“Biar aku aja Bu.” Alya mengambil alih sapu dari tangan ibunya.
“Kenapa lagi?” Alya tidak menjawab. Walaupun tidak bercerita, Ibunya tahu kalau Alya selalu dirundung teman-temannya. “Kamu diminta apa lagi?”
“Nggak ada Bu, aku dihukum karena tidak kerjakan tugas,” sahut Alya berdusta. Tidak ingin menambah pikiran Ibunya, dia hanya perlu menunggu dan bersabar satu tahun lagi lalu lulus dan bekerja.
Keberadaaan Alya di SMA Bina Bangsa, memang terlalu kontras. Di saat teman-temannya diantar mobil mewah bahkan dengan supir atau membawa kendaraan sendiri, Alya datang dan pergi menggunakan angkutan umum.
Ketika para siswa menggunakan gadget keluaran terbaru dan harga fantastis. Alya hanya menggunakan ponsel keluaran lama dengan memory sempit dan harus sering dihapus isinya.
“Kamu mandi gih, udah sore.”
Alya meletakan sapu setelah memastikan lantai sudah bersih. Dia hanya tinggal bersama ibunya, di rumah kontrakan. Sehari-hari, Marni -- ibu Alya -- berjualan kue basah di pasar. Dengan keadaannya, Alya tidak pernah terpikir untuk main ke mall, kuliah di kampus pilihan atau bergaya sesuai trend saat ini. Impiannya hanya ingin bekerja, tidak ingin lagi melihat Ibunya berjualan agar bisa makan.
Sedangkan di tempat berbeda, di mana kondisi yang sangat bertolak belakang dengan keadaan kehidupan Alya. Guntur, pulang ke rumah melempar tasnya lalu menghempaskan tubuh ke atas sofa.
“Bik,” teriak Guntur.
Seorang asisten rumah tangga, tergopoh-gopoh menghampiri Guntur.
“Den Guntur mau makan?”
“Nggak,” jawab Guntur sambil fokus pada games online. “Ada mobil Mami di depan, memang Mami pulang?”
“Iya Den.”
“Hm, aku mau es ya Bik.”
Perempuan paruh baya yang dipanggil Bibi bergegas ke dapur dan membuatkan es yang diminta majikannya. Es jeruk selasih, minuman favorit Guntur jika berada di rumah.
“Yess,” pekik Guntur, dia berhasil menang lagi.
Terdengar langkah kaki dan suara tertawa, Guntur menoleh. Seorang wanita baru saja menuruni anak tangga bersama seorang pemuda, terkejut melihat keberadaan Guntur.
“Sayang, kamu sudah pulang?” tanya Anggi -- Mami Guntur.
Guntur menatap pemuda yang merangkul Maminya. Orangtua Guntur sudah berpisah, keduanya sama-sama sibuk dan sukses di usahanya tapi tidak dengan keluarga.
“Mami kalau mau aku pulang ke sini, jangan pernah bawa laki-laki manapun ke rumah kecuali dia suami sah Mami. Terserah Mami mau main gila dengan laki manapun, tapi jangan di depanku dan jangan di rumah yang aku tempati.”
“Maaf sayang, Rico hanya temani Mami ambil berkas di kamar.”
“Mami pikir aku anak kecil yang nggak tahu apa yang kalian lakukan di kamar,” teriak Guntur. “Heh, gigol*. Terserah lo mau peras nyokap gue kayak gimana, tapi jangan berharap bisa dapatkan semua hak gue,” tunjuk Guntur.
“Sudah, jangan ribut. Mami balik ke kantor, kamu baik-baik ya sayang,” ujar Anggi pada putranya. “Uang saku kamu, nanti Mami transfer ya.”
Begitulah Guntur, yang selalu mendapatkan kemewahan dan kucuran dana baik dari Mami atau Papinya sebagai pengganti ketidakhadiran mereka. Ada konsep yang salah di sini, karena Guntur bukan hanya butuh uang. Ada yang hilang dari kebersamaan mereka membuat karakter Guntur begitu kua, dia tumbuh dan terbentuk dengan sendirinya tanpa figur orang tua utuh dan keharmonisan keluarga.
Papi Guntur tidak jauh berbeda dengan Maminya, sibuk dengan bisnisnya. Bedanya dia sudah menikah lagi, juga ada istri muda yang mewarnai kehidupannya
...***...
“Anter gue ketemu Alya,” titah Guntur pada Jati dan Kanta.
Padahal saat ini jam istirahat, biasanya mereka akan habiskan waktu di kantin, taman belakang atau auditorium.
“Lo jangan kaget ya,” ujar Kanta lalu tertawa bersama Jati.
“Kaget gimana maksud lo?” tanya Guntur.
“Lihat saja nanti.”
Ketiga cowok itu berjalan melewati koridor
“Guntur!”
“Kak Guntur, I love you!”
Teriakan dan panggilan dari para siswi penggemar Guntur sudah tidak aneh bagi Guntur. Selain dikenal karena terlibat dengan geng motor bahkan sering bermasalah, tapi penampilan Guntur bukan kaleng-kaleng. Tubuhnya tinggi rahangnya tegas dan wajah tampan ala-ala badboy.
“Kak Guntur, mau temani aku ke perpus nggak?” tanya seorang siswi dengan suara manja.
Guntur menghentikan langkahnya lalu membelai pipi gadis itu. “Gue nggak bisa, karena lo bukan tipe gue. Sorry ya,” ujar Guntur.
“Tapi aku bisa kasih apa yang Kak Guntur mau loh.”
“Nah ini makin gue nggak suka. Lo murahan, lebih berharga pelacur yang menjual diri daripada lo yang menawarkan diri Cuma-Cuma. Cabut,’ titah Guntur pada kedua temannya.
“Kasian deh lo,” ejek Jati pada cewek tadi.
“Ini kelasnya.” Trio gabut itu sudah berada di depan kelas Alya.
“Eh, lo lihat Alya?” tanya Kanta pada salah satu siswa.
“Ada di dalam.”
Guntur pun melangkah masih dan berdiri di tengah pintu menyaksikan perundungan yang terjadi di kelas tersebut.
"Dia yang namanya Alya, yang lake kaca mata," ujar Jati pelan.
“Gue bilang kerjakan juga yang fisika, lo budek apa gimana sih?” Mona melemparkan bukunya ke wajah Alya. “Awas kalau nggak selesai!”
“Eh Guntur,” sapa Mona yang berpapasan dengan Guntur, tapi Guntur mengabaikannya. Dia sedang menatap gadis bernama Alya. Berkacamata dan kuncir rambut ekor kuda, ditindas oleh teman-temannya.
“Kayaknya Refan udah nggak waras, apa istimewa sampai gue harus buat perempuan itu jatuh cinta atau tidur bareng dia,” gumam Guntur.
“Woi, cupu,” panggil Guntur pada Alya.
Mereka bertatapan dan gadis itu mengernyitkan dahi melihat salah satu siswa populer di sekolah sudah berdiri tidak jauh darinya.
“Lo siapa sih? Kok bisa ada di sekolah ini?” tanya Guntur pada Alya.
Alya tidak paham maksud pertanyaan Guntur, dia malah duduk dan mulai mengerjakan tugas Fisika milik Mona.
Brak
Guntur menggebrak meja Alya, membuat gadis itu terkejut.
“Lo punya kuping dan mulut ‘kan?”
Alya mengangguk.
“Berarti kuping lo denger pertanyaan gue dan mulut lo harusnya jawab,” teriak Guntur.
“Tapi aku nggak ngerti maksud pertanyaan kamu.”
“Pantes aja lo di bully, lo bolot sih. Gue tanya kenapa bisa lo ada di sekolah ini, tampang lo bukan tampang orang kaya.”
“Aku ikut jalur beasiswa, lagipula tidak ada aturan kalau sekolah ini hanya untuk kalian para anak sultan.”
“Wah, dia berani ngoceh di depan Guntur,” cetus Jati.
“Tunggu aja, lo dalam pengawasan gue,” tunjuk Guntur. “Ayo, cabut. Kita cari si bangk3 Refan.”
Refan ada di kantin dan Mona berada di pangkuannya.
“Parah lo Men. Cari yang lainlah, mana ada gue tertariknya sama tuh cewek. Bawaannya pengen ngegas terus,” keluh Guntur.
Refan terbahak. “Bagus dong, kalau mau ngegas. Langsung aja lo deketin, dapat dan selesai,” ujar Refan.
“Nggak gitu juga, nggak yakin gue bisa bergair@h biar kata dia polos.”
“Jangan gitu lo, mana tahu besok-besok lo malah bucin,” ejek Refan lagi.
“Nggak, nggak mungkin. Gue nggak akan jatuh cinta sama perempuan tampang cupu kayak si Alya,” ucap Guntur dengan penuh keyakinan dan jumawa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Sunarmi Narmi
Refan biang kerok..ide ide jahat..bikin Alya cantik dn kuat Thor..biar Guntur,Refan termehek mehek
2024-10-05
0
Denni Siahaan
kok gak ada yang belaya gak punya teman apa
2024-03-21
2
maya ummu ihsan
kok persis hapeku
2024-02-08
0