Ara adalah salah satu primadona ditempatnya bekerja saat ini, club yang ramai pengunjung setiap malamnya, bukan hanya pria yang datang, bahkan wanita pun banyak yang mengunjungi tempat itu, namun bukan itu permasalahannya. Yang membuat Ara tak habis fikir adalah kenapa belakangan ini ia sepi pengunjung.
Dia yang biasanya paling sibuk dengan banyaknya pelanggan yang memesannya, kini berubah menjadi pelayan yang hanya duduk merenung tanpa adanya panggilan, dan jika ia ingat-ingat kembali, satu-satunya pria yang memesannya hanyalah Daren.
"Belakangan ini kau sepi pelanggan ya, Ara" Ucap seorang wanita dengan tatapan meremehkan.
Ara menoleh, menemukan sosok yang merupakan senior di bagian Arcadia, ia mengurungkan niatnya yang hendak mengambil air dalam mesin pendingin yang berada di pantry para pekerja. Secepat itukah berita tentang dirinya menyebar ?
Ara tidak menanggapi ucapan wanita itu, ia memilih diam dan memutar tubuhnya "Maaf aku permisi dulu"
"Sadar diri saja, kau sudah tidak laku! jadi berhentilah bersikap angkuh pada seniormu"
Wanita yang Ara kenal dengan nama Sella itu kembali berujar, membuat tubuh Ara seketika kembali memutar menghadapnya.
"Maaf, aku tidak merasa menjadi favorit disini, jika para pelanggan memesanku, apa itu salahku?"
Ara bahkan tidak tahu, kenapa para senior di Arcadia dan Salora begitu tidak menyukainya, menjadi favorit ditempat itu bukanlah hal yang patut dibanggakan, pikirnya.
"Baguslah kalau kau berfikir begitu, kau tidak pantas mendapatkan label favorit, kami yang lebih banyak bekerja untuk memuaskan para pelanggan, tidak seperti kau gadis sok suci" ucap wanita itu seraya mengibaskan rambutnya dengan angkuh, berjalan melewati Ara yang hanya mematung di tempatnya.
...----------------...
Waktu menunjukkan pukul tiga dini hari, Ara melangkahkan kakinya keluar dari tempatnya bekerja, mengenakan gaun selutut dengan jaket tebal yang membalut tubuhnya, serta tas yang menggantung dilengan kanannya. Kesehariannya bak wanita murahan, bekerja malam lalu pulang dini hari.
Di usianya yang masih tergolong muda harus memikirkan beban yang begitu banyak, kebutuhan hidupnya hutang-hutang orangtuanya, kebahagiannya, hal-hal yang harusnya tidak dilakukan gadis seusianya.
Baru saja beberapa langkah menjauhi club itu, rasa pening dikepalanya tiba-tiba saja datang, ia melangkah mendekati pohon besar di sisi kirinya, tangannya mencoba meraih batang pohon itu guna menopang beban tubuhnya.
Tangannya merogoh saku jaketnya, mencari benda pipih yang ia taruh disana. Ia berfikir sejenak, siapa kiranya yang bisa ia hubungi untuk menlongnya, mengingat ia tidak banyak memiliki kerabat yang tinggal dekat dengannya.
Ara menyerah, meletakkan kembali ponselnya ke dalam saku jaket, seraya memejamkan mata lalu menghela nafas dalam-dalam, berharap rasa pening di kepalanya segera hilang agar ia bisa pulang secepatnya.
Ia melangkahkan tungkainya selangkah demi selangkah, Ara memejamkan matanya menahan pening yang semakin lama semakin menyiksa, lalu tiba-tiba seseorang merengkulnya dari belakang, Ara tidak mampu berfikir untuk melawan atau menghindar, ia hanya diam dan membiarkan semuanya terjadi begitu saja, usapan pada puncak kepalanya bahkan terasa sangat menenangkan, tapi ia masih tidak sanggup membuka mata.
"Kau kenapa?" Ara menghembuskan nafas lega, tahu betul suara milik siapa yang baru saja ia dengar.
Ara hanya terdiam tidak bisa menjawab pertanyaan Daren yang masih memeluknya untuk menahan agar tidak terjatuh ke tanah.
Aku tidak tahu, Daren. Tolong bawa aku pulang.
Harapannya adalah Daren mampu memahami kondisinya walau bibirnya tidak bisa mengucap sepatah kata pun, lemas menerjang sekujur tubuhnya.
"Kita pulang, kita pulang sekarang" ucapnya seraya mengangkat tubuh Ara dengan kedua tangannya.
Beruntung Daren datang tepat waktu, entah kenapa sejak tadi ia memikirkan gadis itu, perasaannya membawanya datang ke club walau hampir menjelang pagi, ternyata benar saja, gadis itu tengah membutuhkan pertolongan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments