Guntur tidak tertarik dengan Alya. Arba yang wajahnya blasteran dengan body aduhai saja, hanya dia manfaatkan untuk taruhan. Nah ini Alya. Nggak ada yang enak dilihat di mata Guntur dari seorang Alya. Kacamata yang membingkai wajahnya dan rambut dikuncir ekor kuda, mirip dengan tokoh telenovela hanya kurang behel gigi saja.
“Ada ya jaman sekarang, perempuan kayak dia,” cetus Guntur.
‘Ya adalah, lah itu si Alya,” sahut Refan lalu terbahak.
Mona beranjak dari pangkuan Refan, penasaran dengan apa yang dibicarakan oleh Guntur dan kekasihnya.
“Lagi ngomongin siapa sih?” tanya Mona heran.
Guntur dan Refan saling tatap dan Guntur memberi kode dengan matanya agar Refan tidak menyampaikan pada Mona masalah Alya.
“Betina nggak usah ikut campur, urus saja Refan biar dia nggak buang lo.” Guntur melempar tisu ke wajah Mona.
“Awas aja kalau dia berani buang gue.” Mona menghempaskan rambutnya seperti model iklan shampo.
Sedangkan di tempat berbeda, tepatnya di kelas Alya.
Gadis itu tidak bisa fokus menyelesaikan tugas milik Mona setelah kedatangan Guntur. Untuk apa seorang Guntur menemuinya. Siswa populer dengan banyak masalah dan kasus, tapi digandrungi oleh banyak perempuan.
Tidak jarang Alya mendengar Guntur dibicarakan dan diinginkan oleh teman-temannya dan baru saja pria itu mendatangi kelasnya bahkan berdiri dihadapannya.
“Dia pasti tersesat,” gumam Alya. “Tapi dia bicara denganku. Apa tidak salah,” gumam Alya sambil memposisikan kembali letak kacamata di wajahnya.
“Fokus Alya, jangan sampai Mona semakin menindas kamu.”
Alya kembali menatap buku pelajaran di depannya, tanganya sudah memegang pulpen untuk melanjutkan mengerjakan soal.
Tak.
Pulpen tadi kembali di simpan di atas meja dengan keras.
“Guntur, dia benar Guntur ‘kan?” gumam Alya lagi. “Tanggal berapa sekarang, apa aku harus menjadikan tanggal hari ini sebagai kebetulan atau keberuntungan. Siswa populer di sekolah mengajakku bicara, walaupun agak berteriak. Bukan ngobrol juga, tapi kayak marah-marah deh.”
...***...
Guntur dan kedua sohib yang selalu setia di kala musim kemarau dan musim hujan, berada di base camp tongkrongan mereka. Salah satu petak rumah kontrakan milik orangtua Jati, memang digunakan oleh ketiganya untuk sekedar kumpul dan tidak jarang mereka menginap di sana.
“Gimana bisa gue buat si cupu jatuh cinta, kalau tampangnya udah bikin gue senewen,” keluh Guntur yang sudah berbaring di karpet memandang langit-langit ruangan dengan tangan berada di bawah kepalanya.
Kanta duduk bersila sambil asyik dengan game di ponselnya, sesekali berteriak dan memaki karena timnya hampir kalah.
“Eh, gue ngomong sama lo!” teriak Guntur sambil melayangkan tendangan pada tubuh Kanta.
“Bentar, dikit lagi nih.”
Jati datang membawa plastik gorengan dan tiga botol minuman rasa buah.
“Jadi gimana rencana lo?” tanya Jati yang sudah duduk.
“Ini tadi gue lagi omongin, tapi si kampret malah fokus sama game sampahnya.”
Jati berdecak, karena Kanta asyik bermain game cacing. Tentu saja dia menjadi bulan-bulanan Jati.
“Lo harus merujuk istilah alon-alon asal kelakon,” tutur Kanta. “Cinta datang karena terbiasa,” tambahnya lagi.
“Maksud lo, bro?” Jati berteriak karena tidak sabar dengan jawaban usulan Kanta yang mungkin hanya dirinya sendiri yang mengerti akan maksudnya.
“Santai kayak di pantai, slow kayak di pulau. Kalau lo merasa Alya bukan tipe lo dan lo malas deketin dia bahkan makin jauh untuk buat dia jatuh cinta. Bisa jadi Alya juga gitu ke lo. Boleh aja para perempuan suka sama lo, bahkan mau antri demi bisa ngobrol sama lo, belum tentu Alya begitu,” tutur Kanta panjang kali lebar, kemudian mengambil botol minum jatahnya.
“dan solusinya adalah ….” Guntur bahkan sampai beranjak duduk menunggu ide cemerlang dari Kanta.
“Pelan-pelan saja. Lo deketin dia pelan-pelan, cinta datang karena terbiasa. Alya bisa jadi cinta sama lo karena kalian biasa bersama.”
“Ogah, ngapain gue deketin dia pelan-pelan.”
“Terus mau lo paksa? Ya nggak mungkin lah,” sahut Jati, karena ide Kanta ada benarnya.
“Tapi alasannya apa gue deketin si cupu.”
Ketiga manusia itu akhirnya terdiam memikirkan ide yang bisa digunakan Guntur untuk dekat dengan Alya.
“Tetangga gue tiap hari didatangi tukang kredit,’ ujar Jati.
“Maksud lo, jatuh cinta sama tukang kredit. Guntur harus kreditin barang ke Alya?” tanya Kanta.
“Bukan gitu. Kita buat Alya punya hutang dengan Guntur tapi bukan dengan cara Guntur jualan. Lo dengar ‘kan Alya masuk sekolah kita karena jalur beasiswa?”
Guntur dan Kanta mendengarkan sambil manggut-manggut.
“Penampilannya juga katro, fix lah dia bukan anak dari keluarga berada. Jadi kita buat dia berhutang ke Guntur, dia nggak bisa bayar terus Guntur manfaatin dia. Kalian ketemu setiap hari, lalu ….” Jati membuat tanda hati dengan kedua tangannya. “Dia lope-lope sama lo,” cetus Jati ke arah Guntur.
“Nah, cara buat dia punya hutang ke gue itu apa?” tanya Guntur frustasi, karena dua temannya memberikan ide yang tidak lengkap.
“Kayak di novel sebelah aja. Pemeran utama wanita, nggak sengaja ngerusak mobil mewah si pria. Nggak bisa ganti, terus drama sampai dua ratus episode,” tutur Kanta.
“Gua adanya motor,” sahut Guntur.
“Lah motor lo yang baru harganya mahal pea. Harga satu ban aja, jutaan. Belum lagi sparepart lainnya.”
“Ah, iya ya. Lo berdua atur deh, yang penting si cupu terjebak dan dia nggak bisa ganti rugi. Setelah itu gue yang urus,” ujar Guntur sambil mengerlingkan matanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Sopandi
ngeri kelakuwan anak ginih,
2024-02-10
3
reza indrayana
Dasar anak org Bonafit g ada susahnya...😍😍😍🤦🏼♂️🤦🤦🏼♂️
2024-01-18
0
Queenaa
Nyinggung novel sebelah mana nih😕
Untung punyaku ngga ada yang alur begitu😂
2024-01-02
0