"Cemburu,
Ku mohon jika kau ingin datang padaku
Berikan aku obat penenang, agar aku bisa mengobati hati yang terluka karena terbakar api cemburu."
Complicated Bubble
Syafa masih nyaman berada di posisi saat ini, duduk menyender pada tembok. Dibacanya novel yang sudah berada di tangan. Padahal, bel istirahat sudah berbunyi sejak sepuluh menit yang lalu. Syafa sebenarnya ingin ke kantin, tetapi dia menunggu Rendra menjalankan darenya terlebih dahulu.
"Eh Syaf, ke kantin ayo!" ajak Atika sambil menarik-narik tangan Syafa yang duduk di sampingnya. Ditepisnya tangan Atika, dan ditatapnya bola mata hitam bulan milik Atika, "Nanti aja."
"Tapi, gue udah laper banget Sya!"
"Bukan urusan gue," sahut Syafa masa bodo dengan kembali menjalankan aktivitas awalnya, membaca novel, lagi.
Atika hanya mendengus mendengar jawaban Syafa yang sudah dia tebak sebelumnya. Atika memilih untuk menelungkupkan wajahnya di atas meja dengan tumpukkan kedua tangan. Memilih untuk menghalukan Rendra sebelum tidur memimpikan makanan.
"Tika lo dicariin Rendra!" ucap Rizki, ketua kelas di kelas 11 IPA 3. Mendengar ucapan dari si ketua kelas, Atika yang baru saja menginjak alam mimpi untuk bertemu makanan, langsung terduduk dengan mata yang awalnya terpejam kini terbuka sempurna.
"Seriosly?"
Rizky menggangguk. Sebelum akhirnya kembali duduk mengerjakan tugas. Diambilnya pena hitam mliliknya, dan mulai menghitung angka-angka bervariabel di buku paket.
"Ya ampun gue seneng banget Syaf, Rai, kak Rendra nyariin gue woi! Gue ke kak Rendra dulu ya!" ujar Atika yang sudah berdiri, bersiap menemui pangeran hatinya.
"Gak perlu nyamperin gue, biar gue yang nyamperin lo," ucap Rendra, sudah muncul dihadapan Atika. Dia memang jailakung ternyata. Datang tiba-tiba, semoga perginya gak mendadak. Kayak tahu bulat.
Senyum Atika merekah, dilihatnya Rendra yang kini berada di depan, "Eh, kak Rendra, ada apa ya kak?"
"Ke kantin bareng gue."
"Kak Rendra ngajak siapa? Gue?" tanya Atika menunjuk dirinya sendiri dengan tampang kebingungan.
"Iya."
"Berdua?"
Rendra bingung ingin menjawab apa, menatap Syafa dengan tatapan seolah bertanya "Berdua atau gimana?" sedangkan yang ditatap hanya mengangguk. Akhirnya Rendra dan Atika pergi menuju kantin. Berdua.
"Oh God! kesambet apaan kak Rendra ngajak Tika ke kantin ber-du-a!" teriak Raina histeris selepas Rendra dan Atika sudah pergi keluar kelas. Dengan gayanya yang sebelas dua belas alay dengan Atika. Raina juga pengin diajak ke kantin bersama cowok ganteng.
"Ke sambet petir kali, kemarin kan hujan," timpal Syafa sembari tersenyum, tak sengaja kejadian kemarin saat bermain hujan bersama Rendra dimunculkan oleh pikiranya.
'Otak, tolong jangan selalu miikirin dia. Hati, tolong jangan selalu nyebut namanya,' batin Syafa. Tersadar tengah memikirkan Rendra beberapa menit setelahnya saat mendengar celtukan Raina.
"Kalau gitu gue mau berdoa."
"Berdoa apaan?"
"Berdoa semoga kak Wahyu juga kesambet petir biar ngajak gue ke kantin! Gue juga Pengin!"
Syafa mendengus, diajaknya Raina untuk pergi ke kantin. Raina mengangguk, ditariknya tangan Raina untuk pergi ke kantin, mengisi perut yang sudah terkuras habis.
Mereka berdua pergi menuju kantin, karena sudah waktunya memanjakan perut. Sebab, setelah ini pelajaran fisika menanti untuk dijalani. Cukup menguras tenaga, jadi mari kita isi baterai dulu.
***
"Saya kira, kamu cuma manis ke saya. Tapi saya salah, kamu manis ke semua orang."
"Jangan membuatku jatuh cinta, jika nanti ujung-ujungnya kau melukai hati ini yang telah kau buat jatuh karena cinta."
Complicated Bubble
Bunyi bel sekolah sudah berbunyi, semua siswa siswi yang tidak ada kegiatan ekstrakulikuler sudah berkeliaran ke parkiran dan gerbang sekolah, ingin cepat-cepat bermanja dengan kasur yang sudah mereka rindukan. Atika dan Syafa tak mau ketinggalan, mereka bahkan sudah berada di gerbang sekolah.
"Pulang bareng gue yok Syaf! Gue lagi seneng, nih, jadi gue tebengin lo lah kali-kali gitu," ajak Atika baru saja keluar dari gerbang dan berhenti di depan Syafa.
"Gausah Tik, gue bentar lagi dijemput om go-jek kok. Lain kali aja sekalian traktir," tolak Syafa. Daripada hanya di antar pulang lebih baik double dengan traktir. Isi kepala Syafa, kan, makanan ; novel ; rebahan.
"Traktir mulu isi otak lo."
"Hemat."
Setelah perbicangan singkat di antara mereka. Atika menacapkan gas motor maticnya, sedangkan Syafa pergi ke halte, menunggu go-jek. Tangannya menari-nari di atas layar ponselnya, untuk memesan ojek di aplikasi Grab.
"Kenapa belum pulang?"
Syafa terkejut dengan kehadiran Rendra, untung saja dia tidak memiliki riwayat penyakit jantung, kalau ada, habis waktu riwayat hidup Syafa saat itu juga. Diliriknya Rendra yang tiba-tiba datang dengan mata yang tajam.
"Apa peduli lo."
"Kok sewot sih?" heran Rendra, pasalnya dia baru saja datang, langsung menerima sinisan Syafa. Emang dia salah apa?
"Siapa juga yang sewot, sensi amat."
"Oh, lo cemburu ya?" ujar Rendra sambil menurun-naikkan alisnya, mencoba menebak isi kepala Syafa.
Syafa menginjak kaki Rendra dan dibalas ringisan kecil, "Males banget gue cemburu sama lo."
"Udah, ngaku aja," goda Rendra.
"Nyatanya gue ga cemburu."
"Yaudah, gue ngalah, lo yang menang," ucap Rendra, mangalah pada akhirnya.
"Terserah."
"Pulang bareng sama gue," ajak Rendra.
Ditolaknya ajakan Rendra. Dikarenakan dia sudah memesan ojek online tadi, pasti sebentar lagi mamang ojol akan datang menjemputnya bak putri kerajaan halu.
"Ogah, gue mending bareng abang go-jek."
Rendra menarik tangan Syafa. Syafa hanya pasrah ditarik seperti itu oleh Rendra. Celetohen Syafa terdengar merdu di telinga Rendra dan diabaikannya oleh cowok itu. Syafa terus berceloteh, Rendra hanya diam tak menghiraukan ucapan Syafa, hingga mereka sampai di depan motor Rendra.
"Pokoknya mulai sekarang lo belajar sepeda sama gue sampai lo bisa," paksa Rendra, diambilnya ponsel Syafa, ditekannya tombol batalkan jemput di aplikasi Grab. Syafa berdecak sebal, mengambil alih ponselnya.
"Ikut gue," perintah Rendra yang sudah duduk di jok motor ninjanya. Syafa mencibir, mengulang kembali perkataan Rendra dengan gaya yang dilebay-lebaykan.
Rendra memukul jok belakangnya, "Sya." Rendra menatapnya tajam.
"Iya, iya, gue naik, galak amat."
Syafa dengan terpaksa duduk di jok belakang motor ninja Rendra, disusul suara dentuman motor. Beberapa waktu setelahnya, motor Rendra bergabung bersama pengendara lain yang memiliki tujuannya masing masing.
Diliriknya kaca spion yang menampakkan muka sebal Syafa. Rendra tertawa terpingkal-pingkal. "Ketawa aja terus," sinis Syafa.
"Ketawa tandanya bahagia, gue jadi heran, ada magnet apa sih di dalam tubuh lo? Kok gue kalau tiap deket sama lo bawaannya bahagia mulu."
Perbincangan mereka pun berlanjut, Rendra yang selalu saja tertawa setiap kali berhasil membuat Syafa kesal, hingga tak terasa mereka sudah sampai di tempat yang Rendra tuju.
"Turun, udah sampai," ucap Rendra. Tanpa banyak bicara, Syafa dan Rendra turun dari motor. Pemandangan yang pertama kali Syafa lihat adalah sebuah taman disertai rumah pohon, sungai, danau dilengkapi dengan perahu. "Rendra ini bagus banget sumpah demi apapun!"
"Suka?"
"Suka!"
Rendra tersenyum lega, sudah dia tebak bahwa Syafa pasti menyukai tempat yang dia temukan minggu lalu, maka dari itu dia membawanya ke sini sekarang. Dihampirinya mobil berisi sepeda rental di dekat sana. Om-om itu menurunkan sepeda lipat dan memberikannya pada Rendra yang berjalan ke depan Syafa, "Ayo mulai belajar sepedanya, naik!"
"Tapi ... gue takut jatuh."
"Ada gue. Gue di samping lo, tenang aja."
Dengan rasa takut yang menyelubungi, Syafa menaiki sepeda, kakinya mulai mengayun pedal sepeda, ditemani Rendra disampingnya. Baru beberapa detik berjalan,sudah kehilangan keseimbangan saja, "Huaaaaa! gue takut!"
"Stay calm," ujar Rendra seraya berusaha menyeimbangi sepeda yang Syafa tunggangi.
"GUE TAKUT. MAMA TOLONG SYAFA!" Makin lama, dia makin kehilangan keseimbangan. Syafa dengan refleks memeluk Rendra di sampingnya yang sibuk menyeimbangi sepeda dengan setengah berlari, sedangkan kakinya masih setia menggoes pedal sepeda.
"Gue takut Rendra, takut," ujar Syafa di dalam pelukan Rendra.
"Tenang Syaf, tenang."
Rendra tak bisa membantu menyeimbangi sepeda. Mereka jatuh di tanah dengan posisi mereka saling berpelukan, dengan sepeda yang mendinihi badan mereka. Syafa melepaskan pelukannya, Rendra mengangkat sepeda. Setelah itu, Rendra menghampiri Syafa.
Rendra hendak mengelus kepala Syafa, namun gadis itu menepisnya, "Kan gue bilang juga gak bisa hiks. Gue takut tau. Hiks," ucap Syafa sambil sesegukan. Tanpa aba-aba, Rendra langsung memeluk Syafa. Gadis itu terdiam tanpa penolakan.
"Jangan nangis, hati gue sedih liat air mata lo turun dari mata indah lo yang selalu bikin gue mau jaga mata indah itu biar terus berbinar, kalau lo nangis, gagal dong visi gue." Mendengar perkataan Rendra, Syafa langsung sadar, melepas pelukannya dan menatap sayu Rendra.
"Ish norak tau gak!" Ucap Syafa sambil memukul Rendra.
"Udah ga nangis lagi nih?"
"Ngapain lama-lama."
"Lo lucu kalau abis nangis, mata merah, hidung merah, bibir merah," kata Rendra sambil mencubit hidung Syafa yang merah.
"Gak lucu ya!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments