua dan istri pertama Arga yang selalu merendahkan dan menyakitinya. Apalgai saat ini Elsa berada di Indonesia hampir dua minggu full. Membuat Azizah tidak tahan dengan perlakuannya.
"Kakak, ada Non Elsa," ujar Tasya tiba-tiba. Saat ia tengah menonton siaran Televisi.
"Ada apa yaa De dia kemari?"
"Gak tau, Ka. Ade udah bilangin Kakak lagi sakit. Tapi dia tetep maksa mau ketemu Kakak."
"Yasudah, Kakak lihat dulu."
Azizah berjalan hendak menghampiri Kakak madunya itu. Namun baru saja ia membuka pintu.
Plak
Satu tamparan mengenai pipinya dengan kerasa. Raut wajah Elsa tampak marah di penuhi emosi.
"Aaawww!" Azizah meringis kesakitan. "Ada apa ini, Ka? Kenapa tiba-tiba Kakak menamparku?"
"Hey kamu, pembantu tidak tahu diri. Aku ingatkan padamu, jangan pernah mencoba untuk merebut hati suamiku. Kamu di beli hanya untuk memberikan kami seorang anak saja. Tidak lebih dari itu Azizah!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Hanifah Chayaning Tyas
Jangan berhenti menulis, kami butuh cerita seru seperti ini 😍
2023-07-26
0
Aisyah Azzahra
aku membutuhkan kepastian untuk dapat menyelesaikan cerita, tolong update lagi thor! 😊
2023-07-26
0