"Terima kasih karena sudah mau menunggu, nyonya" Ara meletakkan secangkir kopi hitam dihadapan wanita penagih hutang.
Wanita itu mengangguk, menyesap kopinya lalu menatap Ara dengan tatapan penuh arti.
Ara yang mengerti dengan tatapan itu pun segera memberikan sebuah amplop tebal berwarna coklat yang didalamnya sudah ada sejumlah uang.
"Oh Wow ku kira kau akan gagal mendapatkan uangnya" ucap wanita itu. Ara hanya tersenyum padanya, karena baginya wanita dihadapannya ini sangat menyebalkan, selalu sinis tapi jika sudah melihat uang wajahnya seketika berubah.
"Kalau begini terus akan lebih baik kan? hutangmu cepat lunas dan aku tidak perlu repot-repot datang ke apartemen sempitmu ini" Ara menarik nafas dalam-dalam saat mendengarnya, berusaha agat tidak terpancing emosi
"Kalau saja kau tidak terus menagih hutang padaku, aprtemenku bahkan bisa lebih luas dari tubuhmu! dasar wanita sialan, tidak mengerti kesusahan orang lain!"
"Baiklah aku pergi" ucap wanita itu seraya bangkit dari duduknya lalu melangkah keluar meninggalkan apartemen.
Ara bergegas mengganti piyama tidurnya dengan dress cerah musim panas, wajahnya dibiarkan tanpa makeup, terlihat simple namun tetap cantik. Ia meraih tas selempang miliknya dan keluar untuk membeli kebutuhan bulanannya yang sudah hampir habis.
Supermarket terdekat adalah tujuannya saat ini, ia hanya perlu berjalan kaki karena setelah ini harus beristirahat agar nanti malam saat bekerja tidak mengantuk.
Sesampainya disana, ia melangkahkan tungkainya memasuki supermarket, mendorong sebuah trolley lalu berkeliling untuk mencari barang-barang yang di butuhkan. Terkadang maniknya melirik barang-barang wanita yang sedang diskon, namun sesaat ia mencoba mengingat lagi hutang-hutang yang harus dibayar "Huh..aku harus berhemat"
Papa! ini jelek! aku tidak suka! aku mau yang bilu papa..
Langkah Ara terhenti saat melihat anak laki-laki melempar sebuah mobil mainan ke hadapan pria yang sepertinya itu adalah orangtuanya.
Kau itu laki-laki, warna merah lebih bagus, kau harus gagah seperti papa..
Kedua manik Ara membulat saat melihat siapa sosok pria yang dipanggil papa oleh anak itu, rambut hitam legam dengan kemeja putih yang lengannya di gulung sampai siku, celana hitam panjang, rahangnya yang tegas terlihat walau hanya melihat dari samping "Tuan Daren" gumamnya pelan, dengan cepat Ara memutar troley berbalik menjauh dari pria itu.
Bukan karena tidak ingin menyapa, namun hanya tidak siap bertemu dengannya, mengingat apa yang mereka lakukan tempo hari.
"Anak kecil itu memanggilnya papa? apa itu anaknya? apakah dia sudah berkeluarga? astaga Sandra! dia bilang Daren masih lajang"
Pikiran Ara kembali teringat pada saat malam itu, ia berpikir Daren memang pria brengsek! sudah memilik istri tapi malah main wanita di club, dan apa yang mereka lakukan malam itu? "Ahh sial! aku jadi merasa menyesal! apa dia tidak memikirkan perasaan istrinya? atau setidaknya apa dia tidak memikirkan perasaan anaknya jika sampai tahu?" gumamnya sendiri
Namun Ara mencoba mengalihkan pikirannya, ini bukan salahnya kan? ia hanya bekerja, ia mencari uang untuk hidupnya.
Langkahnya kembali berhenti di sebuah stand perhiasan, jarang sekali ada stand seperti ini, jadi ia memutuskan untuk melihat-lihat sebentar, walau tidak akan membelinya.
"Boleh aku lihat-lihat sebentar?" tanya nya pada penjaga stand tersebut.
"Silahkan Nonna"
Banyak sekali yang menarik perhatiannya, maniknya tertuju pada sebuah kalung emas berwarna putih dengan inisial namanya disana "Cantiknya..tunggu aku ya, aku akan membelimu jika hutangku sudah lunas" ucapnya sesaat sebelum pergi meninggalkan stand tersebut, karena jika tidak, ia tidak sanggup menahan hasrat belanjanya.
"Terimakkasih, selamat datang kembali" Ara memberikan senyum terakhir sebelum akhirnya menenteng tas belanjaan dan berjalan keluar supermarket.
Hendak berjalan ke arah kanan, namun atensinya terbawa ke arah kiri, tepat dikursi panjang yang tidak jauh dari supermarket. Anak kecil yang sempat ia lihat tadi bersama Daren tengah duduk menyendiri dengan mainan mobil merah dipangkuannya, anak itu tengah menangis terisak.
Seketika Ara tersentuh melihatnya, tidak tega melihat anak kecil menangis, terlebih lagi ia seorang diri tanpa ada yang mendampingi, bagaimana jika nanti terjadi hal-hal yang tidak di inginkan? lalu Ara memutuskan untuk menghampiri anak tersebut.
"Hai" ucap Ara seraya duduk disampingnya
Anak itu menoleh, namun tidak lama kembali menundukkan kepalanya dan melanjutkan tangisannya serta tangannya yang tidak berhenti melubangi plastik dari mobil mainannya.
"Kenapa menangis? kau tidak suka mainanmu?"
Anak itu mengangguk pelan dan menoleh ke arahnya, seolah mengadu.
"Papa jahat tante!"
"Mau bercerita padaku? kau akan merasa lebih baik jika bercerita, percayalah"
Anak itu menarik nafas hingga terdengar suara cairan hidung ikut tertarik kembali. Ara meraih tissue dalam tasnya dan segera menyeka area hidungnya.
"Keluarkan cairan hidungmu sampai habis, aku akan bersihkan, ayo" ucapnya lalu anak itu melakukannya.
"Sudah, ayo coba ceritakan padaku, kenapa kau begitu sedih?" anak itu mengangguk seraya tangannya masih memainkan mobil merah mainannya dengan kesal.
Terlihat sangat tampan diusianya yang masih kecil, wajahnya sangat menggemaskan.
"Daffa mau mobil walna bilu, tapi papa menyuluh Daffa beli walna melah, Daffa kecal! celalu caja walna melah, Daffa bocan"
"Daren ini apa-apan sih, anaknya mau warna biru kenapa dibelikan merah? kan yang mainan anaknya, bukan dia!"
"Tidak apa-apa, lagipula bentuknya kan sama, hanya berbeda warna"
"Tapi Daffa tidak cuka tante!" rengeknya.
Ara tersenyum lalu mengusap pelan rambut anak itu "Lalu kenapa kau disini, hm? kemana ayahmu?"
"Papa ke kantol belakang, papa menyuluhku menunggu dicini" jawabnya lemas, sspertinya sudah lelah menangis dari tadi.
"Kenapa dia membiarkanmu disini? kalau kau diculik bagaimana?"
"Tidak tahu, papa celalu menyuluhku dicini cetiap mau pelgi ke kantol belakang"
Apa dia pemilik supermarket ini?
"Nama tante ciapa?" tanyanya yang sepertinya sudah bisa melupakan kesedihannya
"Namaku Ara"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments