Anak Manis

Sandra berceloteh begitu banyak tentang pekerjaan kami, juga tentang kejadian yang menimpaku semalam. Selain itu, ia juga menceritakan soal pacar barunya, dan..dia berencana ingin berhenti dari pekerjaannya saat ini.

Katakan saja, aku sekarang ingin menangis. Sandra adalah satu-satunya teman dekatku ditempat kerja, dia yang selalu membantu dan menyemangatiku setiap kali aku merasa terpuruk.

Aku senang dia akan terlepas dari pekerjaan ini, tapi di sisi lain aku tidak bisa membohongi diriku sendiri, aku juga sedih akan hal itu, sebentar lagi dia akan pergi dan meninggalkanku berjuang sendiri di tempat yang begitu kelam.

Rasanya begitu menyakitkan, aku juga ingin berhenti, aku ingin bekerja seperti keinginanku yang dulu, menjadi seorang pegawai kantoran yang hanya sibuk dengan komputer atau apapun itu. Aku rindu kehidupan ku yang normal.

"Kalungmu bagus" tanya Sandra yang pandangannya beralih pada leherku

Aku mengangguk, memegangi liontinnya sesaat "Seseorang mengirimkanku ini siang tadi, aku sangat menyukainya"

"Benarkah? Kau serius? Wah..itu sangat indah, ada berlian di liontinnya, itu pasti kalung yang sangat mahal"

Sandra nampak terkejut mendengar kalimatku, bagaimana tidak? aneh saja jika ada orang yang memberiku kalung semahal ini dengan cuma-cuma.

"Entahlah San, aku pun tidak tahu siapa pengirimnya, emm..mungkin Nyonya Helen atau Tuan Ronald yang memberikannya sebagai permintaan maaf?"

Sandra mengangguk paham "Mungkin saja, mengingat kejadian kemarin sangat beresiko bagimu"

Aku kembali menikmati lobster yang sudah ku pesan tadi, menikmati waktu senggang yang begitu sulit ku dapatkan, setidaknya hari ini harus berjalan dengan baik bukan?

"Ra, hari sabtu kau libur kan?" tanya Sandra yang ku balas dengan anggukan

"Kekasihku ulang tahun hari itu, kau harus datang oke? dia memintaku mengundang teman-temanku"

"Baiklah, aku akan datang" ucapku yang dibalas senyuman oleh Sandra.

Waktu menunjukkan pukul 10:00 malam, setelah cukup lama bercengkrama akhirnya kami memutuskan untuk pulang, Sandra pergi ke arah kiri sedangkan aku ke arah yang berlawanan.

Aku melangkahkan tungkaiku menyusuri jalan yang semakin menjauh dari restoran, kembali teringat bahwa minggu depan Sandra benar-benar akan berhenti bekerja dan aku benar-benar akan sendirian.

Tuhan..kapan kiranya hutangku akan lunas? mengapa orangtua ku tega meninggalkan begitu banyak hutang padaku? tidak pernah kah mereka berfikir bagaimana kehidupanku kedepannya?

"Tante!"

Aku berjalan di trotoar dibawah pepohonan yang menimbulkan suara gesekan akibat terpaan angin, ku eratkan jaket yang membalut tubuhku.

"Tante Ala!"

langkahku terhenti dengan sendirinya, aku merasa terpanggil, ku fikir awalnya bukan aku, tapi namaku ikut disebut setelahnya.

Aku memutar tubuhku dan melihat sosok anak kecil yang tengah berlari ke arahku, si tampan kecil yang aku kenal.

Anak itu berdiri dihadapanku, kepalanya terangkat ke atas untuk menatapku, dia tampak terengah-engah sehabis berlari, tapi kenapa dia ada disini sendirian malam-malam begini?

Aku berjongkok untuk menyetarakan tinggiku dengannya, mataku menatap wajah mungil tampannya yang mengingatkanku pada sosok ayahnya, Tuan Daren.

"Hai boy, apa yang kau lakukan disini sendirian?" aku mengusap lembut puncak kepalanya, ia tampak mengerucutkan bibirnya lalu menggeleng.

"Daffa tadi belcama papa, tapi papa membawa Daffa ke lestolan, telus papa pelgi, Daffa diculuh menunggu dicana" tuturnya menjelaskan padaku, aku terkekeh kecil melihat betapa menggemaskannya dia.

"Lalu kenapa kau ada disini? bukannya direstoran hm?"

"Daffa bocan tante, dicana tidak celu, Daffa kabul tapi cekalang Daffa menyecal kalna tidak ingat jalan pulang"

"Baiklah, apa kau ingat nama restorannya?" tidak ada pilihan lain selain mengantarkannya kembali.

"Tidak, tapi Daffa ingat nomel papa, tante bica telpon papa? culuh papa menjemputku"

Aku terdiam sesaat, apa anak ini serius? apa aku harus benar-benar menghubungi Daren?

"Cepat tante, nanti papa mencaliku"

Aku menelan salivaku, apa tidak ada cara lain? apa harus ini yang aku lakukan sekarang? astaga! andai anak ini tahu apa yang terjadi antara aku dan papanya. ah...aku harus bagaimana?

"Berapa nomer papamu?" ucapku pada akhirnya

"082134xxxx"

Aku mengangkat Daffa dan membawanya duduk di kursi panjang yang ada pada taman disisi trotoar, anak ini tidak tahu saja betapa gugupnya aku saat ini.

"Siapa?"

Matilah aku, apa yang harus ku katakan.

"Papa..papa jemput Dafaa cekalang!"

Aku terlonjak saat Daffa berteriak di ponsel yang sedang menempel ditelingaku.

"Daffa, dimana kamu?"

"T..tuan Daren, anakmu bersamaku, dia tersesat, kami berada di taman didekat restoran seafood kota, bisakah k-kau menjemputnya sekarang?"

Aku memejamkan mataku diakhir kalimat, rasanya gugup sekali meskipun ini bukan yang pertama kalinya aku berbicara dengannya.

Suara deheman terdengar dari sebrang sana "Ah..Ara, bawa dulu dia bersamamu oke? aku baru bisa menjemputnya sekitar satu jam lagi, tolong bantu aku"

Aku terdiam sesaat, apa aku harus membawanya ke apartemenku?

"Ara, kau masih disana?"

"I..iya Tuan Daren"

"Bawa dia ketempatmu, aku akan menjemputnya satu jam lagi, ku mohon bantu aku menjaganya sebentar"

Aku memejamkan mata, mengangguk seolah ia bisa melihat pergerakanku, aku menatap Daffa yang sedang menungguku berbicara dengan papanya.

"Mau ikut kerumah tante?" ucapku sesaat setelah mematikan sambungan telepon.

Terpopuler

Comments

Riri_awrite

Riri_awrite

Daffa jadi jembatan cintanya Ara&Daren 😂

2023-08-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!