Beberapa hari ini sikap Guntur tidak jelas dan menyebalkan, tepatnya setelah dia dan Alya harus menikah. Malam itu Guntur meninggalkan rumah Alya dengan alasan akan membicarakan dengan keluarga. Tentu saja hal itu hanya alasan, bahkan dia tidak menghubungi Alya setelahnya.
“Lo kenapa sih?” tanya Jati.
“Tau, nyebelin kayak cewek PMS. Nggak jelas,” ejek Kanta.
Guntur berdecak, karena dua sahabatnya itu tidak tahu masalah yang dihadapi Guntur.
“Lo kalau nggak tahu masalah, diem. Jangan bikin gue tambah kesel.”
“Berantem kali sama si cupu,” cetus Jati pada Kanta.
“Ah iya, pasti karena ini.”
Guntur heran, kenapa Alya tidak menghubunginya atau mencarinya.
“Coba lo lihat ke kelasnya, masih hidup nggak si cupu!” titah Guntur.
Tidak lama Jati pun kembali membawa berita tentang Alya, gadis cupu yang sudah membuat hari-hari Guntur tidak karuan.
“Alya nggak ada,” ungkap Jati.
“Hah. Nggak ada ke mana?”
“Mana gue tahu, lo yang dekat sama Alya. Yang jelas dia nggak sekolah, katanya udah beberapa hari gitu.”
Guntur menatap layar ponsel tepatnya kontak Alya. Dia ingin menghubungi, tapi ragu. Akhirnya memutuskan untuk menemui Alya usai sekolah.
...***...
Guntur menghentikan motornya di ujung jalan kediaman Alya. Dia melihat bendera kuning. Lebih terkejut lagi saat tiba di depan kediaman Alya. Di pagar rumah tersemat juga bendera kuning, tapi kondisi rumah itu terlihat sepi. Pintunya pun tertutup rapat.
“Alya,” panggil Guntur.
Tidak ada jawaban.
“Al,” panggilnya lagi.
Ke mana si Alya, batin Guntur.
Karena tidak ada sahutan, Guntur kembali menaiki motor untuk meninggalkan tempat itu.
“Nak Guntur.”
Kebetulan Pak RT lewat dan melihat Guntur lalu menyapa, Guntur pun menanyakan keberadaan Alya karena sejak tadi tidak ada sahutan juga bendera kuning yang ada di pagar rumah Alya.
“Loh, nak Guntur nggak tahu?”
“Tahu apa Pak?”
“Memang kalian tidak tinggal bersama?”
Guntur menggelengkan kepalanya.
“Ck, pernikahan kalian itu bukan main-main. Sah di mata agama,” tutur Pak RT. “Ibu Alya kemarin meninggal.”
“Ah, yang bener Pak?”
“Masa iya saya bercanda.”
“Meninggal kenapa pak? Alya nggak bilang apa-apa,” sahut GUntur. “Barusan saya panggil juga nggak dijawab.”
Pak RT menyarankan Guntur untuk masuk ke dalam, karena Alya ada di dalam. Tidak mungkin dia pergi, karena dia hanya tinggal bersama Ibunya. Tidak ada kerabat lain.
Guntur kembali mengetuk pintu rumah Alya, masih tidak ada jawaban. Ternyata pintu tidak terkunci, ketika Pria itu menekan handle pintu dan membukanya.
“Alya,” panggil Guntur. Masih tidak ada jawaban.
Guntur memberanikan diri melangkah ke dalam, hanya ada satu kamar yang pintunya hanya tertutup setengah.
“Alya,” panggil Guntur. Ternyata gadis itu sedang berbaring miring memunggungi pintu. Entah sadar atau tidak akan kehadiran Guntur yang sejak tadi mengganggilnya.
“Alya,” panggil Guntur lagi bahkan sudah duduk di tepi ranjang. tangannya terulur ingin menyentuh kepala Alya.
“Pergi! Tinggalin aku sendiri.”
“Alya, gue nggak tahu kalau Ibu ….”
“Sekarang kamu sudah tahu, jadi silahkan pergi.”
“Kita harus bicara Al, ayo bangun dulu,” ajak Guntur.
“Nggak perlu, silahkan pergi. Kamu bebas, aku nggak akan tahan kamu di sini.”
“Gue tunggu di depan, kita perlu bicara.”
Hampir satu jam Guntur menunggu, tapi Alya tidak menunjukkan batang hidungnya. Akhirnya Guntur kembali ke kamar, mendapati Alya yang duduk bersandar dengan wajah dibenamkan pada kedua lutut yang ditekuk. Tubuh gadis itu berguncang, karena isak tangis.
“Al ….”
Alya mengangkat wajahnya lalu mengusap air mata. Wajah gadis itu sembab, bahkan kedua matanya bengkak. Mungkin karena terlalu lama menangis.
“Kamu bisa talak aku lalu kembali ke hidupmu. Pernikahan kita hanya pernikahan siri, aku tidak akan bisa menuntut apapun,” tutur Alya.
“Alya.”
“Jangan khawatir, aku tidak akan bocorkan hal ini ke sekolah. Lagi pula aku sudah tidak berminat kembali sekolah.”
“Al, sebentar lagi ujian.”
“Yang buat aku semangat sekolah itu Ibu. Aku ingin bisa kerja dan gantikan Ibu cari uang, tapi Ibu udah nggak ada jadi untuk apa aku teruskan ini. Aku hanya perlu cari uang untuk keperluan hidupku, nggak perlu sampai tamat SMA. Lagi pula sekolah rasanya bagai neraka, tidak ada yang ramah dan tulus.
"Kenapa nggak hubungi gue, waktu Ibu nggak ada?"
"Untuk apa? Kamu bukan siapa-siapa kami," jawab Alya.
"Al ...."
"Setelah kita dinikahkan, tetangga membicarakan aku. Berita yang beredar berlebihan, bahkan melenceng dari kejadian sebenarnya. Ibu tidak kuat, karena gunjingan tetangga. Dia mengeluh sakit. Keluhannya sesak, belum sempat aku bawa ke dokter ... sudah tiada."
Alya meraung sambil memukul dadanya. Guntur terenyuh melihat hal itu, dia mendekat dan meraih tubuh Alya ke dalam pelukan. Gadis itu butuh sandaran, mulutnya boleh menolak Guntur tapi tidak dengan jiwa dan raganya.
"Sabar Al, masih ada gue. Maaf, semua ini terjadi karena gue."
"Aku bukan pelac*r seperti yang mereka bilang. Ibu tidak sanggup mendengar hinaan itu."
Guntur mengusap punggung Alya, istrinya.
"Sekarang lo ikut gue, di sini lo bakal sedih terus."
"Ikut ke mana?" tanya Alya sambil mengusap air mata di pipinya.
"Ke rumah gue, kita udah suami dan istri. Hidup lo udah jadi tanggung jawab gue."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Lies Atikah
sabar alya
2024-12-08
0
maya ummu ihsan
cie udah tanggung jawab nih
2024-02-08
3
Erviana Erastus
salah kamu juga sih Alya ... yg cantik aza guntur jadikan mainan apalagi kek kamu harus kamu sadar diri
2024-02-08
0