Faisal tak juga bangun dari tidurnya, sementara orang yang menunggunya sudah hampir setengah kelaparan.
"Biar Ibu bangunkan. " Ibu Sarita bangun dari duduknya.
"Tidak usah Bu, biar aku yang membangunkan Mas Faisal. Ibu duduk saja ! " Cegah Zahra membuka kain penutup saat ia masak di tubuhnya lalu bergegas menaiki anak tangga menuju kamar Faisal yang kini juga sudah menjadi miliknya. Sejenak Ia menghentikan langkahnya untuk membuka pintu kamar itu.
"Apa Mas Faisal akan terima jika aku yang membangunkannya ? " Ucap kecil Zahra merasa tidak yakin.
Dan akhirnya ia mencoba membuka kamar itu dan mencoba membangunkan Faisal sebisanya.
Ia menggoyahkan lengan Faisal dengan lembut, dan itu ia lakukan beberapa kali.
"Apah sih ? Ganggu, tau gak ? " Bentak Faisal dengan wajah bantal menatap tajam Zahra.
Bentakan itu membuat Zahra mundur satu langkah dari tempat ia berasal.
"Sarapan dulu Mas ! Ayah dan Ibu sudah menunggu. " Jawab lembut Zahra pada Faisal.
"Iya ... Iya ... Sanah-sanah, aku belum lapar ! " Timpal Faisal menutupi wajahnya dengan bantal yang ia dekap.
"Ya sudah, jika Mas ingin Ibu yang memanggilkan nya aku turun. " Ancam Zahra lalu pergi meninggalkan Faisal.
Seketika mata kantuk Faisal terbuka dan membulat sempurna.
"Sepagi ini ribet, jika harus berurusan dengan Mamah. " Batin Faisal merasa malas.
Tak di sangka jika ancamannya kali itu berhasil, Zahra menyunggingkan senyuman di balik cadarnya.
Faisal masuk ke dalam kamar mandi, sementara Zahra sibuk membersihkan tempat tidur bekas suaminya.
Saat Faisal sudah selesai, Faisal merasa kaku karna melihat Zahra masih di dalam kamar. Karna sekarang ia dalam keadaan telanjang dada selepas mandi.
Zahra melihat dengan sudut matanya, jika Faisal sudah selesai dan ia melihat tubuh Faisal dengan sudut matanya. Ia pura-pura tidak melihat, dan Faisal pun beranggapan bahwa Zahra memang tidak melihatnya.
Sebuah pakaian santai sudah Zahra siapkan di dekat meja yang tak jauh dari pintu kamar mandi.
Ia tahu bahwa Faisal masih cuti bekerja.
"Sebentar Mas ! " Cegah Zahra pada Faisal yang sudah selesai berpakaian dan hendak keluar dari kamar itu.
"Apa lagi ? " Ketus Faisal enggan untuk menoleh ke arah Zahra.
Hanya mata Zahra yang mampu Faisal lihat, itupun ia malas untuk melihatnya. Zahra melingkarkan tangannya ke lengan Faisal.
"Apah ini ? Aku tidak meminta kamu untuk turun bersama-sama ! " Faisal mencoba menjauhkan sentuhan tangan Zahra dari tangannya.
Zahra merasa tidak ada harga diri untuk itu, tapi ia harus menyelamatkan harga diri suaminya, di hadapan kedua orangtuanya.
Zahra mendongakkan wajah nya ke arah Faisal yang lebih tinggi darinya.
Tatapan mata Faisal dan Zahra kini terpaut sangat dekat.
Binar ketenangan terlihat jelas oleh mata Faisal, Faisal seolah sedang melihat mata bayi yang masih bersih dan putih. Tapi ia tak mau memujinya, karna ia tetap tidak suka semua hal yang berhubungan dengan Zahra.
"Aku tahu kita sedang ada dalam keadaaan tidak baik-baik saja. Tapi jangan perlihatkan itu pada orang lain, sekali pun itu ibu kamu Mas. " Jawab teduh Zahra seperti tak merasakan sakit akibat sikap buruk Faisal padanya.
Kini Faisal dan Zahra berjalan beriringan, sepintas mereka terlihat seperti sepasang suami-isteri yang berbahagia setelah ikrar pernikahannya, meskipun Faisal terus membuang mukanya dari Zahra.
Namun jika ada yang bisa melihat isi hati keduanya, bak minyak dan air yang tak bisa menyatu. Keduanya beriringan turun melewati satu persatu anak tangga menuju meja makan yang sudah terlihat dari atas.
Tatapan demi tatapan tercurah dari kedua mata orangtua Faisal, pikiran mereka berdua mengacu tentang malam pertama yang di lalui anak dan menantunya itu.
Setibanya di meja makan, Zahra menyiapkan kursi yang akan di duduki suaminya, tak lupa piring yang masih kosong ia isi dengan nasi goreng yang nampak lezat itu.
"Silahkan Mas dimakan, Ayah-ibu Ayo silahkan dimakan." Begitu lembutnya seorang Zahra melayani Suami, Ayah dan Ibu mertuanya.
Mata kedua mertua Zahra terpukau saat melihat cara makan menantunya. Terlihat ribet dengan cadar yang ia kenakan, namun ada kesan memukau saat melihatnya.
Pagi hari itu mereka lalui dengan hangat, sepiring nasi goreng yang sangat enak itu membuat anggota keluarga yang ada di rumah itu merasa kenyang.
Di satu kesempatan Zahra mendapati Faisal sedang duduk santai di kursi yang terletak di balkon kamarnya. Menikmati hari terakhir cuti pasca acara pernikahannya bersama wanita yang sama sekali tidak ia cintai. Zahra berinisiatif untuk membuatkan segelas kopi hangat untuk ia berikan pada suaminya itu.
Segelas kopi hangat kini sudah ada di tangannya.
"Mas ... Kopi ! " Ucap Zahra meletakkan kopi itu di meja kecil berwarna senada dengan kursi yang di duduki oleh Faisal.
"Boleh saya duduk ? " Tanya Zahra meminta ijin pada Faisal.
Faisal tidak merespon ia kini malah asyik dengan ponselnya.
Tapi Zahra membalasnya dengan senyuman.
"Mas boleh kita bicara sebentar ? Sudah beberapa hari menikah kita tidak pernah mengobrol. " Ungkap Zahra mencoba menyentuh hati suaminya.
Faisal masih terdiam. " Ni cewe tidak ada harga diri sama sekali, sudah aku diamkan masih saja berusaha mendekat padaku. Sesuka itu dia akan perjodohan ini ? " Gumam Faisal menilai ucapan dari Zahra.
Tapi jika saja Zahra tahu tentang isi hati Faisal padanya, Zahra akan beranggapan jika ini bukanlah tentang harga diri. Melainkan kewajiban ia pada suaminya.
"Mas, sebenarnya aku bingung untuk menyiapkan makanan untuk mu. Aku tidak tahu makanan kesukaan kamu apa ? Emm ... Jadi, hari ini Mas mau aku buatkan makanan apa ? " Tanya Zahra lembut membuka perbincangannya dengan hal yang sepele.
Seketika wajah Faisal berubah seperti lelah, " Jika tidak ada bahan untuk di bicarakan, mending gak usah deh. Jangan harap aku mau terbuka pada dirimu, sekali pun itu tentang makanan. Sudahlah bibi lebih paham apa yang aku inginkan. "
Ternyata usaha Zahra untuk mendekatkan diri pada Faisal gagal lagi.
"Iya Mas, aku paham ! Tapi kan aku istrimu. Jadi biar tugas Bibi untuk menyiapkan makanan biar aku yang mengerjakannya. " Zahra masih berucap lembut.
Faisal berdecak kesal. " Ya sudah kalau begitu tanya Bibi. "
Mental Zahra kuat, ia terus bersikap baik-baik saja.
Hari ke hari Zahra lakukan penuh dengan kesabaran, tak jarang ia meneteskan air mata dari rasa sakit yang ia rasakan.
Namun keyakinannya yang kuat membuat ia berhasil menyingkirkan rasa untuk mundur dari rana pertarungan yang sedang ia hadapi.
Ia harus tetap berada di dalam kapal, meskipun ia tidak tahu kemana arah nahkoda kapal itu akan membawanya pergi.
Itulah keyakinan Zahra akan mahligai rumahtangganya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Uthie
Suka pada cerita tantangan kaya gini niii 👍😁
yg semoga ntar si Laki nya nyadar, nyesel, dan jadi bucin 😏
2024-05-15
0