Bab 5

Selama acara makan malam, banyak pujian yang dilontarkan oleh calon ayah mertua dan calon ibu mertuanya Bianca, membuat Bianca merasa sangat tersanjung, akhirnya dia mendapatkan respon positif dari keduanya. Betapa sempurnanya hidup yang dijalani oleh Bianca.

Walaupun mungkin hanya adik tirinya Dimas yang membuatnya tak enak hati, karena gadis remaja itu main pergi begitu saja, tanpa ingin menyapanya, padahal dia adalah tamu spesial malam itu di mansion mewah tersebut.

Setelah acara makan malam selesai, Dimas mengantarkan Bianca pulang ke rumahnya, sebuah rumah sederhana dari hasil kerja keras suaminya. Di rumah tersebut telah di pasang spanduk yang bertuliskan di jual, karena Bianca sudah tak membutuhkan rumah itu lagi, setelah menikah dengan Dimas, dia akan tinggal di sebuah mansion yang sangat megah, rasanya dia seperti cinderella yang telah menemukan seorang pangeran yang sangat tajir.

Bianca berharap semua ini bukanlah mimpi, dia tidak ingin bangun dari mimpinya. Mimpinya terlalu sempurna dengan memiliki kekasih seperti Dimas, Dimas akan memberikan apapun yang Bianca inginkan.

Bianca duduk dipangkuan Dimas yang tengah duduk di pinggiran ranjang, mereka sekarang sedang berada di kamar, sebuah kamar yang selalu dipakai tidur oleh Alvaro dan Bianca.

Dimas menciumi pundak Bianca, "Aku sudah tak sabar ingin menikah denganmu, Bi. Kapan kamu akan bercerai dengan suami kamu?" Nafas Dimas terdengar begitu berat, pria itu sudah bernaf-su.

"Secepatnya." Jawab Bianca, singkat. Kini tekadnya sudah bulat, dia ingin berpisah dengan Alvaro dan menikah dengan Dimas.

Bianca sudah tak ingin hidup miskin lagi, dia tidak ingin menjalani kehidupan yang menyedihkan jika terus bersama Alvaro.

Setelah menikah dengan Alvaro, akhirnya Bianca sadar bahwa cinta saja di dalam pernikahan itu tidak akan membuat bahagia, dia memang masih mencintai Alvaro, tapi yang dibutuhkan oleh Bianca bukanlah cinta yang tulus, tapi harta yang yang bisa menjamin masa depannya.

Dengan harta, Bianca tidak perlu takut lagi hari esok bisa makan atau tidak, dia tidak perlu takut lagi kalau sakit punya uang untuk diperiksa ke dokter atau tidak. Dia bisa membeli apa saja yang dia mau, dan dia bisa memakan makanan apapun yang yang dia inginkan. Baginya hal seperti itulah yang akan membuatnya bahagia.

Tapi ada hal yang membuat pikiran Bianca terganggu, yaitu tentang adik tirinya Dimas. Bagaimana kalau ternyata yang menjadi penerus perusahaan adalah adik tirinya itu, secara Joana adalah putri kandungnya Pak Riki, sementara Dimas hanyalah anak tiri.

"Dimas."

Dimas tak langsung menjawab, karena tangannya sedang sibuk mere-mas-re-mas buah semangkanya Bianca. Entah dari kapan tangan pria itu berhasil menyelinap masuk ke dalam kemeja dan bra-nya.

"Kenapa?" tanya Dimas dengan nafasnya yang sudah terdengar berat karena tak sabar ingin segera menggempur Bianca diatas ranjang.

"Apa kamu yakin kalau kamu yang akan menjadi penerus perusahaan Alpha?" Mungkin Bianca sedang mengkhawatirkan status Dimas yang ternyata adalah anak tirinya Pak Riki, apalagi Pak Riki memiliki anak kandung, yang mungkin saja akan mengancam posisi Dimas di perusahaan suatu saat nanti.

"Tentu saja, anak ingusan itu tak ada bakat untuk meneruskan perusahaan. Apalagi aku seorang pria, hanya aku yang bisa diandalkan oleh ayah tiriku itu." Dimas mulai membuka kemeja Bianca dan bra-nya.

Lalu pria itu merebahkan tubuh Bianca di atas kasur, dan langsung menindihnya.

"Dilihat dari sikap dan tingkahnya, sepertinya dia adalah anak yang kurang ajar." Bianca masih ingin membahas tentang adik tirinya Dimas.

Tapi Dimas malas menanggapi perkataan Bianca, dia sedang melahap bulatan indah dan kenyal itu, ukurannya memang begitu besar dan sangat menggoda.

Sementara tangannya Dimas mulai bermain dengan bagian bawahnya Bianca, yang hampir tiap hari sering dia masuki.

Bianca memilih pasrah saja, setiap kali dia bercinta dengan Dimas, dia membayangkan sedang bercinta dengan Alvaro. Mungkin karena Alvaro adalah pria pekerja keras, sehingga tubuhnya begitu berotot, berbeda dengan Dimas, sepertinya pria itu malas sekali berolahraga. Dan Alvaro memang jauh lebih tampan dari Dimas. Dimas hanya menang soal harta saja.

"Ahhh..." Bianca mendes-ah ketika menyadari miliknya sedang dimainkan oleh mulutnya Dimas, mungkin karena dia sedang melamun sampai tidak menyadari saat Dimas membuka celananya.

Bianca mencengkeram rambut Dimas, agar Dimas semakin leluasa memainkan miliknya, sampai dia melebarkan pahanya, "Oh terus Dimas."

Dimas tersenyum puas, dia sangat suka jika Bianca mendes-ah seperti itu, apalagi ketika Dimas berhasil membuat Bianca basah.

Dimas mulai menyatukan tubuh mereka, keduanya sangat menikmati disetiap hentakan demi hentakan yang Dimas lakukan terhadap tubuh Bianca.

...****************...

Setiap hari Alvaro selalu menunggu dan menunggu sang istri untuk menjenguk dirinya, dia ingin tahu bagaimana perkembangan calon bayi yang tengah dikandung oleh Bianca. Sampai dia pernah memikirkan nama apa yang pantas untuk anaknya nanti, apakah anaknya akan terlahir secantik Bianca atau setampan Alvaro?

Alvaro sangat menantikan ketika ada seorang anak kecil memanggil dirinya ayah, walaupun bayi itu belum lahir, tapi rasa sayangnya tak perlu diragukan lagi, makanya Alvaro selalu membelikan makanan yang Bianca mau dan membelikan Bianca susu khusus ibu hamil, agar calon bayinya tak kekurangan nutrisi dan tentu saja dia sangat memperhatikan kesehatan Bianca.

"Saudara Alvaro, ada seseorang yang ingin menemuimu." kata seorang sipir, pria itu membuka gembok jeruji besi tersebut, mempersilahkan Alvaro keluar untuk menemui tamunya.

Sudah Alvaro tebak, pasti Bianca, karena hanya Bianca satu-satunya yang dia punya. Dia tak memiliki keluarga lagi selain Bianca. Sampai dia menahan tangis, akhirnya bisa bertemu lagi dengan Bianca.

Ternyata benar saja, ketika Alvaro datang ke ruangan tempat menjenguk narapidana, Alvaro melihat Bianca yang sedang berdiri di depan meja, dari raut wajahnya, Bianca terlihat sedang melamun.

"Bi." sapa Alvaro dengan mata berkaca-kaca, dia berjalan mendekati Bianca untuk memeluk sang istri. Sungguh dia sangat merindukan dan mencemaskan Bianca.

Tapi Alvaro dibuat terkejut ketika Bianca berjalan mundur, sebuah pertanda bahwa dia menolak untuk dipeluk oleh Alvaro. Wanita itu seakan merasa jijik kepada Alvaro.

Alvaro lebih fokus ke perutnya Bianca, kenapa perutnya Bianca masih terlihat rata. "Bi, kenapa perut kamu..."

Bianca memotong perkataan Alvaro. "Aku ingin bercerai denganmu, Al." ucapnya sembari memperlihatkan surat gugatan cerai kepada Alvaro.

Alvaro nampak mematung, rasanya hatinya sedang dihantam benda keras, begitu mengejutkan dan menyakitkan. Alvaro tidak paham, mengapa Bianca tiba-tiba ingin bercerai dengannya. Kesalahan apa yang dia perbuat kepada Bianca sehingga Bianca tega ingin bercerai dengannya tanpa memikirkan apa yang telah dia korbankan untuk Bianca?

Terpopuler

Comments

Agnezz

Agnezz

kalo biasanya aku baca novel kebanyakan yg berengsek si pria tapi ini si wanitanya. Dari sudut pandang pria , memang wanita kadang bisa jadi RACUN. Seperti kisah Hawa yg membujuk Adam untuk makan buah terlarang. Hawa / kaum wanita terbujuk oleh ular/iblis dan meneruskan bujukannya ke Adam untuk berbuat dosa.

2024-04-22

1

Tuti Tyastuti

Tuti Tyastuti

bianca gx tau diri

2024-03-26

0

Santi Rizal

Santi Rizal

wanita tak tau di untung..
suami sudah berkorban demi dia

2024-03-23

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!