Anita Bertingkah Aneh

Tepat jam 12 malam, Andre masih berkeliling dengan fikirannya, ia duduk di tepi ranjang menunggu Anita tersadar.

Dia tatap lekat wajah perempuan dengan garis halus di tepi matanya itu, meskipun usianya sudah berkepala tiga, namun Anita masih sangat cantik dan menarik di mata Andre. Dialah perempuan yang menyebabkan hatinya berpaling dari Dahlia.

“Mas Andre” keluh Anita pelan.

“Sayang, kamu sudah bangun”

“Kaki ku dingin mas”

Andre pun bergegas menyelimuti Anita dan merengkuh pelan tubuhnya, hingga ia tertidur kembali.

Kerongkongan Andre pun terasa kering, ia mencoba bangkit dari sisi Anita dan melangkahkan kakinya ke dapur.

Andre meraih sebotol air mineral dari kulkas, dan membasahi kerongkongannya yang sedari tadi butuh air. Sekali teguk langsung habis. “Argh” sembari menekan botol keatas meja, menandakan kehausan pada lehernya itu telah terobati.

Saat akan menuju kamar, dia mendengar suara Aluna samar-samar. Andre pun mencoba mendekat, dan membuka pelan pintu kamar Aluna yang tidak pernah terkunci.

Aluna nampak duduk di depan cermin ditengah kegelapan, hanya ada cahaya bulan yang menyusup masuk diantara celah jendela, sehingga Andre bisa melihat Aluna dengan jelas.

“Aku akan menjaga ayah dengan baik” Sekelibat bayangan aneh keluar dari cermin, bayangan itu seperti sebuah tangan hitam yang membelai wajah Aluna.

Aluna juga terlihat tenang, tidak ada raut wajah takut ataupun cemas dari wajahnya terlukiskan sebuah senyuman.

Siapa sebenarnya pemilik tangan itu, belum selesai Andre menerka yang terjadi, Aluna telah berdiri di depan pintu.

“Allahu Akbar” Teriak Andre.

Tatapan Aluna dingin, tanpa mengatakan apapun, lalu ia meraih gagang pintu dan menutup pintu kamarnya dengan rapat. Setengah membanting, yang hampir membuat jantung Andre copot.

Andre masih takjub, bagaimana mungkin anak 4 tahun melakukan ini semua.

Lalu sosok makhluk apa yang bersarang di balik cermin di kamar Aluna. Ia bertekad akan memeriksa keesokan hari.

Malam berganti pagi dengan cepat, suasana cerah menyelimuti kota Jakarta hari Sabtu ini. Anita sudah menyiapkan sarapan dan luka di pipinya sudah ia berikan Handsaplast.

“ Pagi sayang” sambut Anita ke Andre yang baru saja keluar kamar dengan setelan rapi

“Pagi ayah” tambah Aluna, gadis itu tersenyum cerah tanpa beban kepada Andre. Sedangkan Andre merasa gusar di dalam hatinya.

“Pagi sayang” Andre pun meraih kursi di samping Aluna, segera Anita menyiapkan secantir kopi kepada Andre.

“Ingat mas, untuk atur jadwal konsultasi ke dokter David”

“Iya sayang, sampai kantor aku langsung suruh Riki kabari dokter David”

“Aku temani ya mas”

“Ga usah, kamu dirumah saja jagain Aluna sayang, apalagi ini juga baru sembuh”

“Baik mas, jika demikian “

“Kamu habis dari mana kemarin, kok sampai pingsan?” Tanya Andre dengan keraguan

Wajah Anita berubah masam, dan seolah belum siap berbagi pengalamannya kemarin dengan Andre. Hingga ia memilih diam. Nampak jelas Anita menahan tangis di ujung matanya.

“Maaf sayang, aku ga bermaksud bikin kamu trauma ya, kamu bisa cerita kapan saja ketika kamu siap” Andre mengelus pelan pundak Anita untuk menenangkan.

Aluna tidak ikut bergabung dengan percakapan kedua orangtuanya itu, dia sibuk sedang makanannya sendiri. Setelah menyelesaikan sarapan, Andre segera bergegas ke kantor.

“Pagi pak, silahkan ruang meeting telah disiapkan” sambut Riki

“Oke, siapkan semua staf untuk berkumpul 5 menit lagi”

“Baik pak”

5 menit kemudian, Andre melangkahkan kaki nya ke ruang meeting, nampak para karyawan bingung karena tidak biasanya Andre mengungkapkan mereka secara tiba-tiba.

“Selamat pagi semua”

“Pagi pak” jawab mereka bersamaan

Tidak ada keramahan pagi itu di wajah Andre.

“Oke, saya langsung saja. Tujuan saya mengumpulkan kalian semua, karena saya mendapatkan laporan bahwa proyek-proyek yang kalian tangani terutama team pemasaran tidak ada yang mencapai standar perusahaan."

Sembari memukul meja dengan keras, Andre nampak kecewa dengan kinerja karyawan yang tidak ada peningkatan.

“Maaf pak, tapi konsep pemasaran kita memang selalu diketahui oleh perusahaan lain, sehingga mereka mencuri start lebih dulu”

“Perusahaan mana maksud kalian?”

“Antero Jaya Pak” jawab Berlian dengan gugup. Ketegasan Andre berhasil membuat seisi ruangan cemas dengan nasih mereka.

“Saya tidak mau tau, lakukan apapun untuk menstabilkan kondisi perusahaan.”

“Baik Pak” Jawab karyawannya hampir bersamaan.

“Saya tidak peduli, mau pakai cara sehat, atau tidak, yang penting kalian fokus hancurkan semua perusahaan saingan”

Perusahaan Bina Jaya milik Andre ini memang telah ia rintis sekian lama, sudah pasti ia akan mengupayakan banyak hal untuk menjaga keuangan perusahaan dibidang industri makanan sehatnya.

Andre lalu meninggalkan ruang meeting dengan amarah yang masih memuncak di hatinya.

Tiba-tiba suara dering telfon membuyarkan semua beban di kepalanya.

“Halo ayah, mama manjat dingin, Aluna takut” tangis Aluna memecah hening di balik benda pipih yang di saat ini sedang di genggam oleh Andre.

Tanpa menjawab apapun, Andre segera meraih kunci mobil dan melakukan mobilnya kedepan, tanpa memperdulikan lagi para karyawan yang menatap kepergian Andre dengan penuh tanda tanya.

Setelah sampai dirumah, kaki Andre lemas seketika, melihat Anita yang saat ini bertingkah aneh dengan memanjat dinding dan wajah yang menyeramkan, matanya menyalakan kebencian, dan rasa sedih mendalam sampai di hati Andre.

Aluna tak henti-hentinya menangis. Andre pun segera menarik Aluna kedalam pelukannya. Namun, Andre merasa aneh, sebab tak ada air mata yang mengalir di wajah Aluna.

Tangisnya hanya sebatas teriakan tanpa rasa. Andre sekarang merasa semakin panik, tatkala Anita merangkak turun dan menghampiri ke sisinya.

“Sayang, sadar.” Teriak Andre ingin menyadarkan Anita.

“Hahahaha, pembunuh” tawa menggema di seisi rumah, suara Anita semakin menakutkan dan langkahnya semakin mendekat.

Suara gaduh ini mengundang perhatian tetangga, dan segera mengetuk pintu.

“Pak Andre, ada apa?” Ujar para tetangga yang telah berhamburan mendekati kamar. Namun tidak ada jawaban didalam hanya ada suara tawa dan tangis menyatu menjadi satu.

Salah seorang tetangga bernama Aziz segera membuka pintu kamarnya yang sedikit terbuka, menandakan kamar tidak terkunci.

“Astagfirullah.” Ujar para tetangga hampir bersamaan. Andre telah tersudut di samping tembok, memeluk erat Aluna.

“Sadar mbak Anita.” Sembari Aziz mendekati Anita perlahan.

Anita menatap pelan ke arah Aziz dengan senyum culas yang mengerikan. Nyali Aziz menciut seketika.

“Panggil ustadz saja” ujar Tania istri Aziz.

“Mbak Anita kan Kristen, Mbak” sahut Mirna di belakang sana.

“Pastor kalau begitu, ujar yang lain.”

“Biar aku yang menghubungi, jawab Felix di ujung. ”

Sedangkan Anita sekarang semakin mendekat ke arah Andre, matanya merah darah, dengan senyum kecut, kuku tangan yang memanjang, dan kaki yang melipat kebelakang.

Keadaan Anita sungguh sangat kacau, ditambah suara tangis Aluna yang tidak berhenti.

Suasana dalam rumah Andre sekarang menjadi sangat tegang, perihal Anita yang telah berhasil meraih kaki Aluna.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!