"Apakah Gaia pernah memberitahu kamu tentang persahabatan kami?" Dia bertanya.
"Saya hanya tahu bahwa kalian berdua adalah sahabat, sejak masih menjadi trainee."
"Hanya itu?"
"Hanya itu." Dia manggut manggut, agar kelihatan sedikit berwibawa, sepertinya itu adalah ciri khas yang coba dia tunjukkan.
"Iya, sudah sekitar 10 tahun yang lalu. Itu sebabnya saya mengenalnya dengan sangat baik. Boleh saya menebak? Hubungan kalian bukan hanya sekedar hubungan boss dan personal assistant. Benar begitu?" Dia benar-benar berniat menguliti kehidupan pribadiku. Tapi terlalu jauh. Tapi aku harus bersikap baik kan? Aku tidak boleh mundur. Aku harus bertahan sampai jam 4 sore nanti. Oleh karena itu aku harus ikuti apa maunya.
"Penjelasan seperti apa yang anda inginkan dari saya?" Mataku mulai berkaca-kaca, menahan amarah. Aku berharap dia akan merasa bersalah dan memilih untuk berhenti, tetapi dia terlihat sangat bertekad.
"Fakta. Ceritakan fakta yang terjadi antara kalian berdua. Mungkin dengan begitu saya akan merasa lebih baik." Dasar brengsek!
"Dia pasti punya perasaan khusus pada kamu. Sederhana saja. Dia menyukai kamu. Atau? Lebih jauh? Dia mencintaimu? Atau...?" Semua yang dia katakan benar.
"Dia bilang begitu..." Aku menjawab setengah berbisik. Sambil menahan amarah. Entah apa kaitannya hubungan pribadiku dengan Gaia dengan proposal itu. Dia sangat lancang telah menyalahgunakan kekuasaannya untuk bertindak semena-mena padaku. Aku akan membenci dia selamanya!
"Bagaimana denganmu? Apakah kamu memiliki perasaan yang sama?" Aku tidak tau harus jawab apa. Bagaimana perasaanku? Telepon di mejanya berdering. Dia bangkit dan menjawabnya. Dia berbicara selama beberapa menit dalam bahasa Mandarin. Aku tidak mengerti dia bicara apa.
"Perhatikan. Kita harus keluar dari tempat ini. Mari kita lanjutkan pembicaraan ini di tempat lain." Dia berkata begitu selesai menjawab telepon. Dia memberiku sebuah kartu pass dan menjelaskan apa yang harus ku lakukan.
"Tinggalkan saja tas travel kamu di sini. Saya akan membawakannya." Dia menutup instruksinya.
Aku melakukan apa yang dia perintahkan dengan sigap. Keluar dari kantor itu dan turun menuju lobi. Kemudian melangkah ke arah sisi kanan gedung menemukan sebuah pintu masuk yang dia maksud, ku gunakan kartu pass yang diberikannya untuk mengakses semua pintu termasuk lift menuju lantai paling atas. Aku tiba di depan sebuah flat mewah. Hanya ada satu di lantai itu. Ku tempelkan kartu pass ke gagang pintu, setelah berbunyi bip, pintu itu terbuka. Aku melangkah masuk. Suasana yang ada di dalam persis sama dengan ruang kantornya, sepertinya itu adalah rumah untuk tempat tinggal. Interiornya ditata dengan modern tapi simple sehingga menciptakan kesan yang luas dan lapang.
"Welcome..." Dia melambaikan tangannya, memberi isyarat padaku untuk menghampirinya. Aku melihat tas travelku berada di sebelah sofa. Aku mengerutkan kening. Sesuatu tampak salah.
"Apakah kamu melihat pintu di sebelah pantry di kantor saya? Itu pintu ke rumah ini. Saya meminta kamu datang dari pintu depan untuk mengikuti aturan. Untuk menghindari anggapan buruk orang kantor tentang kamu. Aneh kan kalau mereka tidak melihat kamu keluar dari kantor saya seharian?" Benar juga. Tampaknya dia sangat ahli dalam hal itu dan aku menduga dia pasti sudah sering melakukannya. Aku penasaran, sudah berapa orang perempuan telah dia perlakukan begitu.
"Apakah anda sering melakukan ini dengan wanita lain?" Aku menggerutu, berbisik, tapi dia tertawa. Dia mendengarku! Aku semakin yakin kalau dia memiliki kemampuan supernatural, lebih tepatnya berbakat jadi paranormal.
"Ayo duduk..." Dia berjalan menuju sebuah meja jamuan. Harusnya meja makan. Tapi ditata dengan nyaman, jadi bisa diperuntukkan untuk tujuan apa saja. Dia menarik sebuah kursi dan mempersilahkan aku duduk di sana. Aku harus patuh.
"Jangan kuatir. Ini pertama kalinya." Katanya. Aku menatapnya bingung.
"Maksud saya, meminta seorang wanita untuk masuk ke rumah ini melalui pintu depan, atau dari pintu mana pun... Ini pertama kalinya. Tolong rahasiakan ini, hanya kita berdua yang tahu bahwa rumah saya berada persis di balik dinding kantor saya. " Dia memberi tanda jari mengunci bibirnya. Respon seperti apa yang harus ku berikan? Haruskah aku senang? Tapi untuk apa? Tapi anehnya aku merasa lega mendengar penjelasannya. Dia tersenyum menatapku. Mataku menangkap pemandangan indah di depan kami. Hidangan makanan yang tersaji dengan lengkap disertai banyak jenis pelengkap lainnya. Beberapa jenis cookies, buah segar, keju, dan mentega ada di atas meja.
"Wine?" Dia menawarkan. Aku mengangguk. Dia menyodorkan sebuah gelas. Aku menyesap perlahan mengikuti geraknya.
"Saya pulang kantor lebih awal. Saya akan mendedikasikan sisa hari ini untuk kamu. Jadi, santai saja. Memang, saya berniat menggunakan kekuasaan saya untuk menahan kamu lebih lama. Tapi saya berharap kita bisa bersenang-senang membicarakan banyak hal. Maksud saya, hal-hal yang bersifat pribadi..." Terserah deh. Aku hanya mau mendapatkan apa yang ku mau kemudian pulang. Ku sikapi penjelasannya dengan santai. Ku ambil potongan semangka dan mengunyah setelah menyesap wine di gelasku.
"Mari kita kembali ke pertanyaan tadi. Bagaimana denganmu?" Perasaanku untuk Gaia?
"Haruskah saya menjawab pertanyaan yang itu? Bolehkah saya menggunakan kartu pass?" Aku sulit untuk menjawabnya.
"Kenapa memangnya?"
"Aku tidak punya jawabannya." Jawabku santai. Dia tampak bingung.
"Untuk percakapan ini, izinkan saya memanggil kamu dengan Jade saja. Apakah boleh?" Dia mengajukan permintaan. Aku menatapnya. Berarti interaksi kami akan lebih bersifat pribadi. Kami memang akan membicarakan hal-hal pribadi, jadi kenapa tidak?
"Terserah anda. Maksud saya, toh kita akan berbicara tentang hal-hal pribadi, jadi mengapa repot-repot bersikap sopan." Jawabku dengan enteng. Dia tersenyum.
"Baiklah Jade. Dan panggil aku dengan nama. Jangan pedulikan umur, aku suka dipanggil dengan nama."
"Baiklah."
"Dan satu lagi, aku tidak akan sungkan berkata aku dan kau..." Dia benar-benar serakah. Tapi tidak masalah. Aku menangangguk. Dia merespon dengan senyum. Apakah dia tidak tau bahwa dengan tersenyum ketampanannya seolah-olah berteriak meminta perhatian lebih. Atau dia memang sengaja?
"Aku mengenal Gaia dengan baik. Dia menyukai sesama wanita. Dan kamu adalah tipe yang dia sukai. Wanita super cantik namun tertutup, tidak memiliki pergaulan yang luas. Jika kamu tidak bisa menjawab tentang perasaanmu padanya. Aku harus menanyakan ini, seberapa jauh kamu berhubungan dengannya?" Aku berhenti mengunyah makananku. Pertanyaannya memang sangat pribadi. Lebih tepatnya kurang ajar. Aku hampir meledak dalam amarah jika tidak ingat bahwa aku sedang melakukan tugas bodoh yang dia minta. Aku menatapnya tajam tanpa berkata-kata. Tapi dia tampak bersemangat untuk mengetahui jawabanku.
"Berciuman? Berpelukan? Tidur bersama? Berhubungan ****?" Dia tidak berhenti. Air mataku pecah, karena amarah. Dia mengulitiku hidup-hidup!
"Semua." Aku menjawab dengan singkat. Dia tercengang.
"Kamu bilang kamu tidak tahu tentang perasaanmu padanya. Tapi kamu sudah sampai sejauh itu?"
"Apakah itu masalah? Kurasa itu bukan urusanmu. Aku perlu ke kamar mandi. Di mana tempatnya?" Dia sepertinya paham kondisi, aku kesal yang sangat akut yang terpancar dari mataku. Dia langsung berdiri dan mengisyaratkan padaku untuk mengikutinya.
Aku masuk ke kamar mandi, mengunci pintu dan duduk di lantai. Aku benci manusia ini. Apa ku hancurkan saja semuanya? Setelah itu, aku hanya akan bertengkar dengan Gaia. Jika dia memecatku? Ah tidak. Tidak Jade, bukan ide yang bagus. Baiklah, jadi aku harus mengikuti semua perintah konyol pria itu. Aku menarik dan menghembuskan nafas beberapa kali, berusaha menenangkan diri. Ku dengar suara ketukan di pintu.
"Jade..." Dia memanggil. Aku refleks memaki --dengan suara pelan-- begitu mendengar suaranya. Pria itu benar-benar brengsek. Aku menemukan banyak bajingan selama aku bekerja di bidang itu, tapi belum ada yang pernah berani menyentuh kehiudpan pribadiku. Dia berada di atas level apa pun. Mencoba mencampuri urusan orang lain. Terutama sesuatu hal yang paling tidak ingin ku bicarakan. Dia menjijikkan. Aku mencoba untuk tenang. Dia masih mengetuk pintu dan memanggil namaku. Ku buka pintu dan melangkah keluar dari kamar mandi.
"Apakah kau baik-baik saja? Kamu lama sekali di dalam. Aku kuatir." Dia memeriksa keadaanku dari ujung kepala sampai ujung kaki.
"Apakah menurutmu aku baik-baik saja?" Aku menjawab dengan ketus. Aku tidak bisa menjadi setenang yang ku harapkan.
Dia menatap mataku tajam, aku tidak bisa mengidentifikasi apa yang dia maksudkan dengan ekspresi itu. Dia bergerak ke arahku lebih dekat, aku berjalan mundur untuk menghindarinya namun langkahku terhalang dinding. Dia mengunci tubuhku ke dinding. Tindakannya tidak masuk akal, tapi aku berusaha tenang. Aku ragu jika dia akan berani macam-macam. Dia sedang mempertaruhkan reputasinya di hadapan seorang fans. Tapi dia sangat berani. Mata kami bertemu, jarak wajah kami sangat dekat. Aku bahkan bisa mencium bau wine dari nafasnya.
"Ayo kita tes sekarang." Dia memberi tugas baru. Bukan, dia bilang tes. Berarti saatnya ujian. Tapi apa yang harus diuji?
"Tes?" Aku bingung.
Telapak tangannya membingkai wajahku dan mengelus pipiku dengan lembut. Dalam hitungan detik, bibirnya menghisap bibirku. Sangat tiba-tiba, aku tidak punya waktu untuk mengambil ancang-ancang dan aku tidak bisa bergerak. Tubuhnya mengunci tubuhku. Dan tangannya menahan wajahku. Aku tidak punya ruang gerak. Tapi harus ku akui, rasanya menyenangkan. Dia menyadari bahwa aku benar-benar tidak bisa bergerak dan semakin gencar memainkan bibirku dengan lembut.
Rasa bibirnya manis. Dan jantungku berdetak lebih cepat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Sandy
Gaya penulisannya unik dan menarik, jangan berhenti menulis thor!
2023-07-15
0