Aku adalah orang miskin. Dan tidak punya keluarga, hanya punya satu ingatan tentang siapa aku.
Ketika berusia 10 tahun, seorang wanita dewasa membawaku ke kota Seoul dari sebuah tempat di Eropa, aku tidak yakin Eropa bagian mana.
Itu adalah satu-satunya informasi yang ku bawa bersamaku. Melekat dalam benakku, ku telusuri jejak ingatan itu berulang-ulang di benakku agar tidak lupa. Iya, tidak boleh terlupakan. Karena jika itu pun ku lupakan, aku tidak punya identitas diri sama sekali. Setidaknya aku percaya bahwa aku datang dari suatu tempat, entah di mana, di benua Eropa. Dan aku percaya itu.
Dari penampilanku, orang bisa lihat, aku bukan murni orang Korea. Warna kulitku putih susu. Hidungku mancung, bibirku berbentuk indah dan penuh. Dan oh, aku memiliki mata indah berbentuk almond yang sempurna dengan warna coklat muda.
Sejauh yang ku ingat, aku tidak pernah memanggil siapa pun sebagai ibu atau ayah. Wanita yang ada dalam ingatanku itu meninggalkan aku di taman sebuah gereja lokal. Aku bahkan tidak ingat wajah apalagi namanya. Sejak saat itu, aku berjuang hidup sendiri. Aku tidak pernah, sekali pun, membiarkan diriku berleha-leha. Aku beruntung karena bisa tumbuh dengan baik di tengah-tengah kesulitan. Betul, aku masih menganggap diriku beruntung. Dan untuk itu, aku mencoba menjalani kehidupan dengan baik. Aku menekankan pada diriku sendiri untuk selalu menjadi orang baik. Lagi dan lagi, setiap hari, karena aku memang beruntung. Bukan begitu Jade?
Sampai kemudian aku bertemu dengan Gaia Kim.
Aku mengalami banyak perubahan sejak bekerja di Gaia Wear. Perlahan tapi pasti, keadaan ekonomiku membaik dan aku bisa hidup dengan berkecukupan. Aku mendapatkan sebuah apartemen kecil di kota Seoul setelah bekerja sebagai asisten pribadi Gaia Kim. Harus ku akui, dia sangat banyak membantu hidupku. Siapa pun tau bahwa kota itu ibarat sebuah hutan rimba jika disangkut-pautkan dengan perjuangan hidup para pencari kerja. Tidak ada hal yang mudah. Semua orang tahu betapa sulitnya mendapatkan sebuah posisi tetap di sebuah perusahaan dan persaingan pun sangat ketat. Ditambah lagi, aku bukan lulusan sebuah universitas ternama. Aku harus bilang, Gaia telah memungutku dari tempat sampah.
Awalnya aku bekerja di perusahaan itu untuk magang sebagai persyaratan kelulusan untuk memperoleh gelar sarjana jurusan ekonomi. Setelah lulus, aku langsung dipekerjakan sebagai staff di bagian administrasi. Lompatan ini adalah sebuah keberuntungan yang tidak semua orang bisa dapatkan. Karena Gaia Wear adalah sebuah perusahaan fashion yang cukup besar dan ternama di kota itu. Untuk menjadi pegawai di sana, dibutuhkan sebuah list yang panjang dan bermutu di atas lembar CV. Bahkan, banyak dari para pegawai di sana adalah lulusan luar negeri, seperti Perancis dan Italia. Itu bukan sebuah hal yang mudah. Dan aku tidak tahu mengapa hal khusus ini bisa terjadi padaku. Namun di tengah-tengah kebingungan itu, aku memutuskan untuk menerima dengan senang hati dan bekerja dengan sangat keras, lebih keras dari siapa pun di perusahaan itu, untuk bisa mengimbangi level kompetensi mereka. Meski harus ku akui, pencapaianku tidak kunjung bisa sebaik mereka.
Setelah setahun bekerja sebagai pegawai kontrak, Gaia mengangkat aku menjadi asisten pribadinya. Sebuah lompatan karir yang sangat drastis. Aku memahami ketika orang-orang di kantor mulai berspekulasi yang aneh-aneh. Salah satunya, mereka mengatakan bahwa aku pacaran dengan Gaia Kim, makanya aku bisa naik jabatan secepat itu. Yang, sekali lagi harus ku katakan, aku tidak peduli. Berdasarkan kondisi hidupku, andai Gaia akan melamarku untuk menjadi pacarnya pun, aku akan mengatakan iya. Hidup terlalu sulit untuk mengabaikan kesempatan emas seperti itu. Mengapa aku harus membuatnya lebih sulit?
...
Segera setelah pesawat mendarat di Changi Airport, aku membereskan semua barang yang ku bawa ke dalam kabin dan bersiap untuk turun. Masih dengan sikap cuek bebek. Tapi dia tampak sibuk dengan urusannya sendiri, jadi aku pun merasa aman. Aku tergesa-gesa keluar dari kabin itu agar tidak bertemu dengannya lagi.
Itu bukan kali pertama aku ke Singapura, jadi cukup mudah bagiku untuk beradaptasi dengan keadaan di sana. Ku lirik jam tanganku, masih pukul 8 pagi, berarti aku masih punya waktu untuk sarapan. Meeting yang sudah dijadwalkan dengan Earnest Fashion masih selang dua jam, yaitu pukul 10 pagi.
Begitu tiba di lokasi kantor Earnest Corps, aku masuk ke starbuck yang berada di antara banyak cafe dan restoran di sekitar area itu. Setelah sarapan, aku bisa langsung masuk ke kantor itu dengan mudah. Tinggal jalan kaki.
Aku masuk, memesan sandwich dan hot tea. Meski bepergian ke tempat jauh, aku suka pergi ke tempat-tempat yang familiar daripada menjelajahi hal-hal baru. Aku bahkan berencana, jika mereka tidak menyediakan makan siang, akan mencari McD atau KFC di sekitar tempat itu juga. Aku tidak pernah ingin mengecewakan diri sendiri dan mendapatkan sesuatu yang tidak terduga dengan mencoba hal-hal baru. Menyenangkan rasanya jika yang ku dapatkan adalah hal baik dan makanannya enak. Tapi akan sangat merepotkan jika hal yang baru itu adalah sesuatu yang buruk. Hanya akan merusak mood dan mempengaruhi kinerjaku pada hari itu. Jadi lebih baik aku bermain aman. Starbuck adalah salah satu pilihan yang aman.
Setelah mendapatkan pesanan, aku duduk di sudut kafe dan menikmati setiap seruput hot tea zero sugar dan setiap gigitan sandwich. Di saat-saat seperti itu, aku memilih untuk menikmati setiap detail yang ada. Aku mengingatkan diri untuk selalu bersyukur. Bahwa aku sangat beruntung ketika masih bisa duduk dengan nyaman di suatu tempat di atas bumi sambil menikmati makanan. Aku tau, tidak semua penduduk bumi bisa menikmati hal yang sama. Dan aku menduga-duga, mungkin, aku pernah dalam situasi itu. Ketika aku tidak bisa menikmati hal-hal sederhana seperti itu.
Aku tidak tahu apa yang terjadi pada diriku ketika masih kecil. Tidak ada ingatan apa pun, atau hal-hal yang dapat membantu untuk mengingat. Tapi entah kenapa, aku sangat mudah bersyukur untuk hal-hal kecil. Kadang-kadang, ketika hormonku sedang labil, aku bahkan merasa tersentuh dan menangis hanya kerena hal-hal sepele yang bisa dengan mudah dimiliki oleh orang lain. Aku menggenggam setiap hak milikku, pekerjaanku, rumah kecilku, makanan yang ku makan, atau apa pun itu... dengan erat. Begitulah caranya aku merasa aman dan berpikir bahwa aku sedang berada di jalur yang benar, sebagai seorang manusia.
Sambil makan dengan nikmat, aku berharap berkali-kali dalam hati, proyek itu pun, please Tuhan, tolong aku untuk menyelesaikannya dengan baik. Aku ingin membawa kabar baik untuk Gaia. Bagaimanapun juga, aku membutuhkan pekerjaan itu selama mungkin. Jika bisa, sampai seumur hidup.
Ponselku berdering, dari Gaia.
Aku sontak tersenyum. Aku senang mendapatkan perhatian yang seperti itu darinya. Maksudku, segala bentuk perhatian. Kadang-kadang, dia hanya akan memarahiku dan berteriak melalui telepon, tetapi aku senang. Setidaknya, seseorang masih menelepon ku dan berbicara dengan ku. Bagi ku, itu adalah salah satu bentuk perhatian dan kepedulian. Dan itu jauh lebih baik daripada tidak ada sama sekali. Hal-hal seperti itu terjadi sebagai bukti keberadaanku di muka bumi, di antara manusia-manusia lainnya.
Aku selalu berterima kasih pada Gaia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Anthea
Author jago bener bikin cerita, sukses terus! 🙌
2023-07-14
0
María Paula
Gemes banget sama karakternya, suka suka suka!
2023-07-14
0