Wanita di hati sang ajudan
Bab 4
Dengan dalih mengatakan bahwa orang tua bekerja demi anak, maka dari itu, Adeline begitu Dimanja oleh kedua orang tuanya.
Mungkin Adeline tidak pernah merasakan kepanasan saat pulang sekolah.
Berangkat dan pulang sekolah, supir pribadi siap membawa Adeline dan pengawalnya yang tidak pernah tinggal.
Setelah tamat sekolah menengah atas, Bapak Malvyn berencana mendaftarkan Adeline di salah satu universitas di Inggris di mana Inggris adalah negara asal Bapak Malvyn. Namun, Adeline tidak menyetujui rencana Bapak Malvyn. Dia hanya ingin kuliah di tanah air. Mengambil jurusan yang tidak jauh dari hobinya yaitu designer pakaian.
Seperti kita ketahui, di ruang tengah berjejer piala Adeline dalam bidang fashion show. Adeline sudah terjun ke dunia modeling sejak dia berusia empat tahun. Hingga dia telah menjadi gadis remaja seperti sekarang ini, entah sudah berapa banyak lomba dia ikuti.
Acha, suka berlama-lama di depan lemari piala tersebut. Tak jarang dia mengusap kaca penutup lemari itu. Jangankan sebanyak itu, satu pun Acha tidak punya piala.
"Ngapain lu, Cha?" Suara Adeline mengagetkan Acha.
"Mbak Adel bikin kaget saja," gumam Acha salah tingkah.
"Gue lihatin, lu hobi banget berdiri di depan lemari," sambung Adeline saat itu dia langsung menjatuhkan tubuhnya di atas sofa.
"Saya kagum saja sama Mbak Adel. Prestasinya sebanyak ini."
"Emangnya, lo nggak ada piala satupun?" Adeline melirik Acha sebentar lalu melanjutkan membuka majalah fashion luar negeri.
"Nggak ada, Mbak." Geleng Acha.
Sedang asyik mengobrol, Bapak Malvyn keluar dari ruang kerjanya ya bersama ajudan yang bertugas mengawal Adeline.
Bapak Malvyn mengatakan bahwa hari ini terakhir kali ajudan Adeline bekerja. Beliau akan berhenti karena hendak menikah. Aturan di rumah Bapak Malvyn, ajudan yang akan menikah harus berhenti bekerja. Karena mereka para ajudan tidak mungkin lagi menginap di rumah tersebut jika sudah memiliki istri.
"Aku harus penyesuaian lagi, dong, dengan yang baru," Adeline menunjukkan raut wajah tidak senang.
"Tenang, Mbak Adel. Yang ini lebih muda dan lebih cakep." Ajudan Adeline yang telah sepuluh tahun bersamanya mencoba mencairkan suasana.
"Walaupun cakep, tetap aja ajudan. Nggak mungkin, kan, gue pacarin," celetuk Adeline.
"Jangan nyesel, ya, kalau diambil Acha."
"Apaan, sih. Kenapa saya dibawa-bawa?"
Melihat Acha tersipu malu, mereka pun tertawa.
Adeline mengajak Acha ke mall, guna mencari hadiah perpisahan untuk ajudannya yang telah setia menemani dan mengantar dia selama ini. Menjadi saksi kenakalan Adeline saat remaja.
Dia dan Acha yang selalu setia menunggu Adeline selesai pacaran. Saat jam pulang sekolah usai, Adeline tidak langsung keluar dari gedung sekolah. Adeline menghabiskan waktu sekitar satu jam untuk melihat aksi pacarnya yang merupakan bintang basket saat itu.
"Yuk, ke mall!" Adeline menarik tangan ajudannya tersebut.
Sesampai di mall, Adeline masuk ke sebuah toko khusus pria. Dia menyuruh ajudannya memilih sendiri barang yang dia suka.
"Nggak usah, Mbak."
"Pilih atau gue nangis di sini?"
Karena dia tahu, Adeline tidak pernah main-main dengan ucapannya. Akhirnya dia mengambil sebuah sepatu pantofel. Untuk menunjang pekerjaannya.
"Saya pilih ini saja, Mbak. Jadi setiap hari saya pakai dan setiap hari saya ingat keseruan bersama Mbak Adel sepuluh tahun."
Acha ingin juga memberikan hadiah, tetapi dia tidak memiliki uang. Acha hanya diberi uang pas-pasan untuk uang saku kuliahnya. Terkadang, dia membawa bekal dari rumah agar uang saku itu bisa digunakan untuk membayar-bayar fotocopy.
Untuk kuliah saat ini, Acha mengejar jalur prestasi sehingga dia benar-benar tidak harus membayar uang semester hanya saja kebutuhan lain di luar uang semester itu lebih banyak. Sudah terlalu banyak kebaikan Bapak Malvyn kepadanya. Mulai dari sekolah menengah pertama hingga menengah atas, Acha disekolahkan di sekolah yang sama dengan sekolah Adeline, sudah tentu itu sekolah dengan biaya termahal.
Sartika selalu menekankan kepada Acha bahwa dia harus mengingat semua Budi baik keluarga majikannya itu. Untuk membalas Budi baik mereka, Acha tidak boleh membantah keinginan Adeline. Bahkan Acha tidak boleh berada di depan Adeline dalam hal apa
.
Dalam diam Acha juga merasa bahwa Sartika lebih menyayangi Adeline daripada anaknya sendiri. Akan tetapi, semua disikapi dengan akal sehat oleh Acha, mungkin karena dari kecil Sartika yang mengurus Adeline.
***
"Mbak Adel," panggil Acha dari luar kamar.
"Ya, ada apa?"Adeline menyahut dari dalam.
"Saya disuruh bapak untuk memanggil Mbak Adel."
Tidak lama setelah itu terdengar pintu kamar dibuka. Muncul Adeline dari balik pintu dengan pakaian yang begitu mini. Tanktop dan hotpant yang membalut tubuh putih bersih nona muda.
"Kenapa papi manggil gue?"
"Saya nggak tau, Mbak."
Tanpa bertanya lagi, Adeline menemui Bapak Malvyn di ruang keluarga.
"Bersihkan kamar gue!" teriak Adeline kepada Acha dari tangga menuju lantai satu.
Acha segera masuk ke kamar Adeline yang sungguh berantakan. Bantal dan selimut tidak pada posisinya. Laptop yang masih menyala kertas bungkus makanan bertebaran.
Saat Acha hendak mematikan laptop, betapa terkejutnya dia, di layar laptop sedang terputar adegan ranjang dua manusia berlainan jenis.
Acha mengucap dan refleks tangannya melipat laptop tanpa dimatikan terlebih dahulu.
Acha yang pernah hidup di desa tidak mengerti hal berbau **** seperti itu. Walaupun dulunya dia bersekolah di lingkungan yang sama dengan Adeline tetapi, Acha sangat membataskan diri. Bisa dibilang dia tidak punya teman bergaul di sekolah selain teman untuk membaca buku di perpustakaan sekolah. Sedangkan Adeline memang dari masa sekolah menengah atas terkenal dengan pergaulannya yang bebas.
Dengan cekatan Acha merapikan tempat tidur Adeline, meletakkan semua di tempatnya. Sampah-sampah dionggokkan pada satu tempat. Tinggal Acha mengambil sapu dan kemoceng, membersihkan kamar nona muda selesai.
Saat Acha turun lantai dua, Acha menoleh ke arah ruang keluarga. Ada sosok pria yang berdiri memunggunginya. Pria dengan pakaian serba hitam dan berpostur tegap dengan potongan rambut pendek. Di depannya duduk Bapak Malvyn, Ibu Fenita dan Adeline.
"Acha!" panggil Ibu Fenita, membuat Acha kalang kabut seolah ketahuan bahwa dari tadi Acha sedang memperhatikan mereka.
"I-i-iya, Bu."
Ibu Fenita menyuruh Acha memanggil mamaknya, pekerja rumah tangga lain dan supir, mereka akan mengenalkan ajudan baru untuk Adeline.
"Baik, Bu, sebentar saya panggil." Acha mempercepat langkahnya.
Sedangkan ajudan baru untuk Adeline terus memperhatikan Acha hingga dia hilang di balik tembok.
"Perkenalkan nama saya Eligius. Cukup panggil saja saya El. Saya di sini terpilih untuk menjadi ajudan nona Adeline. Usia saya sekarang dua puluh lima tahun. Cukup segitu saja yang perlu diketahui dari diri saya." Begitulah ajudan baru Adeline mengenalkan dirinya.
Seperti tidak niat. Mungkin dia punya alasan tertentu kenapa orang-orang tidak mengetahui identitas dirinya.
Setelah Eligius selesai mengenalkan diri, para pekerja di rumah ini juga saling menyebutkan nama dan tugas mereka. Mereka juga saling bertukar nomor WhatsApp gunanya jika diperlukan suatu saat nanti.
"Namanya juga kita tinggal satu rumah, pasti kita butuh satu sama lain," jelas Eligius saat dia meminta izin menyimpan nomor para pekerja di rumah ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments