Kenangan Tiara

Kenangan Tiara

Keluarga Terhormat

Tampil dengan busana yang rapi, cantik, elegan, atau bahkan mahal merupakan hal yang lumrah orang lakukan apabila ingin berpergian, bahkan adapula yang melakukannya di rumah.

Membersihkan diri, memakai busana yang mahal, dan berdandan cantik adalah hal yang pasti dan akan selalu dilakukan Tiara, putri Ardi, salah satu konglomerat terkaya dan terkenal di kotanya.

Bukan pula hal yang dirahasiakan lagi bahwa Tiara dan keluarganya merupakan keluarga terhormat, keturunan panglima kerajaan.

"Yakin, kamu, Ti?" tanya Mbok Asih, kepala pelayan rumah.

"Yakin,bu. Aku mau melamar kerja disini karena hal itu. Aku berkhayal akan digaji berkali kali lipat."

"Wush! Ngawur, kita cuma pembantu rumah tangga, gaji kita cuma 6 juta," balas Mbok Asih yang saat itu sedang memeriksa stok bahan bumbu dapur.

"Gak ada yang kurang, kan,Ti."

"Lah, aku mana tau wong Mbok yang meriksa." Ati --pembantu rumah tangga-- menjawab dengan wajahnya yang kebingungan, seraya disambut dengan gelak tawa Mbok Asih.

***

Tiara duduk lemas di ranjangnya, tubuhnya terasa sangat lemas, kepalanya pusing, dan pundaknya terasa berat seperti memikul benda berat.

Tok... Tok

Pandangan Tiara langsung tertuju ke arah pintu kamar. Pintu berwarna cokelat yang ditempelinya sebuah kertas bertuliskan Tiara The Best Girl itu terus diketuk seseorang dari arah luar.

Tiara yang mendengar itu, memutuskan beranjak dari ranjangnya walaupun rasanya sangat berat. Bahkan saat ia mencoba menghampiri dan membuka pintu, ia tidak bisa menahan badannya yang menyebabkan ia terjatuh. "Ouh."

"Maaf, Non, makan malam sudah siap. Tuan, Nyonya, dan Den Banyu sudah menunggu di meja makan, " ujar seseorang dari balik pintu.

Seseorang itu juga terus mengetuk pintu kamar Tiara.

"Ini, saya Ati, Non. Tolong dibuka."

"Iya, tunggu." Tiara mulai berdiri kembali dan memegang gagang pintu lalu membukanya.

"Saya turun sebentar lagi. Bilang ke Papa makan duluan aja," Tiara menjawab itu dengan senyum tipis di bibirnya, lalu lekas menutup kembali pintu kamarnya.

Mbak Ati yang mendengar perintah dari Tiara mengangguk dan turun ke ruang makan. Benar, disana sudah ada Papa, Mama, dan Adik Tiara --Banyu--. Mereka sedang duduk santai sambil sesekali bersenda gurau dan berbagi cerita.

"Loh, Ati, anakku mana?" Tanya Ardi --Papa Tiara--.

"Iya, pak. Baru mau saya sampaikan, Non Tiara bilang akan menyusul turun, jadi makan malam bisa dimulai."

"Waduh, gak bisa. Kita tunggu Tiara," jawab Ardi tegas.

Rupanya tuanku sangat sayang anaknya, sampai makan malampun tetap ditunggu, Mbak Ati hanya menganggukkan kepalanya, lalu kembali melanjutkan tugasnya yaitu membersihkan dapur.

Di dapur, terdapat beberapa pelayan lain yang juga sibuk membereskan piring, gelas, atau yang hanya duduk duduk santai.

"Seumur-umur belum pernah aku ngerasain spaghetti." Salah satu pelayan, Ima, yang hanya duduk diam mulai berbicara.

"Kita kerja di keluarga terhormat, keluarga kaya, dan terkenal. Mustahil makan ikan asin, " timpal pelayan lain yang sedang mengelap gelas gelas.

Pelayan yang mendengarnya pun tertawa kecil mendengar perkataan Cici, pelayan yang dikatakan cukup senior disana. "Kecuali terpaksa ya bu." Cici hanya tersenyum.

Ati yang baru datang langsung bergabung dengan yang lainnya. Sesekali ia juga tersenyum ke arah mereka, namun tidak tertawa. Karena ia tahu, bahwa semua anggota kelurga sedang ada di ruang makan yang jaraknya tidak terlalu jauh dari dapur.

"Aku iri sebenarnya, andaikan aku Non Tiara, paras cantik, tubuh ramping dan seksi, bicaranya ayu, mukanya itu loh adeem tenan. Bisa memiliki apapun yang dimau dengan mudah, gak terbayang aku," Ima melontarkan isi hatinya. Semua yang mendengar langsung tertawa kecil sambil menganggukkan kepala.

"Dapat pasangan pasti mudah," ujarnya sambil tersenyum.

Mendengar perkataan Ima, Cici, pembantu senior disitu langsung berhenti mengelap gelas dan berbalik menatapnya.

"Gak semudah itu, sudah 10 lelaki yang enggan menikah dengan Non Tiara."

Perkataan Cici itu sontak membuat pelayan lain kebingungan sambil bertanya tanya. Apa masalahnya? Paras yang cantik, sudah. Tubuh yang indah, sudah. Cara bicaranya juga santun.

Pelayan-pelayan yang masih bingung dan bertanya-tanya langsung sadar dan buyar lamunan mereka setelah mendengar jeritan dari ruang makan.

"Kecoak!!! Siapa yang masak makanan kayak gini?!" Teriak Yuna, istri Ardi.

Semua pelayan langsung berkumpul di meja makan. Mereka melihat piring-piring di meja makan sudah berantakan. Bahkan ada pecahan gelas di lantai. Makanan juga sudah berhamburan gak karuan.

Ardi, Yuna, Banyu, dan Tiara yang sudah ada di meja makan terlihat histeris dan kaget. Terlebih Ardi, ia juga terlihat sangat marah dengan kejadian itu.

"Bersihkan, cepat! Lalu, berkumpul di ruang utama!" Perintah Ardi dengan tegas. Dengan sigapnya, seluruh pelayan langsung membersihkan meja makan yang berantakan tersebut.

***

Keadaan ruang utama menjadi hening. Seluruh pelayan berbaris tepat di hadapan keluarga besar Pradipta, yaitu keluarga Tiara. Di ujung barisan kanan terdapat Mbok Asih selaku kepala pelayan. Ia hanya nunduk dan terlihat kecewa kepada pelayan lain yang dibawah kendalinya.

Mbok Asih merasa kesal karena mereka tidak melakukan pekerjaan dengan baik dan teliti. Dan juga merasa bersalah karena pada saat persiapan makan malam ia tidak turun tangan langsung memperhatikan makanannya.

"Bagaimana bisa sampai ada kecoak di dalam gulungan spaghetti saya?" Tanya Yuna dengan suara yang santai. Walaupun memang terasa Yuna memang kesal, marah, dan kecewa, tapi ia masih berusaha untuk tenang dan tidak terbawa emosi karena kejadian sebelumnya.

"Siapa yang memasak dan menyajikan di piring?" Semua pelayan diam, sampai suatu saat Ati mulai berani bicara.

"Ima yang memasak, Teh Rini yang menyajikan di piring. Saya juga membantu, beberapa yang lain membersihkan meja makan." Penjelasan Ati membuat Yuna mengangguk. Lalu, tatapannya beralih ke Ima dan Rini. Mereka masih diam termangu, di dalam hatinya sangat merasa ketakutan. Mereka tidak berani memandang Nyonya-nya walaupun sekedar mengintip.

"Ma-maaf, seingat saya tidak ada kecoak." Rini memulai pembicaraan.

Ima masih terus diam, namun ia sudah mulai berani melihat ke arah Yuna setelah Rini berbicara.

"Saya yakin seratus persen, tidak ada dan tidak akan pernah ada niat aneh aneh seperti tadi."

Banyu menghela napas. Lalu kepalanya mengarah ke atas dan ia menyadarkan tubuhnya ke sofa. "Lalu, Mbak Ima, bagaimana?"

Ima melirik ke Banyu, "Tidak ada kecoak. Saya tidak masak kecoak."

"Baiklah, sekarang kembali ke kamar kalian. Istirahat. Kalian pasti capek," perintah Yuna yang berdiri namun tanpa senyuman manisnya. Sudah bukan rahasia lagi di rumah ini, kalau senyum Yuna adalah senyuman yang manis. Senyuman itu juga ternyata tertular pada anaknya, Tiara. "Saya ingin bicara dengan Mbok Asih."

Para pelayan menaati perintahnya dan pamit. Mbok Asih masih berdiri dan berjalan pelan menghampiri Yuna.

"Ini terjadi lagi. Saya dan yang lain rasa ada yang tidak suka." Yuna berbisik kepada Mbok Asih dan Mbok Asih juga setuju, lalu mengangguk.

Tiara ikut berdiri, ia menghampiri mamahnya. "Mah, aku mau ke kamar, aku ingin tidur." Hal itu disetujui mamahnya, lalu anggota lainnya juga bubar pergi ke ruangan masing-masing.

***

Matahari baru menampakkan wujudnya. Semakin lama cahayanya semakin terang dan menyilaukan mata. Tiara melihat ke jendela, dengan tubuhnya yang berbaring. Ia malas melakukan apapun.

Rencananya ia hanya akan diam di rumah dan tidak berencana keluar rumah. Ia akan istirahat seharian di dalam rumah. Ia juga harus mengembalikkan imunitas tubuhnya yang kurang. Mengembalikkan kondisi tubuhnya agar kembali sehat bugar.

Keadaan di rumahnya memang cukup hening. Hanya terdengar suara-suara dari orang yang menyapu, tukang kebun, suara di dapur, dan suara Yuna, Mamahnya. Mamahnya memang tidak terlalu sering ke luar rumah, biasanya ia akan mengontrol rumah atau mengerjakan pekerjaan dari rumah. Kebetulan mamahnya juga memegang satu perusahaan yang merupakan warisan Kakek Tiara.

"Dek, pergi kemana? Bukannya sekolahmu libur." Mamahnya yang baru keluar dari kantor tempat ia biasa bekerja bertanya saat melihat anak bungsunya terburu-buru.

"Ada acara ekskul. Kurang ajar si Dendi, bohong dia." Terlihat dengan jelas raut wajah Banyu yang kesal. "Laras baru kasih info tadi." Banyu mengepal-ngepalkan tangannya.

Yuna langsung memegang tangan Banyu, "Sudah jangan marah. Gak pernah papah dan mamah ajarkan kamu berkata kasar."

Banyu langsung tersenyum dan bergegas keluar dari pintu utama.

Ati yang melihat dari balik dinding juga tersenyum. "Masyaallah, beruntung sekali aku punya majikan yang attitude nya baik dan sopan. Benar-benar keluarga terhormat. Pantas mereka dihargai dan terkenal." Selepas itu ia langsung pergi ke halaman belakang rumah.

***

"Pak Aji! Sini bentar!" Terlihat Ati yang tadi baru keluar mengayunkan tangannya memanggil Aji, kepala keamanan rumah, yang sedang ngopi dengan tukang kebun rumah.

"Iya, Ati? Kenapa?"

"Kemarin Mbok Asih bilang tolong diperketat keamanan rumah. Takutnya ada orang enggak suka masuk," jelas Ati sambil sesekali menepuk pundak Pak Aji.

"Ouh, siap! Keluarga ini memang terkenal dan banyak dikagumi, sampai kayaknya gak kehitung orang yang iri sama mereka." Pak Aji menjelaskan pada Ati dengan nada semangat dan rasa kagum.

"Oh, begitukah?" Ati yang mendengar penjelasan Pak Aji tadi ikut antusias mendengarnya.

"Iya, sebenarnya saya pernah kecapekan seleksi pelayan atau pekerja disini supaya semuanya aman. Takutnya malah pekerjanya yang iri, bukan orang luar." Pak Aji menjeda kalimatnya. " Inget, bisa jadi orang yang terdeketlah yang jahat!"

"Hati-hati aja saya mah, bukan nuduh. Saya balik ya Mbak Ati," pamit Pak Aji dibalas dengan anggukan kepala Ati.

***

"Ayolah, Ra. Ikut datang kamu ke acara penting perusahaan. Aku dengar ada sambutan dari papahmu salah satu konglomerat terkenal, berwibawa, dan kaya tentunya!"

Salah satu teman kuliahnya dan sekarang menjadi bawahan di perusahaan yang mulai dibawah kendali Tiara mengajak.

Ami, namanya menjadi salah satu pegawai kantor yang memiliki kepribadian baik dan selalu bekerja secara memuaskan. Bahagia Tiara memiliki teman seperti Ami, begitu pula perusahaannya yang bangga mempunyai karyawan sehebat dia.

"Aku usahakan. Badanku lemas sejak 3 hari lalu. Bikin malas berpergian. Hari ini aja kupaksakan." Tiara membalas ajakan Ami dengan menepuk bagian pundak atau bahu, pinggang, dan memegang kepala yang sakit.

"Sakit kamu tambah parah, Ra. Bagaimana bisa para dokter kebingungan!"

Ami berseru sambil menggebrak meja di hadapannya. Satu dua karyawan yang ada di kantin menghadap melihatnya. Untungnya, keadaan kantin kantor tidak ramai.

Tiara mengangkat bahunya, bukan karena dia malas membahas penyakitnya, tetapi karena memang dia tidak tau.

"Jadi, datang?" Ami kembali bertanya.

"Sudah kubilang, kuusahakan datang."

***

Tiara keluar dari kamarnya. Hari ini ia memutuskan untuk datang ke acara penting perusahaan. Acara ini hanya sesekali dilaksanakan dan Tiara tertarik mendatanginya. Ia juga paksakan badannya untuk bergerak lebih lama, karena menurutnya kalau dibiarkan malah hanya membuat ia malas.

Gaun yang dipakainya tertata sangat rapi. Mbak Ati, yang biasa datang ke kamarnya, membantunya merapikan dan memastikan bahwa gaun tersebut tidak robek, luntur, atau kemungkinan jelek lainnya.

"Sudah aman, Non. Dipastikan Nona Tiara adalah yang tercantik di acara."

Tiara hanya tersenyum mendengar perkataan Ati.

Tiara berangkat diantar oleh Pak Aji. Supir keluarga, Pak Bayu, sudah mengantar Ardi terlebih dahulu ke acara. Dan Pak Anto, supir lain keluarga, sedang sakit dan tidak bisa bekerja.

"Ayo, masuk, Non." Tiara mengangguk dan berjalan ke arah mobil.

Sesaat sebelum ia memasuki mobil, Mbak Ima berteriak memanggil Pak Aji.

"Pak Aji!! Pakk!! Ini, pak! Anjingnya mati!" Sontak Pak Aji langsung berbalik arah dan menghampiri asal suara Mbak Ima disusul Tiara yang juga panik.

"Kenapa, Mbak?" tanya Tiara panik.

"Ini anjing penjaga rumah mati!" jelas Mbak Ima masih dengan ekspresi kagetnya.

Tidak lama kemudian, Mbak Ati, Mbok Asih, Banyu, dan Pak Ilyas ikut menghampiri tempat anjing penjaga tadi mati.

"Ya Allah. Sudah mati, haruskah kita beli lagi?" Mbok Asih yang baru datang langsung bertanya.

"Kenapa ada anjing penjaga?" tanya Banyu bingung.

"Ini ide Pak Aji, saya, dan Mbok Asih buat perketat keamanan rumah aja. Belum seminggu, udah mati dia."

"Ya sudah, dikubur, Pak Ilyas. Saya ada acara takut telat." Lalu Tiara pergi bersama Pak Aji dan terdengar klakson mobil yang menandakan mereka izin untuk pergi.

***

Terpopuler

Comments

Asep Suryadi Channel

Asep Suryadi Channel

ceritanya menarik walau baru sedikit

2024-05-02

0

there

there

bagus cerita nya menarik

2024-04-29

0

Rinjani Putri

Rinjani Putri

keren kk

2024-04-19

0

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 75 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!