Setelah dari pak wanto, andi mengantongi uang sebesar Rp 45.000. Dia berjalan menuju warung terdekat untuk membeli beras, roti, dan kecap.
Sedewasa itulah andi di usianya yang masih 9 tahun, dikarenakan keadaan yang membentuknya seperti itu. Dari bayi dia tidak pernah tahu siapa ayahnya. Ketika usia 3 tahun ibunya pergi merantau keluar negri kata nenek, tapi andi tak sekalipun pernah di tengoknya.
Di usia 7 tahun dia harus kehilangan sang nenek yang amat dia sayangi. Hanya neneknyalah tempat dia bermanja diusia dini, namun takdir berkata lain. Andi harus belajar mandiri sejak saat itu, tentu saja dengan bantuan dan dukungan warga sekitar.
Tak pernah ada lagi yang membelai rambutnya ketika dia lelah. Tak pernah ada lagi yang menghiburnya ketika dia sedih.
Tak pernah ada lagi yang membangunkan dia dipagi hari untuk sarapan.
"Le...bangunn, makan dulu" itu kalimat neneknya setiap pagi untuk membangunkannya.
Andi akan memutar rekaman kalimat itu diingatannya setiap dia bangun tidur, sehingga tak ada lagi sedih dan rindu di hatinya.
Andi pulang menyusuri jalan dengan langit yang mulai sore. Langkah kecilnya terhenti di depan rumah bu ratih. Hal yang tak biasa dia lihat membuatnya sedikit bingung. Bu ratih masih duduk di teras. Biasanya, ketika sore hari bu ratih
akan menyapu
halaman rumahnya kemudian mandi dan beristirahat. Tetapi sore itu dia tetap duduk di sana. Andi pergi menghampiri bu ratih dan bertanya " mengapa ibu masih diluar? Mari aku antar masuk kedalam" katanya sambil menggandeng lengan bu ratih.
"Anakku akan pulang, jadi aku akan menunggunya." Jawab bu ratih.
"Iya, nanti ketika anak ibu pulang, aku akan mengantarnya kesini, ibu jangan khawatir" hibur andi.
"Apa sih le,,, memang kamu tahu anak lelaki ibu heh....." katanya sambil tertawa kecil yang mempertegas keriput sudut dimatanya.
"Ibu akan masuk sendiri, kamu pulanglah, sepertinya kamu ada tamu. Siapa dia, ibu belum pernah melihatnya?"
"Dia temanku bu, namanya kak antoni, dia berasal dari jauh. Baiklah aku pulang dulu, bu ratih hati-hati ya masuknya" teriak andi sambil berlari menjauh.
Sesampainya dirumah, antoni sudah bangun dan duduk di teras. Matanya melihat kesebuah pohon mangga yang samar-samar diingatannya. Lamunannya buyar ketika dia melihat andi yang berlari kecil mendekat.
"Kakak sudah bangun, sudah enakan badannya?"
"Heem" jawab antoni sambil mengangguk.
"Kamu dari mana andi?" Tangannya merangkul andi yang tingginya tidak lebih dari perutnya.
"Dari warung depan kak, ini roti buat kakak" sambil menyodorkan roti pada antoni.
Antoni menerima roti itu dan membukanya. Bibir sexy yang merah tipis itu terbuka untuk memakan roti, "hammnyanyamnyam......" mencoba meresapi rasa roti itu. Tersungging sedikit senyum di bibirnya, "hemmmm enak rotinya, terimakasih ya".
"Apa lagi yang kamu bawa?" Tanyanya sambil melihat kearah bungkusan.
"Beras kak, berasku habis. Aku akan memasak beras ini dan membakar ikan untuk makan malam, kakak mau tetap disini atau ikut kedalam?" Tanya andi sambil berjalan masuk.
"Apa lukamu sudah membaik?"
Langkah andi terhenti, ia menoleh dan menjawab, "yaelah kak, luka seperti ini bukan apa-apa bagiku, aku tidak akan menangis hanya untuk luka kecil seperti ini" terang andi dengan entengnya.
"Kau masuklah dulu, aku masih ingin disini".
Andi masuk kedalam meninggalkan antoni di luar.
Antoni kembali memandangi pohon mangga diujung rumah andi.
Karena rasa penasarannya, perlahan ia mendekat ke pohon mangga yang rindang itu.
Dia mengusap batang pohon itu memutar seakan mencari sesuatu untuk memastikan.
Tangannya terhenti saat ada sesuatu yang mengganjal kasar. Di buka perlahan katupan tangannya.
Matanya melotot, bibirnya terbuka, seakan tak percaya.
"Hah benarkah ini!" gumamnya.
Di pohon itu terukir nama agung♡shanum.
Ya, nama antoni dulunya adalah agung wirya. Tapi teman-temannya memanggil sipit karena memang matanya lebih sipit dari teman yang lain, karena ada keturunan dari ayahnya yang memang bukan warga indonesia.
Antoni menoleh kebelakang memandangi rumah andi. Dia mencoba mengingat rumah itu. "Apa ini rumah nek izah, neneknya shanum. Apa ini rumah shanum yang dulu sering ia kunjungi?" Ingatannya samar karena rumah itu tak lagi sama seperti dulu.
Dulu rumah nek izah bagus, bersih. Bahkan terdapat banyak barang di dalamnya.
Antoni berusaha mengingat rumah lama itu, dimana dia dan shanum duduk di teras mengerjakan anyaman tas plastik milik nek izah untuk disetorkan ke pengepul di pasar.
Mereka akan bercerita tentang banyak hal, cita-cita, angan-angan dan khayalan anak remaja.
Ketika siang menjelang, mereka dan beberapa teman lainnya pergi ke pantai dengan berjalan kaki, mungkin karena bersama-sama jadi tidak terasa capek, padahal jarak tempuhnya lumayan jauh, membutuhkan waktu kurang lebih 1jam dengan mengambil jalan pintas.
Antoni tersenyum tipis mengingat shanum gadis yang dia cintai di masa remaja dulu, bahkan hingga sekarang. Shanum adalah cinta pertamanya.
Gadis desa dengan kecantikan alami, kulit sawo matang.
Matanya lebar dan lentik, rambutnya hitam tergerai indah, senyumnya menawan dan tutur katanya lembut. Tak heran banyak lelaki lain yang juga suka pada shanum.
"Apa kabarnya sekarang ya?" Tanyanya dalam hati.
Dengan semangat ia kembali kedalam, ingin menanyakan hal ini kepada andi. Apa hubungannya dengan nek izah dan shanum.
Setelah masuk ke dalam andi mencoba mengingat letak barang-barang nek izah dan membandingkannya dengan sekarang.
Dia teringat ada sofa yang bagus terpajang diruang tamu, ada beberapa bingkai foto di tembok, ada almari rak yang besar dengan isi yang penuh dengan hiasan, namun semua itu tak ada lagi. Apa yang terjadi selama ini?
Pandangannya tertuju ke sebuah sudut dan
dia tersenyum malu.
Antoni mengingat di sudut itulah dia pertama kali mencium shanum. Mencium bibir shanum dengan lembut. Dan setelah selesai berciuman, pipi mereka merah merona. Itulah ciuman pertama mereka di usia remaja.
Antoni tersenyum sendiri, pipinya merona mengingat hal yang paling berkesan baginya. "Ahhh... lucu sekali aku ini" gumamnya sambil menutup bibirnya seakan masih terasa kecupan itu.
Dia kebelakang dimana andi berada.
Dengan langkah yang antusias dia ingin segera bertanya.
Namun niatnya terhenti, dia melihat andi yang meringkuk tertidur di sebuah bangku panjang yang usang.
Tubuhnya yang kecil terlihat seperti udang kecil yang tak berdaya.
Antoni melihat kompor yang masih menyala, diatasnya ada panci yang berisikan nasi yang sedang di kukus.
Ada ikan yang sudah bersih tergelak di baskom, spertinya andi siap untuk membakarnya namun dia terlalu lelah dan tertidur.
Di bopongnya tubuh kecil itu keatas kasur. Antoni pun melanjutkan pekerjaan andi yang terhenti.
Dengan lihai antoni membakar ikan itu, antoni terbiasa melakukan pekerjaan rumah jadi dia tak kaku lagi untuk melakukannya.
Setelah semua matang dan selesai, antoni melihat jam yang melingkar di pergelangannya. Jarum jam menunjuk ke angka 7 malam.
Dia lekas membangunkan andi yang tertidur untuk diajak makan bersama.
"Andi, ayo bangun" serunya sambil mengelus kepala andi.
"Iya nek" jawab andi dengan mata yang masih tertutup.
Degh... hati antoni serasa pilu mendengar jawaban andi. "Anak ini terlalu rindu kepada neneknya, kasian sekali kamu" gumam antoni dalam hati sambil terus mengelus kepala andi.
Beberapa detik kemudian andi bangun. "Ohhh kakak, maaf tadi aku tertidur ya, akan kusiapkan makan malam", andi bangun dari tidurnya dan menuju dapur.
"Waaahhhh kelihatan lezat sekali..." seru andi di dapur.
Antoni pun menyusulnya. "Siapa dulu dong yang masak, antoniii...!!! Mari kita makan!" Ajak antoni.
"Ayo kak, hajar!!"
Mereka mengambil piring masing-masing dan mengambil nasi sesuai porsinya.
Suapan pertamanya, andi tak henti-henti berseru.
"Hmmmmmm lezat sekali ikannya, berbeda dengan yang biasa aku buat. Apa kakak seorang juru masak?"
"Bukan kok" bantah antoni.
"Sudah jangan banyak bicara, ayo habiskan".
Antoni senang melihat andi yang lahap makan.
Tak berapa lama pun makanan itu habis.
"Wahh kenyang sekali, bagaimana bisa kakak masak ikan itu dengan sangat sempurna?"
"Rahasia dong".
"Malam ini boleh kakak tidur disini?" Tanya antoni.
"Benarkah kakak mau menginap disini?"
"Ya, jika kamu mengizinkan".
"Tentu saja boleh kak, aku sangat senang" jawabnya dengan sumringah. "Tapi.....apa kakak nyaman tidur disini dengan kondisi seperti ini?"
Tiba-tiba wajahnya berubah layu.
"Hey, aku terbiasa tidur dimana saja, kamu jangan khawatir".
"Baiklah kalau begitu" wajah andi kembali riang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
EnanaRoja.
Kapan update lagi?
2023-07-16
1
Black Jack
Ngebuat hati berdesir!
2023-07-16
1