GOODBYE, NDUT
On-air.
"Okeeee, Afe pamit. But don't worry sebab minggu depan di jam yang sama, Afe bakal tetap nemenin malam Minggu kamu hingga jam dua belas tepat, jangan lupa besok high five ya ... persembahan akhir jumpa kita kali ini, tembang lawas milik Westlife, soledad. Check this sound and bye bye."
Suara merdu Afjameha Manorama mengalun mengakhiri sesi acara yang dia beri nama hitgirl. Dia belajar mendalami dunia broadcast semenjak tubuhnya kian tambun. Berbagai masalah hormonal pun muncul seperti jerawat yang memenuhi hampir seluruh bagian wajah bulatnya, membuat Afja merasa buruk rupa.
Menjadi penyiar radio, dipilih Afja sebagai jalan mendapatkan teman yang tak dapat dia wujudkan secara nyata, sebab minder jika bersosialisasi langsung. Stasiun radio ini adalah hasil rengekannya pada sang ayah.
Postur Afjameha yang tinggi besar, rambut keriting bak mi instan, wajah penuh jerawat puber, kian membuat dia terlihat bagai Ogre, tokoh raksasa dalam film animasi Shrek.
...*...
Keesokan pagi.
Afjameha telah rapi menyambut para fans yang ingin berkenalan dengannya. Harapan hati, dia dapat memiliki teman nan tulus tanpa menilai penampilan buruknya ini.
Namun, agaknya angan Afja jauh melambung tinggi. Saat sesi perkenalan dimulai, tak satupun fans kawula muda itu merespon sapaan Afja. Tatapan sinis justru di layangkan pada gadis tinggi besar yang duduk di belakang meja tamu.
"Yang benar saja, rupa Afe seperti ini?" seru seorang pemuda memakai jaket hitam di ujung tenda. "Nyesel gue sempat mengagumi dia," imbuhnya lagi, bangkit berdiri seraya menunjuk tajam.
"Gila! jauh dari ekspektasi," cibir seorang wanita yang duduk di depan, menatap sinis Afja.
"Ku kira suara indah rupa bed-ebah itu hanya mitos, tapi nyatanya kok benar ya?" sambung lainnya.
Ejekan tajam itu tanpa mereka sadari menoreh luka mendalam di hati Afjameha. Lyn, sang produser menenangkan para fans yang mulai ricuh melempari Afja dengan gumpalan kertas juga kulit buah bahkan sandal jepit usang.
Buk.
Plak.
Duk.
Afja bergeming, berharap sakit akibat lemparan dapat mengurangi pedih. Kepalanya sedikit menunduk hingga membuat air mata yang dia tahan pun perlahan jatuh.
"Wooooooooo! Ogre!" seru beberapa gadis, melempar tatapan sengit pada Afjameha.
Kumpulan orang-orang bar-bar itu akhirnya pergi menyisakan kekacauan di pelataran radio. Baju Afja basah, terkena noda berbagai benda yang mengenai tubuhnya.
"Ya wajar fans kecewa, dia kan anak orang kaya, kenapa gak merawat diri, sih," gumam Lyn, tak mengira bahwa Afja masih berada di sekitarnya.
Deg.
Putri tunggal Malaseka terlanjur sakit dan tenggelam dalam prasangka bahwa gadis sepertinya tak pantas ada di dunia.
Hari Senin pun tiba.
Di sekolah, kehadiran dirinya hampir tak teranggap meski wujud fisik Afja sangat dominan. Hanya di tahun akhir ajaran saja, saat satu kelas dengan gadis itu, Afjameha mulai mendapatkan perundungan akut dari sang primadona, Candy lenjelitha dan pasukan resenya.
Seperti biasa, Afjameha memilih mengabaikan sindiran sang primadona. Pasrah jika diperlakukan semena. Namun hari ini, tak di nyana, Candy malah dengan mudah meloloskan dia begitu saja.
"Ada yang salah kayaknya," gumam Afja terus melangkah.
Benar saja. Byur.
Sisa makanan yang ada di dalam wadah itu ikut mengotori kepala dan badan Afja. Bau amis serta busuk pun menyeruak. Tangan Afja mengepal, matanya memejam lalu mendelik tajam ke arah Candy dan melangkah menuju toilet untuk membersihkan diri diiringi tawa para siswa yang menyembul dari balik dinding kelas.
"Afe adalah Ogre!" tawa beberapa siswa laki-laki.
"Itu muka apa sungai? banyak bener batunya," kekeh para anak buah Candy, mengejek jerawat Afja.
Afjameha berlari kecil menuju toilet. Air mata sudah jatuh membasahi pipi. Hatinya sangat sakit kali ini.
"Hoy, gempa! jangan lari!" cecar banyak suara. Tak dipedulikan Afja.
Setelah dari toilet, Afja sudah tak bernafsu mengikuti pelajaran pertama. Dia menuju belakang perpustakaan sekolah untuk berkutat dengan dunianya.
Tanpa diduga, Afja bertemu Ben lagi. Pemuda tampan kapten tim basket idola sekolah, masih dilanda murung. Seperti biasa, Afja menyodorkan bekal dan duduk tak jauh darinya.
"Kamu kok baik banget sih, gak seperti yang Candy gosipkan," tutur Ben, menatap Afjameha.
"Biarin aja. Aku ya aku," balas Afja meski hatinya murung.
Ini kali kedua mereka bertemu. Afjameha tak sengaja mendengar suara isakan dan teriakan Ben, setelah membuang kotoran kucing dari tasnya, akibat ulah Candy beberapa hari lalu.
Fasilitas mewah yang Ben peroleh, dicabut sang ayah, sebab perilaku bad boynya. Afja menemani lelaki itu karena merasa satu nasib.
"Terima kasih, kau bestieku," balas Ben, tersenyum menawan hingga gigi putihnya terlihat.
Deg.
Deg.
Deg. Debar jantung Afjameha bertalu. Tak mengira dia bisa sedekat ini dengan Ben.
Setelah hari itu, keduanya kian intens membagi kisah mereka. Hingga setelah tiga bulan saling mengenal, ditempat yang sama, Ben mengisyaratkan bahwa Afja adalah kekasihnya.
"Semangat ya, Baby. Abaikan Candy." Ben, mengusap kepala Afjameha saat dia bangkit hendak pergi.
"Baby? siapa?" tanya Afja bingung, sambil menunjuk wajahnya sendiri meski dia merasa konyol.
Ben mengangguk. "Iya, kamu, pacar rahasia," bisik Ben.
Blush.
Wajah Afja seketika menegang, matanya mengerjap, bibir pink pun sedikit terbuka, ditambah terpaan matahari membuat pipi bulat itu kian merona. Ben tertawa renyah melihat ekspresi Afja sebelum dia pergi berlalu.
Kebahagiaan Afja ternyata tak serta merta kekal. Malam hari, setelah lelah siaran, sebuah tragedi menimpa keluarganya.
Malaseka, membawa seorang wanita ke hunian mewah mereka dan membuat sang ibu berlinang air mata. Pasangan itu bahkan bermesraan di depan Fasraha.
"Papa? dia siapa?" panggil Afja, meminta sang ayah bicara sambil menunjuk ke arah wanita asing.
Malaseka hanya diam, menatap tajam putri tunggalnya.
"Jawab, Pa!" teriak Afja. Matanya menyalak, nafas pun ikut memburu dengan tangan mengepal di sisi.
Hening.
Pria yang masih terlihat gagah itu menghela nafas panjang. Malaseka meminta wanita dalam pelukan agar duduk di sofa, sementara dirinya hendak mendekat pada putri tunggalnya.
"Afja, dia ibu sambungmu. Kamu susah dibujuk untuk merubah gaya hidup dan menjaga pola makan sehat, maka Tamarine lah yang akan membantumu diet, oke?" ujar Malaseka, berniat meraih lengan Afjameha.
Afja mundur selangkah, tak ingin di sentuh sang ayah. "Maksudnya?" tanyanya tak mengerti sembari mengalihkan pandangan bergantian ke semua penghuni di sana.
"Aku istri ayahmu," sambung Tamarine, tersenyum manis ke arah anak tirinya.
Afjameha membola, dia sontak menutup mulut yang menganga dengan kedua telapak tangan. Netra sipit itu melirik ke arah dimana ibunya duduk. Dia kini mengerti arti air mata Fasraha.
"Enggak. Aku adalah aku. Lagipula itu bukan alasan tepat, Pa! teganya mengkhianati cinta Ibu! jahat!" sentak Afja, menuding ke arah ayahnya dengan wajah merah padam.
Telunjuknya terpaksa terangkat, binar mata nanar hingga sudut netra itu nampak merah sebab kuatnya emosi yang Afja tahan tak lantas membuat Malaseka luluh.
"Kau tidak perlu tahu alasannya, Afja!" seru Malaseka, tersinggung dengan sikap kasar anaknya.
"Afja, sudah. Ibu tak apa," ucap Fasraha bangkit, memeluk putrinya.
"Pecundang!" teriak Afja, meluapkan emosi.
Plak!
"Kurang ajar!" kata Malaseka, melayangkan tampa-ran ke pipi Afjameha.
"Mas!" seru Fasraha, menghalau tangan Malaseka yang akan memukuli Afja lagi.
"Kalian sama saja, tidak pernah mau tahu kesusahanku. Tamarine menyelamatkan hidup kita agar tak jatuh miskin juga agar dia tak penyakitan akibat gendut. Masih bagus kalian bisa tinggal di sini tanpa kekurangan, dia yang membantu kita selama ini," tutur Malaseka, menjabarkan situasi sebenarnya.
Afja dan Fasraha tak dapat menerima alasan tersebut. Pertengkaran pun terjadi hingga Tamarine berteriak lantang.
"Stop! ... Sayang, aku minta kau ceraikan dia atau kamu harus segera menjual semua aset ini untuk membayar hutang padaku," ujarnya pongah, berdiri berkacak pinggang.
"Kau gila!" teriak Afjameha, melangkah hendak mendorong tubuh sintal itu tapi di halangi Malaseka.
"Pergi! sekarang juga. Karena kau lalai serta tidak sempurna melayani suamimu sehingga aku mencari pelarian, maka jatuh talakku satu, padamu Fasraha!"
Dhuar.
Fasraha membeku. Tak lama, tubuhnya mulai goyah dan ditopang Afja susah payah.
"Ibu! Ibu!" bisik Afja pilu, melihat Fasraha tanpa ekspresi.
Kedua wanita yang tersakiti, meninggalkan ruang keluarga menuju kamar utama dan berkemas. Afja akan membawa ibunya pergi.
Malaseka tak memberi uang sepeserpun, dia bahkan menarik semua kartu ATM dari keduanya.
"Kita pasti bisa, Bu. Jangan sedih, ada aku," kata Afja, menguatkan Fasraha saat keluar hunian.
Fasraha mengangguk, mendekap lengan Afja yang kini menjadi sandaran satu-satunya. Mereka akan menuju ke suatu tempat di pinggiran kota, menemui rekan ibunya.
Dua jam kemudian.
Afja tiba di tujuan, ternyata si penghuni rumah telah pindah. Merasa tak punya alamat lain, Afja berpikir cepat. Dia melihat pom bensin tak jauh dari sana dan memutuskan untuk bermalam sementara sampai menunggu pagi.
Setelah membersihkan diri, dalam renung, Afja teringat seseorang. Dia akan menemuinya esok hari, toh sekolah hanya di isi kegiatan ekskul intra sekolah sambil menunggu dokumen kelulusan turun.
Keesokan pagi.
Afjameha pamit pada Fasraha untuk menemui Ben, berharap lelaki itu akan membantunya.
Hari ini adalah final pertandingan turnamen basket antar sekolah. Afja menuju GOR tak jauh dari almamaternya.
Betapa dia terkejut kala baru saja tiba, sorakan di atrium bergema meneriakkan sesuatu.
"Cium. Cium. Cium!" sorak penonton riuh.
"Ben, I love you!" teriak Afjameha, berkesempatan mengungkapkan isi hatinya, dia bangga ketika melihat papan skor, almamaternya menjadi juara.
"Ben alue! love you!" seru Afja lagi. Masih belum sadar situasi.
Sementara di pinggir lapangan. Riuh sorakan sebab Ben sedang menyatakan cinta.
Afjameha terpana, menyaksikan adegan mesra di bawah sana. Dia pun lantas terburu menuruni tangga menuju tepi lapangan. Hatinya berdenyut nyeri.
"Minggir!" ucap Afja menyingkirkan satu persatu siswa dari kerumunan.
"Heh, raksasa!" cibir para siswa yang didorong Afja.
"Hoy, buntelan! bang-ke!" maki siswa lainnya.
Afjameha abai, emosinya kembali naik. Hingga.
"Ben!" seru Afja, membuat semua mata tertuju padanya.
Ben sontak menoleh. "Afja, kenapa kamu?" tanyanya dengan wajah datar sementara lengannya berada di pinggang Candy.
Tatapan sinis primadona sekolah pun mencibir. "Ape, lo!"
"Jahat!" Afja mendorong Ben, pria yang masih berpeluh. Butir bening itu jatuh di depan lelaki yang dia puja.
Afja lalu melangkah, menabrakkan diri, hingga Ben dan Candy terhuyung.
"Wooooooo! sarap!" oceh para siswa yang masih berkerumun di sana.
"Afja!"
Afjameha berlari kecil menaiki tangga keluar GOR, berharap Ben mengejar meski mustahil. Hatinya sakit dan mulai mati rasa.
Sedang patah hati pun, nasib sial kembali menghadang. Geng Candy telah menunggu di pelataran parkir.
"Heh! balikin, nih, semua buku kita!" ujar Vivi, tangan kanan Candy.
"Ogah," sahut Afja kali ini memberanikan diri.
"Utututu, babunya Candy di rumah dan sekolah, sudah berani melawan? kamu itu harus banyak berbuat baik dengan saudara," seloroh gadis lainnya.
"Maksudnya?" Afja tak mengerti.
"Yakin, kamu belum tahu?" sambung Vivi lagi, mencibir Afja.
.
.
...______________________...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Uthie
Keep sebagai bacaan senggang yaa 👍🤗
2024-01-05
1
Arra
😭 sabar
2023-12-09
1
Nurhasanah
ini cerita org mana sie..nm y ribet..kaku
2023-11-06
0