Aku masih mencoba mendapatkan informasi dari gereja itu, di mana aku ditinggalkan, tentang wanita yang mengantarkan aku ke sana 13 tahun yang lalu. Tetapi tidak satu pun dari mereka yang tau. Aku mencoba mengingat apakah aku mendapat kata-kata darinya ketika dia meninggalkanku di sana. Namun sama sekali tidak ada ingatan apa-apa.
Yang aku tahu, aku dipungut oleh suster Clara, seorang pensiunan biarawati berusia 60an tahun, dan akhirnya tinggal bersamanya di sebuah kamar yang kecil, di belakang gedung gereja. Clara adalah seorang yatim piatu dan tidak punya keluarga. Di usianya yang senja, dia tetap aktif bertugas untuk membersihkan komplek gereja itu setiap hari.
Awalnya, dia hanya bermaksud menawarkan tempat untuk menunggu. Aku masih ingat, waktu itu kami begitu yakin bahwa wanita itu akan datang lagi menjemputku. Karena dia menemukanku di taman itu tanpa apa pun di tanganku. Hanya pakaian dan sepatu kets yang ku pakai. Yang ku bakar tidak lama setelah itu untuk meredakan amarahku. Dengan begitu, aku benar-benar kehilangan semua jejak tentang masa laluku. Selama 2 tahun, aku tidak bicara. Clara bahkan menyangka kalau aku bisu. Tapi dia membantu dengan tidak henti-hentinya mengajakku bicara meskipun aku hanya diam.
Kami hidup bersama selama 5 tahun sampai Clara meninggal. Dia adalah satu-satunya duniaku, dan itu adalah kehilangan pertama dan paling menyakitkan dalam hidupku. Sejak saat itu, aku hidup sendiri. Ku gunakan uang yang dia tinggalkan untuk mendapatkan sebuah kamar bawah tanah di pinggiran kota dan bekerja keras untuk hidup dan sekolah.
Aku masih mengunjungi gereja itu, bukan untuk berdoa. Aku hanya duduk di bangku taman, tepat di tempat aku ditinggalkan 13 tahun yang lalu. Mencoba mengilas balik momen itu, tetapi hasilnya nihil, tidak ada hal yang terlintas dalam benakku. Aku memandangi wajah setiap wanita yang datang berkunjung ke sana. Siapa tahu, aku akan melihat wajah yang ku kenal. Tetapi tidak berhasil. Kemudian aku berhenti ketika merasa lelah dan merasa bahwa tidak ada lagi harapan. Tapi tidak semudah itu untuk berhenti, di saat-saat tertentu, aku akan kembali ke sana. Dengan harapan yang sama yang terpatri dalam benakku.
Sesekali aku tergoda untuk mengirim sampel DNA milikku ke kantor polisi, siapa tahu mereka bisa melacak asal usulku melalui rekaman DNA yang mereka punya. Tapi aku menahan diri. Aku belum siap menerima fakta menyakitkan yang mungkin tersembunyi dibalik asalan membuang anak kecil itu 13 tahun lalu. Bagaimana jika mereka tidak menginginkanku? Bukankah itu alasan pertama sehingga aku dibuang? Jika mereka mampu melakukannya bertahun-tahun yang lalu, ketika aku masih lemah dan sangat membutuhkan seseorang, apakah mereka akan menerima aku sekarang?
Aku merenungkannya dengan sangat dalam. Dan akhirnya, aku membatalkan niat itu. Dan berkata pada diriku, bahwa yang ku miliki hanya diriku. Jadi hiduplah sendiri. Itu sudah cukup, selama masih bisa makan dan tidur di tempat yang layak.
...
"Jade, bersiaplah. Kau harus berangkat ke Singapura sebagai perwakilan Gaia Wear menggantikan aku. Akan ada pertemuan tentang desain baru untuk koleksi musim semi mendatang. Untuk sekarang, siapkan semua file yang dibutuhkan." Gaia memanggilku ke ruang kantornya dan memberi perintah. Mood-ku berubah 180 derajat, akankah aku bertemu lagi dengan pria brengsek itu? Ditambah lagi, aku menduga-duga, dia tidak bisa berangkat karena sibuk untuk persiapan pernikahannya. Aku sedang bertanya-tanya, jika dia menikah, apa posisiku di hatinya?
"Kapan tepatnya? Apakah aku perlu mempersiapkan hal-hal lain?"
"Itu saja untuk saat ini. Aku masih mencari kemungkinan untuk bisa berangkat sendiri. Hanya jaga-jaga. Agar kamu bisa siap-siap jika nanti aku memberi instruksi dadakan."
"Baiklah boss." Aku menjawab dengan lemah. Ku akui, aku merasa sangat terpuruk.
Akhirnya dia memutuskan akan menikah dengan pria itu. Aku tidak tahu kenapa, tapi aku merasa sangat hampa. Aku ketakutan. Apakah dia masih membutuhkan aku kelak? Atau mungkin dia akan memintaku pergi dari sana? Jadi bagaimana aku akan hidup? Kemudian dia akan mengirimku lagi ke Earnest Corps, bukankah itu keputusan yang ceroboh? Dia mengirimku ke kandang singa. Ke tempat yang paling ingin ku hindari, pada orang yang paling tidak ingin ku temui.
Dengan auto-pilot, aku dengan cepat melakukan tugas yang dia minta. Mengadakan rapat dengan para desainer dan divisi yang terkait untuk mengumpulkan data dan informasi kemudian menyusun dalam sebuah file presentasi agar bisa dibaca dengan mudah.
Kami baru saja memulai musim dingin, namun sudah harus memulai memproduksi koleksi untuk musim semi. Aku termenung. Musim semi adalah musim terindah dalam setahun. Akan ada banyak acara dan festival di manapun di negara ini. Kenangan-kenangan bersama Clara muncul di benakku. Kami berjalan-jalan di sepanjang area Yeouido pada saat festival bunga sakura, menikmati pemandangan yang sangat cantik sambil bergandengan tangan. Kami akan mampir di lapak pedagang kaki lima menikmati gimbap atau es krim. Itu adalah piknik yang paling indah bagiku. Tidak terasa, aku menitikkan air mata. Sambil memaksa diri untuk menyelesaikan pekerjaanku.
Akhirnya, Gaia mengutus aku menghadiri pertemuan di Singapura. Hanya sendiri. Aku sama sekali tidak baik-baik saja. Setelah kejadian tahun lalu, sesuatu yang aneh menyelimuti hatiku. Aku sangat marah. Namun merindukan setiap perhatian kecil yang dia berikan padaku selama momen singkat itu. Aku ingin berada dalam situasi itu lagi. Ingin merasakan kehangatan yang merayap menyelimuti kalbuku ketika dia menaruh makanan di piringku. Tapi di sisi lain, aku sangat membencinya. Aku sampai lelah mendamaikan perang dua kubu itu dalam hatiku. Haruskah aku suka atau benci?
Lagu-lagunya menjadi deretan utama di playlistku dan tidak henti-henti ku putar. Aku tidak berencana melakukannya, tapi dengan refleks aku mengulangi menonton semua acaranya dari youtube.
Dan aku akan menuju kediaman pria itu. Sepanjang perjalanan aku tidak henti-henti berdoa agar tidak bertemu dengannya. Dengan siapa pun boleh lah, asal bukan dia.
Aku berangkat dengan penerbangan pertama, jam 2 pagi. Kunjungan itu akan menjadi agenda terakhir di minggu itu. Untuk menghibur diri, aku mencoba membayangkan telah tiba di rumah kecilku dan tidur di atas kasur pada malam harinya. Kemudian menghabiskan seluruh hari Minggu untuk menangis melampiaskan rasa gundah yang melandaku. Kali ini, aku menghindari kelas bisnis. Menghindari kemungkinan akan bertemu dengan dia lagi. Aku mengambil tempat duduk dekat jendela. Berharap pemandangan bumi dari langit bisa mengalihkan perhatianku untuk tidak overthinking. Kemudian ku pejamkan mata, berusaha merasakan damai.
"Permisi…" Bisik seseorang dari sebelah. Ku abaikan. Dia pasti akan berhenti jika diabaikan. Pikirku. Ku lanjutkan misiku untuk tidur.
"Permisi…" Suara itu terdengar. Siapa sih?! Aku mulai kesal, tapi suara itu... Sepertinya ku kenal. Aku memutar kepala ke arahnya. Benar. Si brengsek itu!
Dia duduk di sebelahku memakai topi dan masker, dia menyamar. Mungkin karena aku terlalu fokus dengan galauku, aku tidak menyadari orang-orang di sekitarku. Ternyata ada dia. Gila. Aku mencoba menghindarinya, tapi dia malah ada di sana! Dia memberiku senyum termanisnya, sangat tampan, dan ku rasakan kehangatan menyelimuti hatiku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments