BAB 10. Feeling Seorang Istri

"Kalau sampai orang-orang tahu akan pernikahan Jia dan Galih, Wanita itu akan tahu kalau Galih masih hidup," ujar Tuan Bram dalam diamnya saat acara akad nikah Galih dan Jia selesai.

Tuan Bram melangkahkan kakinya berjalan ke arah Galih kemudian memilih untuk berbicara dengannya.

"Galih, Om mau bicara sama kamu, boleh, nak?" tanya Tuan Bram yang membuat Galih membalikkan badannya dan menatap Tuan Bram.

"Boleh, Om, mau bicara dimana?"

"Diluar sana yah, Om mau bicara secara Pribadi dengan kamu," jawab Tuan Bram mengajak Galih keluar dari ruangan itu sementara Galih menyusulnya dibelakang.

Sesampainya mereka berdua di luar, Galih menatap sejenak Tuan Bram. "Ada apa, Om?"

"Kamu mau tinggal sama istri, Garret dan anak-anak dari istri kamu di Mansion Om aja yah, sepi disana cuma ada Tante kamu sama Farhan dan istrinya," jawab Tuan Bram yang membuat Galih menghela napas sejenak.

"Maaf Om, bukannya Galih menolak, tapi Om tahu kan kalau Farhan tidak suka dengan Galih dan Garret, Galih gamau kalau Om sampe ribut gara-gara ini," jelas Galih yang membuat Tuan Bram meraih tangan Galih.

"Kamu gak usah mikirin itu, biar Om yang atur semuanya, kamu mau yah, Om juga akan bicara dengan Garret," Tuan Bram menatap Galih dengan tatapan penuh harap sedangkan Galih tampak bimbang sendiri.

Setelah cukup lama berpikir akhirnya Galih menyetujui keinginan Tuan Bram kepadanya, setelah percakapan itu Galih memilih berjalan masuk ke dalam rumah Jia lagi untuk menemui Jia.

"Jia, sekarang kan kita sudah sah menjadi suami istri, kamu ikut saya yah, kita akan tinggal di Mansion milik Om saya, ada satu bangunan semi-keluarga yang kosong disana, siapkan barang-barang kamu," ujar Galih kepada Jia yang membuat Jia mengangkat kepalanya kepada Galih.

"Tapi Kak, Bagaimana dengan anak-anak?" tanya Jia yang membuat Galih terdiam sejenak.

Galih meraih tangan Jia dan mengusapnya pelan. "Kamu gak usah mikirin itu yah, siapin juga barang-barang anak-anak, urusan anak-anak udah diurus sama Garret."

"Baik, Kak," jawab Jia hendak pergi tapi Galih masih menahan tangan istrinya itu. "Kenapa kak?"

"Jia, kamu tahu kan bahwa pernikahan ini berjalan secara mendadak, kamu tokoh publik yang cukup berpengaruh, salah satu wanita karir yang cukup sukses, saya ingin kamu merahasiakan pernikahan ini, dan salah satu caranya adalah tidak memakai cincin nikah kita," jelas Galih yang membuat Jia terdiam.

"Apa harus dilakukan?"

Galih mengangguk, dia meraih jari manis Jia dan melepaskan cincin itu. "Terkadang ikatan itu hadir dalam bentuk perasaan Jia tidak perlu simbolis, mau ada atau tidak ada cincin ini, saya tetap suami kamu dan kamu istri saya."

Setelah melepaskan itu, Galih juga melepaskan cincinnya dan mengambilnya kotak cincin itu. "Kamu tahu kenapa?"

Galih menaruh cincin itu kedalam kotak sementara Jia menatapnya sejenak. "Kenapa kak?"

Galih meraih telapak tangan Jia dan memberikan kotak cincin itu. "Karena hatimu yang terpilih."

"Silakan masuk, anggap saja seperti rumah kalian sendiri," ujar Tuan Bram saat Jia dan Galih turun dari mobil.

Kini mereka berdua sudah berada di depan pintu mansion milik Tuan Bram yang membuat Galih dan Jia saling melempar pandangan.

"Bi! Bi Asih!" Tuan Bram tampak memanggil pembantunya keluar bersama dua orang lainnya. "Ini barang-barang Galih dan istrinya tolong kamu bawa ke kamar yang sudah saya suruh siapkan tadi yah!"

"Baik, Tuan," jawab mereka membawa barang-barang itu, sementara Galih dan Jia berjalan masuk mengikuti Tuan Bram.

Sesampainya diruang tengah, mereka sudah disambut oleh Nyonya Asti dan Naira.

"Selamat datang yah Mas Galih, Mbak Jia, semoga betah dirumah ini," ujar Naira pada keduanya yang membuat Jia mengangguk perlahan.

"Akhirnya kamu balik lagi ke rumah ini, Nak," Nyonya Asti tampak memeluk Galih. "Kamu udah makan, istri kamu udah makan, anak-anak kalian mana, kata Papa istri kamu punya anak, dimana?"

"Makasih Tante, Anak-anak lagi dijemput sama Garret, bentar lagi juga datang kok," jawab Galih.

Disaat mereka saling menyambut, Farhan yang mendengar itu keluar dari kamarnya dan berjalan menuju ke arah mereka.

"Bagus! Orang Buangan sudah datang!" ujar Farhan yang membuat Galih hanya menghela napas panjang.

"Pertama Papa membawa satu orang, kemudian dua orang, sekarang tiga orang ditambah dua anak, kenapa gak jadikan rumah ini tempat penampungan aja, Pa?" lanjut Farhan yang membuat Tuan Bram mengangkat tangannya.

"Farhan! Jaga ucapan kamu, mulai hari ini Galih dan istrinya akan tinggal dirumah ini!"

"Yah bagus! Memang ini kan yang Papa mau? Menampung orang yang tidak jelas asal usulnya!" Farhan menunjuk Galih dengan bengis.

"Farhan!"

"Kenapa Pa!"

"Tutup mulut kamu!"

"Kenapa! Kalau Papa ngebela dia, menang Papa tahu asal usulnya!" jelas Farhan yang membuat Tuan Bram terdiam. "Kenapa? Tidak tahu?"

Suasana tegang itu menjadi hening seketika, yang membuat semuanya diam. "Suami saya bukan orang buangan, dia bukan orang yang tidak jelas asal usulnya!"

"Woah! Istri baru ini ternyata udah berani yah, jangan karena Papa saya ngasih hati ke kalian, makanya kamu berani!" jawab Farhan. "Udah nyusun rencana sama suami kamu buat ngerebut harta keluarga ini?*

"Saya tidak bermaksud begitu, ini tidak ada sangkut pautnya dengan KEBAIKAN dari Tuan Bram, kalau ingin saya juga bisa membeli mansion saya sendiri, saya dan suami saya tidak pernah meminta untuk tinggal disini, dan saya sama sekali tidak tertarik dengan harta kalian!"

"Bullshit!"

"FARHAN!" Tuan Bram membentak Farhan. "Jangan berbicara seperti itu kepada Jia, dia adalah Investor perusahaan Papa asal kamu tahu!"

"Naira, bawa suami kamu pergi darisini, sebelum Papa menjadi khilaf!" lanjut Tuan Bram yang membuat Naira membawa pergi Farhan dari sana. "Jia, Maafkan tingkah laku anak saya."

Jia hanya diam, dia memeluk lengan dari Galih kemudian membawa Galih untuk pergi ke kamar mereka yang diarahkan oleh pembantu disana.

"Kenapa kamu belain saya, saya memang orang buangan bukan?"

Jia diam, dia menatap Galih kemudian menutup pintu kamar mereka. "Tidak ada keluarga yang mau mengakui saya, saya cuma orang asing disini."

"Tidak akan ada yang menganggap kamu begitu, selama aku ada disini Kak, kamu bukan orang buangan, aku tahu itu."

"Kamu tidak kenal siapa saya."

Jia tersenyum, dia meraih wajah Galih kemudian menangkupnya pelan. "Semuanya ada di mata kamu kak, seperti pandangan kamu tentang aku, dan pandanganku tentang kamu, karena Hati kita yang Terpilih."

Galih terdiam, dia menundukkan kepalanya, dan menyandarkan kepalanya di bahu Jia. "Sebenarnya saya siapa."

"Kamu suamiku, dulu, sekarang sampai nanti."

"Dulu?"

"Yah, aku janji, aku bakal bantu kakak buat kelarin semua ini dan bantu kakak buat ingat semuanya, yang terpenting adalah pernikahan kita karena aku merasa bahwa ada sesuatu yang mengancam diluar sana."

"Maksud kamu?"

"Aku tidak tahu pasti, tapi Feeling seorang istri selalu benar," bisik Jia memeluk erat Galih.

TBC

Terpopuler

Comments

Sri Puryani

Sri Puryani

farhan klo tau sesungguhnya br tau rasa

2025-02-01

0

¢αнαуα мєηтαяι

¢αнαуα мєηтαяι

mulut nya farhan kalo ngomong suka seenaknya. gak pernah d jaga, bisa nya cuma menghina orang

2023-08-13

0

ᑎᎥຮ𑜅 🩷E𝆯⃟🚀ᵒⁿ`oғғ

ᑎᎥຮ𑜅 🩷E𝆯⃟🚀ᵒⁿ`oғғ

ehh farhan mulut nya kudu dikasih kopi isi seblak dl deh..
duhh siapa sih dalang dr semua kejadian ini🤔

2023-08-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!