Simpati dari orang lain.

"Bang, siapa dia?" Perempuan yang tengah menyusui putranya untuk pertama kali itu terlihat terkejut dengan kedatangan Aliliana yang mengekor di belakang suaminya.

Fikiran-nya menebak hal burukm

"Mbak jangan salah paham dulu, saya ke sini cuma mau lihat bayi Mbak saja" kata Aliliana coba menjelaskan.

"Dek, tadi Abang nyerempet orang"

"Apa, Bang?!" Perempuan itu terkejut sampai membulatkan matanya, panik bercampur cemas menggulung di garis wajahnya.

"Ia, dan Nyonya ini yang Abang serempet tadi" sambil menunjuk Aliliana dengan sopan, dia pun tak berani mengangkat kepalanya di depan Aliliana, karena merasa bersalah.

Perempuan itu menilik Aliliana, dari atas sampai bawah. Terdapat beberapa luka lecet di tangan Aliliana.

"Nyonya, maaf 'kan Suami saya" ucapnya sambil merangkul tangan Aliliana menangis takut dan panik.

"Sudah saya maafkan, Mbak jangan khawatir ya!" Aliliana berkata dengan tetap ramah "Hai, cantik" Aliliana mengusap wajah bayi yang berada di gendongan ibu muda, istri dari sopir yang menabraknya, Aliliana mengetahui jenis kelamin putri mereka dari Ayah si bayi.

"Nyonya, sekali lagi saya minta maaf!. Saya minta maaf atas nama suami saya, dan saya mohon untuk tidak membawa kasus ini ke jalur hukum, atau mengadukan ini kepada majikan kami, saya takut Suami saya akan di pecat. Saya juga tidak bisa mengganti rugi karena sekarang kami tidak punya apa apa, Suami saya baru bekerja dua minggu setelah menganggur hampir enam bulan" Perempuan itu menangis sambil terus menggenggam tangan Aliliana kalimatnya seakan tidak habis untuk memohon.

"Mbak tidak usah khawatir saya tidak akan melakukan apapun. Justru saya mau berterima kasih sama Suami Mbak sebab dia sudah menjadi lelaki yang bertanggung jawab"

"Tapi, gara gara Suami saya kulit Nyonya jadi lecet, pasti bakal sudah ngilangin bekasnya" perempuan berkulit sawo matang itu mengeluhkan kulit Aliliana yang mulus sudah rusak oleh sebab kecerobohan suaminya.

"Tidak apa apa, ini masih bisa di hilangkan" kata Aliliana tampak tidak mempermasalahkan kejadian ini. "Oh ia. Kalau berkenan, apa saya boleh menggendong putri kalian?" Aliliana menoleh ke arah Suami Istri tersebut secara bergantian.

"Oh tentu, Nyonya. Tentu saja" Jawab Si Istri, dengan senang hati mengasongkan bayi yang baru dilahirkan olehnya.

"Ya tuhan, lucunya" gumam Aliliana sambil menatap sendu wajah bayi yang masih merah itu. Aliliana tersentuh dan terharu saat melihat bayi tersebut berada di pelukannya.

Dalam hati Aliliana bergumam, tangan tergerak untuk mengusap perutnya yang masih rata "Nak, kamu sudah di mana?. Kapan kamu sampai di rahim bunda?. Apa perjalanannya sangat jauh hingga tiga tahun ini kita belum juga bertemu. Bunda dan Ayah pasti akan sangat bahagia saat bertemu dengan kamu" setitik Air mata haru penuh harapan jatuh menyusuri pipi Aliliana.

"Putrimu sangat cantik" puji Aliliana sambil mengusap lembut pipi bayi merah itu.

Hingga kemudian bayi tersebut menangis dan dengan berat Aliliana menyerahkan Bayi itu kepada ibunya.

"Kau harus menjaganya dengan baik" pinta Aliliana saat menyerahkan bayi tersebut. Sang ibu pun mengangguk.

"Kalau begitu saya pamit pulang dulu" Aliliana pun undur diri, meski dirinya tidak tau harus berangkat naik apa, dirinya benar benar kalut dan bingung.

Sopir yang menyerempet Aliliana memohon maaf karena hanya bisa mengantar Aliliana sampai di pintu saja, Aliliana yang santun tidak banyak mempermasalah.

Tetapi setelah keluar dari Rumah sakit, Aliliana mulai kebingungan.

Kejadian yang terjadi di malam ini sungguh di luar dugaan, berawal dari ajakan Zian untuk makan malam yang Aliliana fikir hanya akan ada dirinya dan Zian.

Sejak sore hari Aliliana telah mempercantik dirinya dengan sempurna berharap makan malam ini benar benar berkesan buat Zian (Suaminya) namun ternyata semua itu benar benar di luar nalar, Aliliana begitu terkejut saat mengetahui ternyata di meja makan bukan cuma ada dirinya dan Zian saja, melainkan ada Mertuanya, yang paling mengejutkan Aliliana malam ini adalah kehadiran Celia yang di undang langsung oleh Sang Mertua, keterkejutan itu belum berakhir sebelum Ibu Mertuanya meminta Aliliana untuk mengizinkan Zian untuk menikahi gadis yang di bawanya.

Makan malam Aliliana benar benar berantakan bahkan mood dan keinginannya untuk melanjutkan makan seketika itu hancur, benar benar hancur.

Bahkan kini Aliliana bimbang melanjutkan pernikahan yang terlanjur di campuri orang ketiga.

Meski mungkin kehadiran Celia bukanlah keinginan Zian sepenuhnya namun ketika mertuanya sudah berkehendak Aliliana selalu merasa tidak mungkin untuk menentang, dan kehendak itu tak pernah gagal untuk sampai ke titik akhir, selalu berhasil walau se-berusaha apapun Aliliana mencoba menentang keinginan Mertuanya.

Apalagi sekarang, mengenai perempuan kedua yang harus Zian nikahi.

Meski Kabar ini bukanlah kabar baru di telinga Aliliana, harusnya Lili pun tak terkejut dengan kenyataan ini, tetapi siapa sangka semuanya terjadi lebih awal, Mertuanya ternyata diam diam menyediakan perempuan baru di saat Lili terus berjuang untuk mendapat keturunan.

Malam ini adalah malam terhancur yang Aliliana miliki, dadanya serasa terguncang hebat, bahkan otaknya seakan berhenti untuk berfikir.

Aliliana mematung hampa di bawah lampu temaram, tiba tiba air matanya berjatuhan saat menyadari semua kenyataan pahit yang ia alami.

Selama ini mertuanya memang tidak pernah menyukai dirinya, namun Lili tidak menyangka semua akan berakhir secepat ini.

Sekarang Aliliana benar tak bisa berhenti memikirkan apa yang sedang di lakukan suaminya dengan perempuan baru yang di bawa Feronika (Ibu Mertua) sampai sampai membuatnya (Zian) lupa untuk mencari dirinya, atau pun memberi kabar kepadanya, semakin di fikirkan di hatinya semakin timbul rasa sakit, hingga Aliliana tak mampu lagi untuk mencegah air matanya berderai.

Di lain tempat.

Ternyata Zian di bawa Feronika untuk jalan jalan bersama Celia ke sebuah Mall, di sana mereka sempat berbelanja, menonton bahkan sampai mengantar Cellia ke kediamannya, perjalanan panjang itu meski tidak dapat mengalihkan fikiran Zian dari Aliliana namun kenyataannya Zian seperti kerbau yang di cucuk hidungnya, tak berdaya mentang keinginan sang Mama yang selalu mempunyai sejuta cara untuk membujuk Zian.

Tepat jam 2 malam mobil Zian baru terparkir di halaman rumah mewah bernuansa modern itu, Zian telah menghabiskan waktu malamnya bersama Celia dan Sang Ibu sementara Aliliana dia masih berdiri di bawah lampu temaram dengan di temani dinginnya malam, dan perut yang mulai terasa lapar.

"Sayang kamu sudah tidur?".

Ckrrkkkk..

Zian mengutip lampu kamarnya.

Karena tidak mendapati Lili di atas tempat tidur mereka, Zian akhirnya memutuskan untuk mengeceknya ke kamar mandi, fikirannya seolah yakin kalau Lili sedang menggunakan kamar mandi.

"Lili, Sayang. Mas pulang" ucapnya lagi sambil melepas kancing lengan baju dan lehernya.

Akhirnya setelah berkali-kali memanggil Zian akhirnya sadar kalau kamar mereka itu kosong, dan Lili tidak ada di kamar mandi mau pun di tempat tidur, barulah saat itu Zian mulai panik dan menyadari kalau istrinya belum kembali.

Zian buru buru mengambil charger dan mengisi batrai handphonenya, tiba tiba kening Zian berkerut.

"Loh, masih 75. Tapi kenapa handphone ku bisa mati?" gumam Zian, ia kemudian meng aktipkan handphonenya dan melihat pesan singkat dan panggilan masuk yang di tinggalkan Aliliana.

Zian gegas menelpon Aliliana namun sekarang handphone Aliliana yang kehabisan batrai, setelah beberapa kali mencoba menghubungi Aliliana akhirnya Zian memutuskan untuk pergi mencari Aliliana ke tempat dia meninggalkannya.

Beralih dari Zian.

Aliliana masih mematung dengan rasa lapar dan dingin mulai menyerang tubuhnya, lalu lalang kendaraan di jalanan mulai sepi semakin mempersulit jalan Aliliana untuk mendapatkan kendaraan, di tambah sekarang handphonenya sudah mati kehabisan batrai.

Aliliana hanya bisa diam sambil menyusuti air matanya, ia kemudian memutuskan untuk kembali ke rumah sakit hendak mencari bantuan.

Namun langkah Aliliana sempat terhenti ketika melihat sorot lampu mobil terarah kepada dirinya.

"Mau sampai kapan terus di sini. Masuk!" perintah seorang lelaki dengan nada tegas.

Aliliana sempat ragu karena tidak mengenali mobil tersebut, selain itu sang pengemudi juga menutupi wajahnya dengan topi dan ciput.

"Ini aku, Emilio. Ceptlah! di sini terlalu banyak orang!" ucap sang pengemudi sambil menunjukkan sedikit sisi wajahnya.

"Emilio."

"Sstttt.." Emilio berisyarat agar Aliliana tidak terlalu keras menyebut namanya, "Jangan sampai suara mu mengundang orang orang untuk berkumpul. Cepat! aku tidak punya banyak waktu"

Sambil mengendap-endap Aliliana memasuki mobil Emilio.

"Dari mana kau tau aku di sini?" tanya Aliliana.

Dengan wajah kurang senang Emilio menjawab "Itu tidak penting." Malah Emilio balik bertanya dengan nada kesal "Kenapa kau terus berdiri di sana seperti orang bodoh?. Apa kau tidak sadar apa yang kau lakukan itu bisa menimbulkan kejahatan buat diri mu sendiri, kau ini seorang perempuan!. Apa kau tidak tau tempat seperti itu rawan terjadi kekerasan? Kenapa kau tak mencoba menghubungi keluarga mu? Atau setidaknya pesanlah taxi online, dan pergi ke tempat yang aman" Emilio terus mengerutu'kan kekesalannya.

"Bisakah kau diam saja?" pungkas Aliliana, sambil menyandarkan kepala kemudian memejamkan matanya. mejamkan mata bukan karena mengantuk melainkan ingin sedikit mendinginkan otaknya yang berada di puncak kemarahan.

Karena sampai akhirnya, yang datang mencarinya bukan lagi suami melainkan orang lain yang lebih bersimpati kepadanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!