Andi bangun dari duduknya untuk membuka pintu, antoni hanya melihat saja sambil terheran,"siapa yang bertamu dini hari?"gerutunya.
"Ngeeeek....." suara pintu terbuka.
"Oh.. pak wanto" kata andi.
Pak wanto adalah ketua rt dikampung S. Dia pemilik toko kecil namun lengkap. Dari sembako, perlengkapan mandi, perlengkapan dapur hingga sayur dan berbagai bahan lauk. Setiap dua hari sekali pak wanto dan andi akan pergi ke pasar di kota untuk tengkulak sayur, aneka bumbu dan keperluan memasak lainnya.
Pagi ini jadwal mereka untuk kepasar.
"Kamu tidak ikut andi, bapak sudah menunggu 30 menit, kenapa tak kunjung datang, kalau terlalu lama nanti kesiangan" kata pak wanto
Andi menoleh kebelakang, dan diikuti pandangan pak wanto. Mereka melihat antoni yang duduk di sofa berbarengan.
Andi mempersilahkan pak wanto untuk masuk. "Silahkan pak masuk dulu", ajak andi.
Pak wanto mengulurkn tangan kepada antoni dan di balas oleh antoni.
"Saya wanto ketua rt disini" pak wanto memeperkenalkan diri.
"Saya antoni pak".
"Maaf, kalau boleh tau, anda ini apa saudara andi, karena setahu saya andi belum pernah kedatangan sanak saudaranya? tanya pak wanto.
"Saya ini sebenarnya hanya kebetulan bertemu andi, dan bla bla bla bla......." andi menjelaskan kronologi saat mereka bertemu sampai berakhir menginap dirumah andi.
"Oh... jadi anda pemilik mobil di depan gang?"
"Iya pak benar".
"Lalu apa sebenarnya tujuan anda datang ke kampung kami?"
"Saya berasal dari luar negri pak, saya ingin mengadakan reset tentang sosial di daerah indonesia, guna meningkatkan sektor bidang pendidikan, terutama untuk anak-anak".jelas antoni.
"Bisa saya melihat identitas anda?"
"Tentu saja pak". Jawab antoni sambil membuka tas pribadinya. Dia mengambil sebuah dokumen yang berisikan visa kunjungan kerja, sebuah kartu identitas dan paspor. Kemudian menyerahkannya kepada pak wanto "silahkan pak".
Pak wanto membaca dan menelitinya. Dibacanya nama dengan keras, "jadi nama anda antoni choi dan berasal dari negara K, hmmmm.. tapi bahasa indonesia anda sangat lancar ya".telisik pak wanto.
"Iya pak, kebetulan ibu saya asli indonesia, jadi saya belajar dari ibu saya, makanya saya tertarik dengan indonesia dan ingin mengembangkan bidang pendidikan disini. Dan saya memilih kampung ini karena disini belum terdapat sekolahan resmi. Apakah bisa saya melanjutkan niat saya ini pak?" Jelas andi.
"Silahkan, kami semua menyambut niat baik anda."
"Nanti, tolong ajak kak antoni kerumah bapak ya ndi, mau bapak data sekalian di perkenalkan ke warga sekitar." Perintah pak wanto kepada andi.
"Iya pak siap!"
"Kamu jadi ikut bapak tidak?"lanjut pak wanto.
"Ehmmmm...." andi masih berfikir, sambil melirik antoni.
"Sudah ikut saja ndi, kakak akan tunggu di rumah".sahut antoni yang mengerti akan keraguan andi.
"Baiklah, saya ikut pak, ayok!!"
"Saya permisi dulu ya nak antoni", pamit pak wanto. "Bapak tunggu di bawah ya andi" teriak pak wanto sambil berjalan keluar.
"Iya pak wanto" jawab andi berbarengan dengan antoni.
Setelah andi bersiap, dia pergi keluar dan berpamitan dengan antoni. "Kak, aku tinggal dulu ya, nanti kalau kakak lapar bisa beli makan di bu surami, tanya saja sama warga ya, biar aku yang bayar nanti" pesan andi.
"Ok, siap!! Kamu hati-hati ya" jawab antoni dengan tersenyum manis yang masih memandangi layar laptopnya.
"Send"
"Aahhhhhh, akhirnya selesai juga pekerjaan yang menumpuk ini. Pak kang tidak akan menghubungiku sampai tiga hari kedepan karena sudah ku selesaikan" erang antoni sambil meluruskan punggung bidangnya itu.
Dia berjalan keluar, melihat langit yang mulai menampakkan sinar matahari dari balik awan di ujung timur.
"Wahhhh..... segar sekali udaranya" di hirupnya dalam-dalam oksigen gratis ini, kemudian dihembuskan dengn perlahan.
"Udara dan aroma yang sama" gumamnya dalam hati.
Antoni ingat handphonenya low bat, ia memutuskan untuk mengambil carger di mobilnya, sambil menikmati pemandangan pagi.
Kembali ia melintas di depan rumah bu ratih, dilihatnya bu ratih sedang menyapu halaman.
"Mari bu" sapa antoni.
"Iya nak" jawab bu ratih sambil mendongak dari tunduknya.
"Mampir sini sebentar" panggil bu ratih sambil mengangkat tangannya.
Antoni ragu untuk mendekat, ia takut tidak bisa mengontrol emosinya. Namun di hatinya, ia ingin sekali mendekat.
"Ahhh....bodoh amat" gumam antoni sambil berjalan mendekat.
"Iya bu, ada yang bisa saya bantu" sapanya dengan senyum termanis.
Bu ratih mematung sambil memperhatikan dengan seksama senyum itu. Hatinya berdesir hangat, seakan melihat sosok yang ditunggunya bertahun-tahun.
"Sepertinya senyum itu tidak asing" fikir bu ratih.
"Bu, ibu baik-baik saja?" tanya andi sambil menepuk pundak bu ratih.
"Eh.. iya, mari masuk, duduk sebentar" kata bu ratih terbangun dari lamunannya.
"Duduk sini sebentar" bu ratih berjalan menuju bangku panjang di depan rumahnya yang diikuti oleh antoni.
"Nama kamu siapa?"
"Saya antoni bu".
"Apa kamu saudaranya andi, kemarin ibu lihat kamu datang bersama andi?"
"Saya temannya andi bu".
"Oh... tapi.... siapa tadi namanya..?? Tanya bu ratih lagi.
"Antoni bu".
"Nak antoni ini asalnya dari mana".
"Saya dari jakarta" bohong antoni.
"Ohhhh..... jakarta ya" ulang bu ratih sambil menghembuskan nafas lega.
"Saya kira tadi anak saya, makanya saya kaget, kok senyumnya sama. Cuma anak saya tidak seputih dan setinggi kamu, dia agak hitam dan kecil. Kalau mata dan senyumnya persis sama kamu" jelas bu ratih panjang dengan perlahan.
Ya memang antoni saat muda tidak setampan sekarang, dia agak hitam dan belum tinggi.
"Mmmemang anaknya kemana bu" tanya antoni dengan suara cekat.
"Anak saya ikut ayahnya bekerja, tapi dia akan pulang sebentar lagi".
"Ibu kangen dengan anaknya?" tanya andi dengan mata berkaca-kaca.
"Ibu mana yang nggak kangen anaknya le...." jawab bu ratih dengan suara bergetar.
"Sebentar ibu buatkan teh, jangan kemana-mana" perintah bu ratih sambil berdiri dari duduknya.
Dengan langkah tuanya dia berjalan masuk.
Antoni terus melihat punggung tua itu hingga hilang di balik pintu.
Hatinya kacau, ingin rasanya berteriak "aku ini anakmu buuu".
Mengambil nafas dalam dan "Hufhhhh.... " hembuskan, antoni mencoba menenangkan dirinya.
Tak lama berselang, bu ratih datang membawa satu nampan yang berisikan teko teh kecil, dua cangkir dan sepiring nasi dengan lauk ayam goreng. Terlihat juga sebuah apel merah di samping piring nasi.
Sungguh pemandangan yang tak asing bagi antoni, karena hal yang sama juga dilakukan ibunya ketika dia kecil.
"Sarapan dulu yaaaa" kata bu ratih sambil meletakkan nampan itu di samping antoni.
Dengan lembut bu ratih menuangkan teh ke kedua cangkir itu.
"Mari minum dulu" ajak bu ratih dengan mengangkat cangkirnya.
"Sruuupppp" andi menyruput teh hangat itu.
Ahhhhhhh rasanya dia ingin berlari saja dari sini, tak kuasa rasanya menahan semua ini.
"Ayo dimakan nasinya" perintah bu ratih.
"Maaf bu, saya tidak terbiasa makan pagi-pagi, saya makan apelnya saja" tolak andi dengan halus, sambil mengambil apel merah.
Sebenarnya dia takut terbawa emosi seperti kemarin.
"Oh iya-iya, tidak apa-apa" kata bu ratih.
"Apa ibumu tidak masak di pagi hari?" tanya bu ratih penasaran kenapa ada anak yang tidak terbiasa sarapan pagi.
"Saya hanya tinggal bersama ayah saja" jawab andi.
"Oalah.... iya sudah kalau begitu, ibu ambilkan apel lagi ya" tawar bu ratih.
"Tidak bu, ini sudah cukup".
"Emmmm.... apa ibu tinggal sendiri" antoni bertanya dengan ragu.
"Iya nak antoni, anak pertama ibu laki-laki, tapi dia bersekolah dan bekerja ikut ayahnya. Dan yang kedua perempuan, tapi bekerja di kota" jelas bu ratih.
"Ooo..., apa putrinya tidak pernah pulang?" selidik antoni.
"Pulangnya sabtu minggu saja, itupun kalau tidak ada halangan, terkadang bisa satu bulan tidak pulang".
"Emmmm, kalau anak lelaki ibu?"
"Dia sudah lama belum pulang, tapi sebentar lagi pasti pulang ketika adiknya menikah".
"Putri ibu mau menikah?" tanya andi dengan kaget.
"Iya, sudah ada calonnya tapi masih menunggu kakaknya pulang katanya supaya bisa jadi wali".
"Apa ibu dan putrinya tidak berusaha menghubungi putanya?"
"Mau menghubungi siapa, lawong dia di luar negri sana, ibu cuma berdoa setiap hari supaya dia bisa pulang untuk adiknya".
"Ouhhhhh... "antoni hanya mengangguk.
"Baiklah bu, apel saya sudah habis, saya pamit dulu".
"Iya nak antoni, jangan sungkan ya kalau butuh apa-apa bisa kesini, andi itu sudah seperti cucu saya".
Antoni mencium tangan bu ratih, perasaannya bercampur aduk. Antara senang bisa mencium tangan ibunya, sedih karena saat ini mereka bertemu sebagai orang asing.
Antoni berjalan keluar halaman bu ratih, di pandanginya bu ratih dari kejauhan. Hatinya pilu melihat ibunya yang tak berdaya menunggu kepulangan anak-anaknya.
Tapi antoni harus kuat demi mencari tahu kebenaran tentang dirinya.
Haii readers, berikan saran dan kritik membangun kalian ya...
Berikan like dan hadiah kalian supaya lebih bersemangat. Akan banyak plot twist yang tersaji berikutnya, nantikan ya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Olivier Mira Armstrong
Ngakak sampe perut sakit!
2023-07-17
1